Abstrak: Tulisan ini menjelaskan tentang Kalender Jawa Islam
yang merupakan hasil ijtihad Sultan Agung yang luar biasa di
zamannya. Namun demikian sebagai produk ijtihad Kalender
Islam Jawa perlu dikaji dan ditindaklanjuti agar kalender
tersebut sesuai dengan semangat awal yang diinginkan Sultan
Agung dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Artinya, jika
hendak menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan baru
secara dinamis, maka penghargaan terhadap Kalender Jawa
Islam seyogyanya bukan dalam bentuk pelestarian teori itu apa
adanya, tetapi mengembangkannya secara dinamis dan kreatif.
Kata kunci: kalender, Jawa-Islam, tradisi
Pendahuluan
Kalender adalah sistem pengorganisasian satuan-satuan
waktu, untuk tujuan penandaan serta penghitungan waktu dalam
jangka panjang. Kalender berkaitan erat dengan peradaban
manusia, karena berperan penting dalam penentuan waktu
berburu, bertani, bermigrasi, peribadatan, dan perayaan-perayaan.
Peran penting ini sangat dirasakan oleh umat manusia dari dulu
hingga kini.
Dalam Encyclopaedia Britannica disebutkan bahwa sistem
kalender yang berkembang di dunia sejak zaman kuno sampai era
modern yaitu: (1) Kalender Sistem Primitif (Primitive Calendar
Systems), (2) Kalender Barat (Western Calendar),1 (3) Kalender Cina
(Chinese Calendar), (4) Kalender Mesir (Egyptian Calendar), (5)
Kalender Hindia (Hindia Calendar), (6) Kalender Babilonia
(Babylonia Calendar), (7) Kalender Yahudi (Jewish Calendar), (8)
Kalender Yunani (Greek Calendar), (9) Kalender Islam (Islamic
* Dosen Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
** Dosen Fakultas Syari'ah Universiti Kebangsaan Malaysia
1 Kalender Barat ini meliputi: (1) Kalender Romawi, (2) Kalender Julian, (3)
Kalender Gregorius, dan (4) Kalender Perpertual.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
132
Calendar), dan (10) Kalender Amerika Tengah (Middle American
Calendar).2
Kesepuluh sistem kalender di atas memiliki sistem dan
cara-cara yang berbeda dalam menentukan penanggalan serta
mempunyai aturan-aturan tersendiri pula. Ada sistem kalender
yang mempertahankan panjang tahun sedekat mungkin dengan
kala edar bumi mengelilingi matahari (tahun tropis). Contoh
kalender jenis ini adalah Kalender syamsiah, seperti Kalender
Saka, Kalender Julian, dan Kalender Gregorian. Ada pula sistem
kalender yang acuan perhitungannya didasarkan atas pergerakan
bulan. Contoh jenis ini adalah Kalender Hijriah. Dalam tulisan
ini yang akan menjadi fokus kajian adalah Kalender Jawa Islam
(Kalender Sultan Agung) yang merupakan perpaduan antara
Kalender Saka dan Kalender Hijriah.
Konstruksi Metodologis Kalender Saka dan Kalender
Hijriah
Memperhatikan aneka macam kalender yang berkembang,
kiranya perlu direkonstruksi nilai historis-metodologis Kalender
Saka dan Kalender Hijriah. Hal ini sangat penting agar pemikiran
Kalender Jawa Islam yang dianggap sebagai karya monumental
Sultan Agung3 dapat dikaji secara komprehensif. Oleh karena itu
pada bagian ini akan dikemukakan sekitar Kalender Saka dan
Kalender Hijriah.
Kalender Saka tidak banyak diketahui penjelasannya.
Menurut Kamajaya,4 Kalender Saka dimulai pada tanggal 15
2 Anonim. Encyclopaedia Britannica, (London: William Benton Publisher, 1965),
Vol. 5, p. 611.
3 Dalam sebuah naskah karangan Ronggowarsito yang berjudul Serat Widya
Praddana, disebutkan bahwa pengarang sistem Kalender Jawa Islam adalah
Sunan Giri II zaman kesultanan Demak pada tahun 931 H atau 1443 caka,
kemudian Sultan Agung raja Mataram mendekritkan sistem itu sebagai
penanggalan administrasi negaranya pada tahun 1555. Selengkapnya baca
Zaini Ahmad Noeh. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal dan Awal
Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)", disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah
Falakiyah Nahdlatul Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9.
