Faris Pasha Firdaus ( Janatun Firdaus )

Jumat, 14 Oktober 2011

Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i

Abstrak: Tulisan ini menjelaskan tentang Kalender Jawa Islam yang merupakan hasil ijtihad Sultan Agung yang luar biasa di zamannya. Namun demikian sebagai produk ijtihad Kalender Islam Jawa perlu dikaji dan ditindaklanjuti agar kalender tersebut sesuai dengan semangat awal yang diinginkan Sultan Agung dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Artinya, jika hendak menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan baru secara dinamis, maka penghargaan terhadap Kalender Jawa Islam seyogyanya bukan dalam bentuk pelestarian teori itu apa adanya, tetapi mengembangkannya secara dinamis dan kreatif. Kata kunci: kalender, Jawa-Islam, tradisi Pendahuluan Kalender adalah sistem pengorganisasian satuan-satuan waktu, untuk tujuan penandaan serta penghitungan waktu dalam jangka panjang. Kalender berkaitan erat dengan peradaban manusia, karena berperan penting dalam penentuan waktu berburu, bertani, bermigrasi, peribadatan, dan perayaan-perayaan. Peran penting ini sangat dirasakan oleh umat manusia dari dulu hingga kini. Dalam Encyclopaedia Britannica disebutkan bahwa sistem kalender yang berkembang di dunia sejak zaman kuno sampai era modern yaitu: (1) Kalender Sistem Primitif (Primitive Calendar Systems), (2) Kalender Barat (Western Calendar),1 (3) Kalender Cina (Chinese Calendar), (4) Kalender Mesir (Egyptian Calendar), (5) Kalender Hindia (Hindia Calendar), (6) Kalender Babilonia (Babylonia Calendar), (7) Kalender Yahudi (Jewish Calendar), (8) Kalender Yunani (Greek Calendar), (9) Kalender Islam (Islamic * Dosen Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ** Dosen Fakultas Syari'ah Universiti Kebangsaan Malaysia 1 Kalender Barat ini meliputi: (1) Kalender Romawi, (2) Kalender Julian, (3) Kalender Gregorius, dan (4) Kalender Perpertual. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 132 Calendar), dan (10) Kalender Amerika Tengah (Middle American Calendar).2 Kesepuluh sistem kalender di atas memiliki sistem dan cara-cara yang berbeda dalam menentukan penanggalan serta mempunyai aturan-aturan tersendiri pula. Ada sistem kalender yang mempertahankan panjang tahun sedekat mungkin dengan kala edar bumi mengelilingi matahari (tahun tropis). Contoh kalender jenis ini adalah Kalender syamsiah, seperti Kalender Saka, Kalender Julian, dan Kalender Gregorian. Ada pula sistem kalender yang acuan perhitungannya didasarkan atas pergerakan bulan. Contoh jenis ini adalah Kalender Hijriah. Dalam tulisan ini yang akan menjadi fokus kajian adalah Kalender Jawa Islam (Kalender Sultan Agung) yang merupakan perpaduan antara Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Konstruksi Metodologis Kalender Saka dan Kalender Hijriah Memperhatikan aneka macam kalender yang berkembang, kiranya perlu direkonstruksi nilai historis-metodologis Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Hal ini sangat penting agar pemikiran Kalender Jawa Islam yang dianggap sebagai karya monumental Sultan Agung3 dapat dikaji secara komprehensif. Oleh karena itu pada bagian ini akan dikemukakan sekitar Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Kalender Saka tidak banyak diketahui penjelasannya. Menurut Kamajaya,4 Kalender Saka dimulai pada tanggal 15 2 Anonim. Encyclopaedia Britannica, (London: William Benton Publisher, 1965), Vol. 5, p. 611. 3 Dalam sebuah naskah karangan Ronggowarsito yang berjudul Serat Widya Praddana, disebutkan bahwa pengarang sistem Kalender Jawa Islam adalah Sunan Giri II zaman kesultanan Demak pada tahun 931 H atau 1443 caka, kemudian Sultan Agung raja Mataram mendekritkan sistem itu sebagai penanggalan administrasi negaranya pada tahun 1555. Selengkapnya baca Zaini Ahmad Noeh. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal dan Awal Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)", disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9. 4 Lihat Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I, (Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992), p. 8-9. Lihat juga Sukardi Wisnubroto. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 133 Maret 78 Masehi. Perhitungannya menggungakan solar system, nama dan umur bulan sebagai berikut. No Nama Konversi Jumlah 1 Srawana 12 Juli – 12 Agustus 32 2 Bhadra 13 Agustus – 10 September 29 3 Asuji 11 September – 11 Okt 31 4 Kartika 12 Oktober – 10 Novemeber 30 5 Posya 11 November – 12 Desember 32 6 Margasirsa 13 Desember – 10 Januari 29 7 Magha 11 Januari – 11 Februari 32 8 Phalguna 12 Februari – 11 Maret 29 9 Cetra 12 Maret – 11 April 31 10 Wesakha 12 April – 11 Mei 30 11 Jyesta 12 Mei – 12 Juni 32 12 Asadha 13 Juni – 11 Juli 29 Total 366 Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan Kalender Saka dan Kalender Hijriah secara bersama-sama. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17 Masehi. Selanjutnya, Kalender Hijriah adalah kalender yang terdiri dua belas bulan kamariah; setiap bulan berlangsung sejak penampakan pertama bulan sabit hingga penampakkan berikutnya (29 hari atau 30 hari),5 sementara itu Leksikon Islam menyebutkan bahwa Kalender Hijriah (Tarikh Hijriah) adalah penanggalan Islam yang dimulai dengan peristiwa hijrah Rasulullah.6 Moedji Raharto dalam artikelnya yang berjudul “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam” menjelaskan bahwa sistem Kalender Hijriah atau Penanggalan Islam adalah sebuah sistem kalender yang tidak memerlukan pemikiran koreksi, karena betulbetul mengandalkan fenomena fase bulan;7 dalam bahasa T. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan Wariga, cet. 1, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999), p. 13. 5 Ibid. Lihat juga John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, cet. I (New York: Oxford University Press, 1995), Vol. 2, p. 301. 6 Baca Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I (Jakarta: Pustaka Azet, 1988), Jilid II, p. 711. 7 Baca Moedji Raharto. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02/TH. I/Oktober/1994, p. 25. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 134 Djamaluddin, Kalender Kamariah merupakan kalender yang paling sederhana yang mudah dibaca di alam. Awal bulan ditandai oleh penampakan hilal (visibilitas hilal) sesudah matahari terbenam (maghrib).8 Seorang tokoh dari Yogyakarta, H. Basit Wahid, yang menaruh perhatian terhadap Kalender Hijriah menyatakan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender yang didasarkan pada sistem kamariah semata. Satu tahun ditetapkan berjumlah 12 bulan, sedang perhitungan bulan dilakukan berdasarkan fase-fase bulan atau manazilnya.9 Muhammad Basil at-Tai dalam bukunya yang berjudul "Ilmu Falak wa at-Taqawim" menyatakan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender kamariah yang mulai digunakan pada masa khalifah Umar bin Khattab dengan mendasarkan pada hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah.10 Sementara itu Mohammad Ilyas yang dianggap sebagai penggagas Kalender Islam Internasional menjelaskan, Kalender Hijriah atau Kalender Islam adalah kalender yang berdasar atas perhitungan kemungkinan hilal atau bulan sabit terlihat pertama kali dari sebuah tempat pada suatu negara.11 Dengan kata lain yang menjadi dasar Kalender Hijriah adalah visibilitas hilal di suatu negara. Dari rumusan-rumusan di atas juga dapat diperoleh keterangan bahwa pada mulanya yang menjadi patokan Kalender Hijriah adalah hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah dan 8 Uraian selengkapnya lihat T. Djamaluddin. “Kalender Hijriah, Tuntunan Penyeragaman Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8. 