4 Lihat Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I,
(Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992), p. 8-9. Lihat juga Sukardi Wisnubroto.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
133
Maret 78 Masehi. Perhitungannya menggungakan solar system,
nama dan umur bulan sebagai berikut.
No Nama Konversi Jumlah
1 Srawana 12 Juli – 12 Agustus 32
2 Bhadra 13 Agustus – 10 September 29
3 Asuji 11 September – 11 Okt 31
4 Kartika 12 Oktober – 10 Novemeber 30
5 Posya 11 November – 12 Desember 32
6 Margasirsa 13 Desember – 10 Januari 29
7 Magha 11 Januari – 11 Februari 32
8 Phalguna 12 Februari – 11 Maret 29
9 Cetra 12 Maret – 11 April 31
10 Wesakha 12 April – 11 Mei 30
11 Jyesta 12 Mei – 12 Juni 32
12 Asadha 13 Juni – 11 Juli 29
Total 366
Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan
Kalender Saka dan Kalender Hijriah secara bersama-sama.
Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17 Masehi.
Selanjutnya, Kalender Hijriah adalah kalender yang terdiri dua
belas bulan kamariah; setiap bulan berlangsung sejak
penampakan pertama bulan sabit hingga penampakkan
berikutnya (29 hari atau 30 hari),5 sementara itu Leksikon Islam
menyebutkan bahwa Kalender Hijriah (Tarikh Hijriah) adalah
penanggalan Islam yang dimulai dengan peristiwa hijrah
Rasulullah.6
Moedji Raharto dalam artikelnya yang berjudul “Dibalik
Persoalan Awal Bulan Islam” menjelaskan bahwa sistem
Kalender Hijriah atau Penanggalan Islam adalah sebuah sistem
kalender yang tidak memerlukan pemikiran koreksi, karena betulbetul
mengandalkan fenomena fase bulan;7 dalam bahasa T.
Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan Wariga, cet. 1, (Yogyakarta:
Mitra Gama Widya, 1999), p. 13.
5 Ibid. Lihat juga John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic
World, cet. I (New York: Oxford University Press, 1995), Vol. 2, p. 301.
6 Baca Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I (Jakarta: Pustaka Azet,
1988), Jilid II, p. 711.
7 Baca Moedji Raharto. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat dalam
majalah Forum Dirgantara, No. 02/TH. I/Oktober/1994, p. 25.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
134
Djamaluddin, Kalender Kamariah merupakan kalender yang
paling sederhana yang mudah dibaca di alam. Awal bulan
ditandai oleh penampakan hilal (visibilitas hilal) sesudah matahari
terbenam (maghrib).8
Seorang tokoh dari Yogyakarta, H. Basit Wahid, yang
menaruh perhatian terhadap Kalender Hijriah menyatakan
bahwa Kalender Hijriah adalah kalender yang didasarkan pada
sistem kamariah semata. Satu tahun ditetapkan berjumlah 12
bulan, sedang perhitungan bulan dilakukan berdasarkan fase-fase
bulan atau manazilnya.9 Muhammad Basil at-Tai dalam bukunya
yang berjudul "Ilmu Falak wa at-Taqawim" menyatakan bahwa
Kalender Hijriah adalah kalender kamariah yang mulai digunakan
pada masa khalifah Umar bin Khattab dengan mendasarkan pada
hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah.10
Sementara itu Mohammad Ilyas yang dianggap sebagai
penggagas Kalender Islam Internasional menjelaskan, Kalender
Hijriah atau Kalender Islam adalah kalender yang berdasar atas
perhitungan kemungkinan hilal atau bulan sabit terlihat pertama
kali dari sebuah tempat pada suatu negara.11 Dengan kata lain
yang menjadi dasar Kalender Hijriah adalah visibilitas hilal di suatu
negara.
Dari rumusan-rumusan di atas juga dapat diperoleh
keterangan bahwa pada mulanya yang menjadi patokan Kalender
Hijriah adalah hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah dan
8 Uraian selengkapnya lihat T. Djamaluddin. “Kalender Hijriah, Tuntunan
Penyeragaman Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian
REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8.
9 Baca Basit Wahid. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”, dimuat
dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13. Baca juga Purwanto.
“Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”, dimuat dalam Risalah, No.
3/XXXI/Juli/1993, p. 19. Bandingkan juga Ian Richard Netton. A Popular
Dictionary of Islam,(London: Curzon Press, 1992), p. 61.
10 Selengkapnya baca Muhammad Basil at-Tai. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim,
cet. I (Kairo: Dar an-Nafais, 2003/ 1424), p. 248. Baca juga Ali Hasan Musa.
At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), p. 121-126.
11 Baca Mohammad Ilyas. A Modern Guide to Astronomical, p. 58-59. Baca pula
Mohammad Ilyas. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, cet. I (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997), p. 40-42.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
135
penampakan hilal bukan hisab atau rukyat. Namun, bila
penampakan hilal menjadi standar dan diaplikasikan di wilayah
Indonesia akan menemukan kesulitan karena fenomena alam
yang tidak mendukung, maka diperlukan paradigma baru
Kalender Hijriah.
Dalam penyusunan Kalender Hijriah, dikenal dua sistem
hisab, yaitu hisab urfi (istilahi) dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah
sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran
rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara
konvensional.12 Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh
khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk
menyusun Kalender Islam abadi.13 Pendapat lain menyebutkan
bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun 16 H atau 18 H.
Akan tetapi yang lebih masyhur tahun 17 H.14 Sistem hisab ini
tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari
pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada
tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga
sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan
awal bulan kamariah untuk pelaksanaan ibadah (seperti awal dan
akhir Ramadan) karena menurut sistem ini umur bulan Syakban
12 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II (Jakarta:
Ditbinbapera, 1995), p. 7. Lihat juga Moh. Wardan Diponingrat. Ilmu Hisab
(Falak) Pendahuluan, cet. I (Yogyakarta: Toko Pandu, 1992), p. 4. M. Sholihat
(peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1994/1414
H), p. 80.
13 Penjelasan selengkapnya tentang alasan mengapa Umar bin Khattab ra
menetapkan peristiwa hijrah sebagai landasan hitungan baca Nourouzzaman
Shiddiqi. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), p. 81 – 86. Lihat pula Miftah Faridl. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun
Islam”, dimuat dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14. Bandingkan
pula John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, II,
p. 111 dan 301-303.
14 H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam, (Leiden: E.J.
Brill, 1961), p. 139. Lihat pula E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 –
1936, cet. II (Leiden: E.J. Brill, 1993), Vol. III, p. 302 – 303. Bandingkan pula
dengan Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of Islam,
cet. I (London: Stacey International, 1989), p. 456.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
136
dan Ramadan adalah tetap, yaitu 29 hari untuk Syakban dan 30
hari untuk Ramadan.
Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam hisab urfi
adalah (a) awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H)
bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M berdasarkan
hisab atau hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 berdasarkan rukyat; (b)
satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun; (c) dalam satu
periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19
tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan
basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair:15
ßÝ ÇáÎáíá ßÝå ÏíÇ äå * Úä ßá Îá ÍÈå ÝÕÇäå
Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan
huruf yang tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan
demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10,
13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Sebagai contoh tahun 1417 H
mempunyai bilangan tahun 7 (1417: 30 = 47 daur sisa 7 tahun),
jadi tahun 1417 H adalah tahun kabisat;16 (d) penambahan satu
hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/
Zulhijah; (e) bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari,
sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari (kecuali pada
tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari
menjadi genap 30 hari); dan (f) panjang periode 30 tahun adalah
10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara itu,
periode sinodis bulan rata-rata 29,530588817 hari selama 30 tahun
15 Departemen Agama RI. Almanak Hisab Rukyat, p. 43.
16 Bandingkan dengan G.S.P. Freeman Grenville. The Muslim and Christian
Calendars, p. 59.