9 Baca Basit Wahid. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”, dimuat dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13. Baca juga Purwanto. “Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”, dimuat dalam Risalah, No. 3/XXXI/Juli/1993, p. 19. Bandingkan juga Ian Richard Netton. A Popular Dictionary of Islam,(London: Curzon Press, 1992), p. 61. 10 Selengkapnya baca Muhammad Basil at-Tai. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim, cet. I (Kairo: Dar an-Nafais, 2003/ 1424), p. 248. Baca juga Ali Hasan Musa. At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), p. 121-126. 11 Baca Mohammad Ilyas. A Modern Guide to Astronomical, p. 58-59. Baca pula Mohammad Ilyas. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, cet. I (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997), p. 40-42. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 135 penampakan hilal bukan hisab atau rukyat. Namun, bila penampakan hilal menjadi standar dan diaplikasikan di wilayah Indonesia akan menemukan kesulitan karena fenomena alam yang tidak mendukung, maka diperlukan paradigma baru Kalender Hijriah. Dalam penyusunan Kalender Hijriah, dikenal dua sistem hisab, yaitu hisab urfi (istilahi) dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.12 Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun Kalender Islam abadi.13 Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun 16 H atau 18 H. Akan tetapi yang lebih masyhur tahun 17 H.14 Sistem hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan kamariah untuk pelaksanaan ibadah (seperti awal dan akhir Ramadan) karena menurut sistem ini umur bulan Syakban 12 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II (Jakarta: Ditbinbapera, 1995), p. 7. Lihat juga Moh. Wardan Diponingrat. Ilmu Hisab (Falak) Pendahuluan, cet. I (Yogyakarta: Toko Pandu, 1992), p. 4. M. Sholihat (peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1994/1414 H), p. 80. 13 Penjelasan selengkapnya tentang alasan mengapa Umar bin Khattab ra menetapkan peristiwa hijrah sebagai landasan hitungan baca Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), p. 81 – 86. Lihat pula Miftah Faridl. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun Islam”, dimuat dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14. Bandingkan pula John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, II, p. 111 dan 301-303. 14 H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill, 1961), p. 139. Lihat pula E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 – 1936, cet. II (Leiden: E.J. Brill, 1993), Vol. III, p. 302 – 303. Bandingkan pula dengan Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of Islam, cet. I (London: Stacey International, 1989), p. 456. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 136 dan Ramadan adalah tetap, yaitu 29 hari untuk Syakban dan 30 hari untuk Ramadan. Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam hisab urfi adalah (a) awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M berdasarkan hisab atau hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 berdasarkan rukyat; (b) satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun; (c) dalam satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair:15 ßÝ ÇáÎáíá ßÝå ÏíÇ äå * Úä ßá Îá ÍÈå ÝÕÇäå Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Sebagai contoh tahun 1417 H mempunyai bilangan tahun 7 (1417: 30 = 47 daur sisa 7 tahun), jadi tahun 1417 H adalah tahun kabisat;16 (d) penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah; (e) bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi genap 30 hari); dan (f) panjang periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,530588817 hari selama 30 tahun 15 Departemen Agama RI. Almanak Hisab Rukyat, p. 43. 16 Bandingkan dengan G.S.P. Freeman Grenville. The Muslim and Christian Calendars, p. 59. 17 Menurut Sayyid Samad Rizvi dalam Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni disebutkan bahwa periode sinodis bulan rata-rata adalah 29,5305555 hari; terjadi selisih 0,000333 hari setiap bulan. Selisih ini menurut Saiyid Samad Rizvi tidak begitu berarti karena baru selama 2500 tahun akan selisih 1 hari antara Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni dan Kalender Hijriah yang mendasarkan teori astronomi modern. Uraian selengkapnya baca Saiyid Samad Rizvi. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of The Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 137 adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204).18 Nama-nama19 dan Panjang Bulan Hijriah dalam Hisab Urfi No Nama Panjang No Nama Panjang 1 Muharam 30 hari 2 Safar 29 hari 3 R. awal 30 hari 4 R. akhir 29 hari 5 Jum. awal 30 hari 6 Jum. akhir 29 hari 7 Rajab 30 hari 8 Syakban 29 hari 9 Ramadan 30 hari 10 Syawal 29 hari 11 Zulkaidah 30 hari 12 Zulhijah 29/30 hari Patut dicatat hisab urfi tidak hanya dipakai di Indonesia melainkan sudah digunakan di seluruh dunia Islam dalam masa yang sangat panjang.20 Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat digunakan untuk keperluan penentuan waktu ibadah (awal Ramadan, awal Syawal, dan awal Zulhijah). Penyebabnya karena perata-rataan peredaran bulan tidaklah tepat sesuai dengan penampakan hilal (newmoon) pada awal bulan. 18 M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 – 2077 M, (Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981). Lihat juga Sofwan Jannah. Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I (Yogyakarta: UII Press, 1994), p. 4 – 5. Bandingkan pula Bambang Hidayat. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I (Bandung: ITB, 1995), p. 42. 19 Menurut al-Biruni sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan Musa bahwa namanama bulan dalam Kalender Kamariah mulai dikenalkan sejak tahun 412 M. Nama-nama bulan Kamariah tersebut berubah-ubah selama empat kali sampai yang kini dipakai oleh umat Islam. Dalam uraiannya, Ali Hasan Musa menyatakan bahwa nama-nama bulan kamariah yang berkembang sekarang mulai digunakan sejak akhir abad V Masehi. Selengkapnya baca Ali Hasan Musa. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), p. 186. 20 Pada umumnya hisab urfi digunakan dalam pembuatan Kalender Hijriah yang berkaitan dengan persoalan administrasi, seperti Kalender Hijriah yang dikeluarkan oleh Ummul Qura' Kerajaan Saudi Arabia. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 138 Selanjutnya, hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya.21 Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. Artinya boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut hisab urfi. Dalam wilayah praktisnya, sistem ini mempergunakan data-data astronomis dan gerakan bulan dan bumi serta menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry).22 Ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan kamariah dengan menggunakan sistem hisab hakiki. Paling tidak, ada dua aliran besar, yaitu aliran yang berpegang pada Ijtimak23 21 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, p. 8. Sementara itu Purwanto mendefinisikan hisab hakiki adalah sistem penanggalan dengan prinsip bahwa awal bulan sudah masuk jika hilal pada maghrib diperhitungkan ada di atas ufuk (horizon). Lihat Purwanto. Visibilitas Hilal sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam, (Bandung: Skripsi Jurusan Astronomi ITB, 1992), p. 12. Bandingkan pula dengan definisi Muhammad Wardan. Hisab Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: tp, 1957), p. 32. 