17 Menurut Sayyid Samad Rizvi dalam Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni
disebutkan bahwa periode sinodis bulan rata-rata adalah 29,5305555 hari;
terjadi selisih 0,000333 hari setiap bulan. Selisih ini menurut Saiyid Samad
Rizvi tidak begitu berarti karena baru selama 2500 tahun akan selisih 1 hari
antara Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni dan Kalender Hijriah yang
mendasarkan teori astronomi modern. Uraian selengkapnya baca Saiyid Samad
Rizvi. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of The Lunar Crescent",
dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
137
adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 =
10.631,01204).18
Nama-nama19 dan Panjang Bulan Hijriah dalam Hisab Urfi
No Nama Panjang No Nama Panjang
1 Muharam 30 hari 2 Safar 29 hari
3 R. awal 30 hari 4 R. akhir 29 hari
5 Jum. awal 30 hari 6 Jum. akhir 29 hari
7 Rajab 30 hari 8 Syakban 29 hari
9 Ramadan 30 hari 10 Syawal 29 hari
11 Zulkaidah 30 hari 12 Zulhijah 29/30 hari
Patut dicatat hisab urfi tidak hanya dipakai di Indonesia
melainkan sudah digunakan di seluruh dunia Islam dalam masa
yang sangat panjang.20 Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat
digunakan untuk keperluan penentuan waktu ibadah (awal
Ramadan, awal Syawal, dan awal Zulhijah). Penyebabnya karena
perata-rataan peredaran bulan tidaklah tepat sesuai dengan
penampakan hilal (newmoon) pada awal bulan.
18 M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 – 2077 M,
(Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981). Lihat juga Sofwan Jannah. Kalender
Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I (Yogyakarta: UII Press, 1994), p. 4 – 5.
Bandingkan pula Bambang Hidayat. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I
(Bandung: ITB, 1995), p. 42.
19 Menurut al-Biruni sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan Musa bahwa namanama
bulan dalam Kalender Kamariah mulai dikenalkan sejak tahun 412 M.
Nama-nama bulan Kamariah tersebut berubah-ubah selama empat kali sampai
yang kini dipakai oleh umat Islam. Dalam uraiannya, Ali Hasan Musa
menyatakan bahwa nama-nama bulan kamariah yang berkembang sekarang
mulai digunakan sejak akhir abad V Masehi. Selengkapnya baca Ali Hasan
Musa. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), p. 186.
20 Pada umumnya hisab urfi digunakan dalam pembuatan Kalender Hijriah
yang berkaitan dengan persoalan administrasi, seperti Kalender Hijriah yang
dikeluarkan oleh Ummul Qura' Kerajaan Saudi Arabia.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
138
Selanjutnya, hisab hakiki adalah sistem hisab yang
didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya.21
Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga
tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal
bulan. Artinya boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29
hari atau 30 hari. Bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut
hisab urfi. Dalam wilayah praktisnya, sistem ini mempergunakan
data-data astronomis dan gerakan bulan dan bumi serta
menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola (spherical
trigonometry).22
Ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan
kamariah dengan menggunakan sistem hisab hakiki. Paling tidak,
ada dua aliran besar, yaitu aliran yang berpegang pada Ijtimak23
21 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, p. 8. Sementara itu
Purwanto mendefinisikan hisab hakiki adalah sistem penanggalan dengan
prinsip bahwa awal bulan sudah masuk jika hilal pada maghrib diperhitungkan
ada di atas ufuk (horizon). Lihat Purwanto. Visibilitas Hilal sebagai Acuan
Penyusunan Kalender Islam, (Bandung: Skripsi Jurusan Astronomi ITB, 1992), p.
12. Bandingkan pula dengan definisi Muhammad Wardan. Hisab Urfi dan
Hakiki, (Yogyakarta: tp, 1957), p. 32.
22 Perlu dicatat bahwa pada sistem hisab hakiki perhitungannya menggunakan
dua metode, yaitu taqribi dan tahqiqi. Taqribi mirip dengan cara kalender (urfi)
dalam skala yang lebih kecil yaitu dengan menggunakan data rata-rata waktu
ijtimak pada suatu tahun qamariah. Selanjutnya koreksi dilakukan untuk
memperoleh data yang lebih akurat. Jadi sistem ini menggunakan hitungan
sederhana (penambahan atau pengurangan koreksi). Metode ini tidak
memperhitungan posisi pengamat, bulan, dan matahari. Oleh karena itu, ia
tidak memerlukan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry).
Secara fisik, metode taqribi menggunakan ilmu astronomi Ptolomeus yang
masih menganut prinsip geosentrisme. Sementara itu metode tahqiqi
berpegang pada prinsip heliosentrime dengan memperhitungkan ketinggian
hilal, posisi pengamat dan pembiasan di atmosfer dengan menggunakan
kaidah-kaidah astronomi mutakhir. Lihat M. Sholihat (peny.).. Rukyah dengan
Teknologi, p. 18.
23 Ijtimak adalah suatu peristiwa saat bulan dan matahari terletak pada posisi
garis bujur yang sama, bila dilihat dari arah timur ataupun barat. Sebenarnya
bila diteliti, ternyata jarak antara kedua benda planet itu berkisar sekitar 50
derajat. Dalam keadaan ijtimak pada hakekatnya masih ada bagian bulan yang
mendapat pantulan dari matahari, yaitu bagian yang menghadap bumi. Namun
kadangkala, karena tipisnya, hal ini tidak dapat dilihat dari bumi, karena bulan
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
139
semata (Ijtima' qabla al-Ghurub24, Ijtima' qabla al-Fajr25, Ijtima'
dan Tengah Malam) dan aliran yang berpegang pada posisi hilal
di atas ufuk (Ijtimak dan Ufuk Hakiki, Ijtimak dan Ufuk Hissi,
Ijtimak dan Imkanur Rukyat26) .
Kalender Sultan Agung: Sebuah Model Integrasi Keilmuan
Pada masa Sultan Agung kalender (penanggalan)
merupakan bagian penting dari kehidupan negara. Hampir semua
yang sedang ijtimak itu “berdekatan” letaknya dengan matahari. Kondisi ini
dipengaruhi oleh peredaran masing-masing planet pada orbitnya. Bumi dan
bulan beredar pada porosnya dari arah barat ke arah timur. Perhatikan Abdul
Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997), Jilid 2, p. 676.
24 Aliran ini menetapkan bahwa pergantian hari atau tanggal terjadi pada saat
terbenam matahari. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surah Yasin ayat 40.
Para ahli hisab memahami bahwa ungkapan wa la al-Laylu sabiqu an-Nahar
menunjukkan bahwa permulaan hari atau tanggal adalah saat terbenam
matahari, yakni saat bergantinya siang menjadi malam. Pendapat para ahli
hisab ini diperkuat juga dengan praktek rukyat yang dilakukan oleh para
sahabat pada masa Rasulullah saw. Mereka melakukan rukyat pada saat
menjelang terbenam matahari. Ini menunjukkan bahwa pergantian hari atau
tanggal adalah pada saat terbenam matahari. Lihat Tim Majelis Tarjih. “Fatwa
Agama”, dalam Suara Muhammadiyah, No. 23. Tahun ke 81 (1-15 Des 1996), p.
22.
25 Salah seorang tokoh Muhammadiyah yang berpegang pada teori ini adalah
H. Djindar Tamimy. Penjelasan selengkapnya baca Susiknan Azhari.
Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), p. 106-
107.
26 Untuk mengetahui perkembangan teori imkanur rukyat dapat dibaca artikelartikel,
seperti Muhammad DIZER. A Calculation Method for the Visibility Curve
of the New Moon, (Kandili Observatory, 1983), p. 8, M. Ilyas. "Limiting altitude
separation in the new Moon's first Visibility Criterian", dimuat dalam
Astronomy and Astrophysics, 206, (1988), p. 133-135, E.S. Kennedy dan M.
Janjanian." The Crescent Visibility table in Al-Khawarizmi's Zij", dimuat
dalam Centaurus, 11, 1965, p. 73-78, David A. King."Ibn Yunus on Lunar
Crescent Visibility", dimuat dalam Journal for the History of Astronomy, 19, 1988,
p. 155-168, John A.R. Caldwell dan C. David Laney."First Visibility of the
Lunar Crescent", dimuat dalam African Skies/ Cieux Africains, No. 5, Januari
2001, p. 15-23, dan Sayyid Samad Husain Rizvi."Al-Biruni's Criterion for the
Visibility of the Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/
Number I/ Spring 1991, p. 43-51.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
140
perikehidupan masyarakat Jawa saat itu, khususnya tata laku
budaya, berpatok kuat pada sistem kalender. Sebelum kedatangan
Islam, telah berkembang penanggalan yang bersandar pada
Kalender Saka – yang berasal dari sistem penanggalan Hindu –
Buddha.27 Sementara agama Islam membawa kalender baru
(hijriah) yang mendasarkan pada sistem kamariah. Melalui ijtihad
kreatifnya, Sultan Agung mengintegrasikan dua kalender tersebut
dengan semangat memadukan tradisi dan tuntutan syar'i.28
Caranya bilangan tahun Saka yang sedang berlangsung
dilanjutkan sebagai titik awal perhitungan Kalender Sultan
Agung, sedang umur bulan mengacu pada sistem perhitungan
Kalender Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan
diikuti oleh Sultan Abul Mafakhir Abdul Kadir (1596-1651) dari
Banten.29
Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kalender
Sultan Agung adalah (a) 1 Suro tahun Alip 1555 bertepatan
dengan hari Jum'at legi tanggal 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli
1633 M, (b) satu periode (windu) membutuhkan waktu 8 tahun,
(c) dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang/wuntu (355 hari)
dan 5 tahun pendek/wastu (354 hari), (d)
Kurup Jamngiyah Kurup Kamsiyah
No. Nama Tahun
Umur (hari) Umur (hari)
1 Alip 354 354
2 Ehe 355 355
3 Jimawal 354 354
4 Je 354 355
5 Dal 355 354
6 Be 354 354
7 Wawu 354 354
27 Selengkapnya baca Agus Wibowo. "Kalender Hijriah; Strategi Kebudayaan
Sultan Agung", dimuat dalam harian Joglo Semar, 11 Januari 2008.
28 Salah satu sebab Sultan Agung mengintrodusir Kalender Jawa Islam, agar
hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang dirayakan di
Kraton Mataram dengan sebutan "grebeg" dapat dilaksanakan pada hari dan
tanggal yang tepat sesuai ketentuan dalam Kalender Hijriah. Lihat Kamajaya. 1
Suro Tahun Baru Jawa……, p. 16.
29 Baca Irfan Anshory. "Mengenal Kalender Hijriah", p. 3.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
141
8 Jimakir 355 355
bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulanbulan
genap umurnya 29 hari (kecuali bulan Besar pada tahun
Wuntu ditambah satu hari menjadi genap 30 hari), (e) hari
pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) tetap dipertahankan,
dan (f) setiap 120 tahun terjadi pergantian kurup.
Kalender Sultan Agung hingga kini masih digunakan oleh
masyarakat Jawa, khususnya Kraton Yogyakarta. Patut dicatat,
jika diperhatikan kontruksi metodologis Kalender Sultan Agung
dan semangat yang melatarbelakangi lahirnya Kalender Sultan
Agung maka perlu adanya kajian ulang secara komprehensif agar
Kalender Sultan Agung sesuai tradisi yang berkembang dan tidak
bertentangan dengan tuntutan syar'i.
Nama-nama dan Panjang Bulan Kalender Sultan Agung
No Nama Panjang No Nama Panjang
1 Suro 30 hari 2 Sapar 29 hari
3 Mulud 30 hari 4 Bakdomulud 29 hari
5 Jum. Awal 30 hari 6 Jum. Akhir 29 hari
7 Rejeb 30 hari 8 Ruwah 29 hari
9 Poso 30 hari 10 Sawal 29 hari
11 Selo 30 hari 12 Besar 29/30 hari
Dalam realitasnya, Kalender Sultan Agung sering berbeda
dengan Kalender Hijriah.30 Perbedaan ini terjadi karena Kalender
Sultan Agung menggunakan hisab urfi. Padahal di dalam
perjalanannya hisab urfi tidak dapat digunakan untuk persoalanpersoalan
yang berkaitan dengan ibadah. Bukti kongkretnya,
puasa Ramadan jika menggunakan hisab urfi maka umurnya 30
hari selamanya. Sementara itu, menurut riwayat Rasulullah saw.
berpuasa Ramadan selama 29 hari atau 30 hari.
30 Sebagaimana yang terjadi dalam menentukan Idul Fitri 2006 dan 2007 yang
lalu. Menurut Kalender Hijriah Idul Fitri 2006 jatuh pada hari Senin, 23
Oktober 2006, sedangkan pada Kalender Jawa Islam jatuh pada hari Selasa, 24
Oktober 2006. Selengkapnya lihat lampiran.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
142
Melihat kenyataan ini, Ahmad Dahlan tidak puas dengan
pernyataan dan pujian al-Qur'an yang jelas menyebutkan "kuntum
khaira ummatin" tetapi dalam realitas empirisnya masyarakat Islam
Yogyakarta terkungkung oleh "rutinitas" dalam menetapkan awal
Ramadan dan Syawal. Pada saat itu, menurut keyakinan dan
tradisi kesultanan untuk menentukan hari Raya menggunakan
Kalender Jawa Islam. Perhitungan hari yang didasarkan atas
Kalender Jawa Islam bersifat "ajeg" karena hanya didasarkan atas
hisab urfi, padahal untuk menentukan hari Raya perhitungannya
didasarkan atas perjalanan bulan yang sesungguhnya, karena itu
menurut pandangan Ahmad Dahlan Kalender Jawa Islam
dianggap tidak relevan dan kurang akurat.31
Mengingat perbedaan antara Kalender Jawa Islam dengan
sistem hisab hakiki akan membawa akibat tentang keabsahan
ibadah; Ahmad Dahlan berusaha memberi penjelasan kepada
Sultan Hamengkubuwono VII bahwa Kalender Jawa Islam untuk
menentukan jatuhnya hari Raya tidak dapat
dipertanggungjawabkan menurut kaidah keilmuan dan ajaran al-
Qur’an, karena menurut perhitungan hisab hakiki hari Raya akan
jatuh tepat pada tanggal 1 Syawal dengan ditandai munculnya
hilal di ufuk sebelah Barat. Dengan demikian tidak tergantung
pada ketentuan hari, bila pada saat akhir Ramadan hilal telah
“kelihatan” maka keesokan harinya kaum muslimin diwajibkan
berlebaran.
Berdasarkan pemahaman keilmuan tersebut; Ahmad Dahlan
berusaha menyampaikan gagasannya kepada Sultan
Hamengkubuwono VII. Menurut tata cara yang berlaku, maka ia
mengajukan pendapatnya kepada Pimpinan Dewan Agama Islam
Hukum Kraton yang dipegang Kanjeng Penghulu Khalil
Kamaludiningrat, dan setelah Sultan berkenan maka Ahmad
Dahlan menghadap Sultan dan diantar oleh Kanjeng Penghulu
yang mempunyai kewajiban untuk hal tersebut karena jabatannya
(ex officio).32 Seusai mendengar penjelasan Ahmad Dahlan, Sri
31 Baca MT. Arifin. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1987), p. 90.
32 Ibid, p. 93.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
143
Sultan, sosok yang dihormati masyarakat, takzim mengucapkan,
berlebaranlah kamu menurut hisab atau rukyat, sedangkan
grebegan tetap bertradisi menurut Kalender Sultan Agung.33
Catatan Akhir
Kalender Jawa Islam atau Kalender Sultan Agung
merupakan hasil "ijtihad" yang luar biasa pada zamannya. Namun
demikian sebagai produk ijtihad Kalender Islam Jawa perlu dikaji
dan ditindaklanjuti agar kalender tersebut sesuai dengan
semangat awal yang diinginkan Sultan Agung dan sesuai pula
dengan tuntutan zaman. Artinya, jika hendak menyikapi
perkembangan ilmu pengetahuan baru secara dinamis, maka
penghargaan terhadap Kalender Jawa Islam seyogyanya bukan
dalam bentuk pelestarian teori itu apa adanya, tetapi
mengembangkannya secara dinamis dan kreatif.
Oleh karena itu, sudah saatnya kraton Yogyakarta sebagai
pewaris kerajaan Islam Mataram memikirkan ulang gagasan
Ahmad Dahlan di atas. Upaya ini dilakukan sebagai langkah
"mikul dhuwur mendhem jero", yaitu melanjutkan ijtihad Sultan
Agung sehingga Kalender Jawa Islam tetap memenuhi tradisi dan
tuntutan syar'i atau dalam konsep ilmiah disebut sebagai continuity
and change. Akhirnya, sebagai penutup di bawah ini penulis
kutipkan Q.S. Az-Zumar ayat 17-18, yang artinya,"sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal".
Wa Allahu a'lam bi as-Sawab.
33 Selengkapnya baca REPUBLIKA, Kamis 31 Januari 2002, p. 17. Baca juga
Andi Ahmad Zaelany.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa Kasus Dusun
Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun
1996.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
144
Daftar Pustaka
Anonim. Encyclopaedia Britannica, London: William Benton
Publisher, 1965, Vol. 5.
Arifin, MT. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I, Jakarta:
Pustaka Jaya, 1987, p. 90.
Azhari, Susiknan. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II,
Jakarta: Ditbinbapera, 1995.
Diponingrat, Moh. Wardan. Ilmu Hisab (Falak) Pendahuluan, cet. I,
Yogyakarta: Toko Pandu, 1992.
DIZER, Muhammad. A Calculation Method for the Visibility Curve of
the New Moon, Kandili Observatory, 1983.
Djamaluddin, T. “Kalender Hijriah, Tuntunan Penyeragaman
Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian
REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8.
E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 – 1936, cet. II, Leiden:
E.J. Brill, 1993.
Esposito, John L. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic
World, cet. I, New York: Oxford University Press, 1995,
Vol. 2.
Faridl, Miftah. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun Islam”, dimuat
dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14.
H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam,
Leiden: E.J. Brill, 1961.
Hidayat, Bambang. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I, Bandung:
ITB, 1995.
Ilyas, Mohammad. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi,
cet. I, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997.
Jannah, Sofwan. Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I,
Yogyakarta: UII Press, 1994.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
145
Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I,
Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992.
M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 –
2077 M, Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981.
M. Sholihat (peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I, Jakarta: Gema
Insani Press, 1994/1414 H.
Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I, Damaskus: Dar
al-Fikr, 1998.
Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II, Beirut: Dar al-
Fikr, 1988.
Netton, Ian Richard. A Popular Dictionary of Islam, London:
Curzon Press, 1992.
Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of
Islam, cet. I, London: Stacey International, 1989.
Noeh, Zaini Ahmad. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal
dan Awal Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)",
disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah Falakiyah Nahdlatul
Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9.
Purwanto. “Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”,
dimuat dalam Risalah, No. 3/XXXI/Juli/1993, p. 19.
Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I, Jakarta: Pustaka
Azet, 1988, Jilid II.
Raharto, Moedji. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat
dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02 /TH. I/ Oktober/
1994, p. 25.
Rizvi, Saiyid Samad. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of
The Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol.
XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48.
Shiddiqi, Nourouzzaman. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
at-Tai, Muhammad Basil. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim, cet. I,
Kairo: Dar an-Nafais, 2003/1424.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
146
Wahid, Basit. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”,
dimuat dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13.
Wisnubroto, Sukardi. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa
dan Wariga, cet. 1, Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999.
Zaelany, Andi Ahmad.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa
Kasus Dusun Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal
Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun 1996.
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam…
Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 42 No. I, 2008
147
Lampiran
Perbandingan Umur Bulan Ramadan
Menurut Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam
(1418 - 1427 H/ 1930 – 1939 Alip)
Tahun Umur Ramadan
No
Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam
1 1418 1930 Jimakir 29 30
2 1419 1931 Alip 30 30
3 1420 1932 Ehe 30 30
4 1421 1933 Jimawal 30 30
5 1422 1934 Ze 30 30
6 1423 1935 Dal 29 30
7 1424 1936 Be 29 30
8 1425 1937 Wawu 30 30
9 1426 1938 Jimakir 29 30
10 1427 1939 Alip 29 30
Perbandingan Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam
Tahun 1428 H/1940 Ehe
Nama Bulan Awal Bulan Umur
No
Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam Hijriah Jw. Islam
1 Muharam Suro Sabtu, 20 Jan 07 Sabtu, 20 Jan 07 30 30
2 Safar Sapar Senin, 19 Feb 07 Senin, 19 Feb 07 29 29
3 R. Awal Mulud Selasa, 20 Mar 07 Selasa, 20 Mar 07 30 30
4 R. Akhir Bakdomulud Kamis, 19 Apr 07 Kamis, 19 Apr 07 29 29
5 J. Awal Jumadilawal Jum'at, 18 Mei 07 Jum'at, 18 Mei 07 29 30
6 J. Akhir Jumadilakhir Sabtu, 16 Jun 07 Ahad, 17 Jun 07 30 29
7 Rajab Rejeb Senin, 16 Jul 07 Senin, 16 Jul 07 29 30
8 Syakban Ruwah Selasa, 15 Agt 07 Rabu, 15 Agt 07 30 29
9 Ramadan Poso Kamis, 13 Sept 07 Kamis, 13 Sept 07 29 30
10 Syawal Sawal Jum'at, 12 Okt 07 Sabtu, 13 Okt 07 30 29
11 Zulkaidah Selo Ahad, 11 Nov 07 Ahad, 11 Nov 07 30 30
12 Zulhijah Besar Selasa, 11 Des 07 Selasa, 11 Des 07 30 30
Total 355 355
0 komentar:
Posting Komentar