22 Perlu dicatat bahwa pada sistem hisab hakiki perhitungannya menggunakan dua metode, yaitu taqribi dan tahqiqi. Taqribi mirip dengan cara kalender (urfi) dalam skala yang lebih kecil yaitu dengan menggunakan data rata-rata waktu ijtimak pada suatu tahun qamariah. Selanjutnya koreksi dilakukan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Jadi sistem ini menggunakan hitungan sederhana (penambahan atau pengurangan koreksi). Metode ini tidak memperhitungan posisi pengamat, bulan, dan matahari. Oleh karena itu, ia tidak memerlukan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry). Secara fisik, metode taqribi menggunakan ilmu astronomi Ptolomeus yang masih menganut prinsip geosentrisme. Sementara itu metode tahqiqi berpegang pada prinsip heliosentrime dengan memperhitungkan ketinggian hilal, posisi pengamat dan pembiasan di atmosfer dengan menggunakan kaidah-kaidah astronomi mutakhir. Lihat M. Sholihat (peny.).. Rukyah dengan Teknologi, p. 18. 23 Ijtimak adalah suatu peristiwa saat bulan dan matahari terletak pada posisi garis bujur yang sama, bila dilihat dari arah timur ataupun barat. Sebenarnya bila diteliti, ternyata jarak antara kedua benda planet itu berkisar sekitar 50 derajat. Dalam keadaan ijtimak pada hakekatnya masih ada bagian bulan yang mendapat pantulan dari matahari, yaitu bagian yang menghadap bumi. Namun kadangkala, karena tipisnya, hal ini tidak dapat dilihat dari bumi, karena bulan Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 139 semata (Ijtima' qabla al-Ghurub24, Ijtima' qabla al-Fajr25, Ijtima' dan Tengah Malam) dan aliran yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk (Ijtimak dan Ufuk Hakiki, Ijtimak dan Ufuk Hissi, Ijtimak dan Imkanur Rukyat26) . Kalender Sultan Agung: Sebuah Model Integrasi Keilmuan Pada masa Sultan Agung kalender (penanggalan) merupakan bagian penting dari kehidupan negara. Hampir semua yang sedang ijtimak itu “berdekatan” letaknya dengan matahari. Kondisi ini dipengaruhi oleh peredaran masing-masing planet pada orbitnya. Bumi dan bulan beredar pada porosnya dari arah barat ke arah timur. Perhatikan Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 2, p. 676. 24 Aliran ini menetapkan bahwa pergantian hari atau tanggal terjadi pada saat terbenam matahari. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surah Yasin ayat 40. Para ahli hisab memahami bahwa ungkapan wa la al-Laylu sabiqu an-Nahar menunjukkan bahwa permulaan hari atau tanggal adalah saat terbenam matahari, yakni saat bergantinya siang menjadi malam. Pendapat para ahli hisab ini diperkuat juga dengan praktek rukyat yang dilakukan oleh para sahabat pada masa Rasulullah saw. Mereka melakukan rukyat pada saat menjelang terbenam matahari. Ini menunjukkan bahwa pergantian hari atau tanggal adalah pada saat terbenam matahari. Lihat Tim Majelis Tarjih. “Fatwa Agama”, dalam Suara Muhammadiyah, No. 23. Tahun ke 81 (1-15 Des 1996), p. 22. 25 Salah seorang tokoh Muhammadiyah yang berpegang pada teori ini adalah H. Djindar Tamimy. Penjelasan selengkapnya baca Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), p. 106- 107. 26 Untuk mengetahui perkembangan teori imkanur rukyat dapat dibaca artikelartikel, seperti Muhammad DIZER. A Calculation Method for the Visibility Curve of the New Moon, (Kandili Observatory, 1983), p. 8, M. Ilyas. "Limiting altitude separation in the new Moon's first Visibility Criterian", dimuat dalam Astronomy and Astrophysics, 206, (1988), p. 133-135, E.S. Kennedy dan M. Janjanian." The Crescent Visibility table in Al-Khawarizmi's Zij", dimuat dalam Centaurus, 11, 1965, p. 73-78, David A. King."Ibn Yunus on Lunar Crescent Visibility", dimuat dalam Journal for the History of Astronomy, 19, 1988, p. 155-168, John A.R. Caldwell dan C. David Laney."First Visibility of the Lunar Crescent", dimuat dalam African Skies/ Cieux Africains, No. 5, Januari 2001, p. 15-23, dan Sayyid Samad Husain Rizvi."Al-Biruni's Criterion for the Visibility of the Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/ Number I/ Spring 1991, p. 43-51. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 140 perikehidupan masyarakat Jawa saat itu, khususnya tata laku budaya, berpatok kuat pada sistem kalender. Sebelum kedatangan Islam, telah berkembang penanggalan yang bersandar pada Kalender Saka – yang berasal dari sistem penanggalan Hindu – Buddha.27 Sementara agama Islam membawa kalender baru (hijriah) yang mendasarkan pada sistem kamariah. Melalui ijtihad kreatifnya, Sultan Agung mengintegrasikan dua kalender tersebut dengan semangat memadukan tradisi dan tuntutan syar'i.28 Caranya bilangan tahun Saka yang sedang berlangsung dilanjutkan sebagai titik awal perhitungan Kalender Sultan Agung, sedang umur bulan mengacu pada sistem perhitungan Kalender Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul Mafakhir Abdul Kadir (1596-1651) dari Banten.29 Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kalender Sultan Agung adalah (a) 1 Suro tahun Alip 1555 bertepatan dengan hari Jum'at legi tanggal 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M, (b) satu periode (windu) membutuhkan waktu 8 tahun, (c) dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang/wuntu (355 hari) dan 5 tahun pendek/wastu (354 hari), (d) Kurup Jamngiyah Kurup Kamsiyah No. Nama Tahun Umur (hari) Umur (hari) 1 Alip 354 354 2 Ehe 355 355 3 Jimawal 354 354 4 Je 354 355 5 Dal 355 354 6 Be 354 354 7 Wawu 354 354 27 Selengkapnya baca Agus Wibowo. "Kalender Hijriah; Strategi Kebudayaan Sultan Agung", dimuat dalam harian Joglo Semar, 11 Januari 2008. 28 Salah satu sebab Sultan Agung mengintrodusir Kalender Jawa Islam, agar hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang dirayakan di Kraton Mataram dengan sebutan "grebeg" dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal yang tepat sesuai ketentuan dalam Kalender Hijriah. Lihat Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa……, p. 16. 29 Baca Irfan Anshory. "Mengenal Kalender Hijriah", p. 3. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 141 8 Jimakir 355 355 bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulanbulan genap umurnya 29 hari (kecuali bulan Besar pada tahun Wuntu ditambah satu hari menjadi genap 30 hari), (e) hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) tetap dipertahankan, dan (f) setiap 120 tahun terjadi pergantian kurup. Kalender Sultan Agung hingga kini masih digunakan oleh masyarakat Jawa, khususnya Kraton Yogyakarta. Patut dicatat, jika diperhatikan kontruksi metodologis Kalender Sultan Agung dan semangat yang melatarbelakangi lahirnya Kalender Sultan Agung maka perlu adanya kajian ulang secara komprehensif agar Kalender Sultan Agung sesuai tradisi yang berkembang dan tidak bertentangan dengan tuntutan syar'i. Nama-nama dan Panjang Bulan Kalender Sultan Agung No Nama Panjang No Nama Panjang 1 Suro 30 hari 2 Sapar 29 hari 3 Mulud 30 hari 4 Bakdomulud 29 hari 5 Jum. Awal 30 hari 6 Jum. Akhir 29 hari 7 Rejeb 30 hari 8 Ruwah 29 hari 9 Poso 30 hari 10 Sawal 29 hari 11 Selo 30 hari 12 Besar 29/30 hari Dalam realitasnya, Kalender Sultan Agung sering berbeda dengan Kalender Hijriah.30 Perbedaan ini terjadi karena Kalender Sultan Agung menggunakan hisab urfi. Padahal di dalam perjalanannya hisab urfi tidak dapat digunakan untuk persoalanpersoalan yang berkaitan dengan ibadah. Bukti kongkretnya, puasa Ramadan jika menggunakan hisab urfi maka umurnya 30 hari selamanya. Sementara itu, menurut riwayat Rasulullah saw. berpuasa Ramadan selama 29 hari atau 30 hari. 30 Sebagaimana yang terjadi dalam menentukan Idul Fitri 2006 dan 2007 yang lalu. Menurut Kalender Hijriah Idul Fitri 2006 jatuh pada hari Senin, 23 Oktober 2006, sedangkan pada Kalender Jawa Islam jatuh pada hari Selasa, 24 Oktober 2006. Selengkapnya lihat lampiran. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 142 Melihat kenyataan ini, Ahmad Dahlan tidak puas dengan pernyataan dan pujian al-Qur'an yang jelas menyebutkan "kuntum khaira ummatin" tetapi dalam realitas empirisnya masyarakat Islam Yogyakarta terkungkung oleh "rutinitas" dalam menetapkan awal Ramadan dan Syawal. Pada saat itu, menurut keyakinan dan tradisi kesultanan untuk menentukan hari Raya menggunakan Kalender Jawa Islam. Perhitungan hari yang didasarkan atas Kalender Jawa Islam bersifat "ajeg" karena hanya didasarkan atas hisab urfi, padahal untuk menentukan hari Raya perhitungannya didasarkan atas perjalanan bulan yang sesungguhnya, karena itu menurut pandangan Ahmad Dahlan Kalender Jawa Islam dianggap tidak relevan dan kurang akurat.31 Mengingat perbedaan antara Kalender Jawa Islam dengan sistem hisab hakiki akan membawa akibat tentang keabsahan ibadah; Ahmad Dahlan berusaha memberi penjelasan kepada Sultan Hamengkubuwono VII bahwa Kalender Jawa Islam untuk menentukan jatuhnya hari Raya tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut kaidah keilmuan dan ajaran al- Qur’an, karena menurut perhitungan hisab hakiki hari Raya akan jatuh tepat pada tanggal 1 Syawal dengan ditandai munculnya hilal di ufuk sebelah Barat. Dengan demikian tidak tergantung pada ketentuan hari, bila pada saat akhir Ramadan hilal telah “kelihatan” maka keesokan harinya kaum muslimin diwajibkan berlebaran. Berdasarkan pemahaman keilmuan tersebut; Ahmad Dahlan berusaha menyampaikan gagasannya kepada Sultan Hamengkubuwono VII. Menurut tata cara yang berlaku, maka ia mengajukan pendapatnya kepada Pimpinan Dewan Agama Islam Hukum Kraton yang dipegang Kanjeng Penghulu Khalil Kamaludiningrat, dan setelah Sultan berkenan maka Ahmad Dahlan menghadap Sultan dan diantar oleh Kanjeng Penghulu yang mempunyai kewajiban untuk hal tersebut karena jabatannya (ex officio).32 Seusai mendengar penjelasan Ahmad Dahlan, Sri 31 Baca MT. Arifin. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987), p. 90. 32 Ibid, p. 93. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 143 Sultan, sosok yang dihormati masyarakat, takzim mengucapkan, berlebaranlah kamu menurut hisab atau rukyat, sedangkan grebegan tetap bertradisi menurut Kalender Sultan Agung.33 Catatan Akhir Kalender Jawa Islam atau Kalender Sultan Agung merupakan hasil "ijtihad" yang luar biasa pada zamannya. Namun demikian sebagai produk ijtihad Kalender Islam Jawa perlu dikaji dan ditindaklanjuti agar kalender tersebut sesuai dengan semangat awal yang diinginkan Sultan Agung dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Artinya, jika hendak menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan baru secara dinamis, maka penghargaan terhadap Kalender Jawa Islam seyogyanya bukan dalam bentuk pelestarian teori itu apa adanya, tetapi mengembangkannya secara dinamis dan kreatif. Oleh karena itu, sudah saatnya kraton Yogyakarta sebagai pewaris kerajaan Islam Mataram memikirkan ulang gagasan Ahmad Dahlan di atas. Upaya ini dilakukan sebagai langkah "mikul dhuwur mendhem jero", yaitu melanjutkan ijtihad Sultan Agung sehingga Kalender Jawa Islam tetap memenuhi tradisi dan tuntutan syar'i atau dalam konsep ilmiah disebut sebagai continuity and change. Akhirnya, sebagai penutup di bawah ini penulis kutipkan Q.S. Az-Zumar ayat 17-18, yang artinya,"sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal". Wa Allahu a'lam bi as-Sawab. 33 Selengkapnya baca REPUBLIKA, Kamis 31 Januari 2002, p. 17. Baca juga Andi Ahmad Zaelany.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa Kasus Dusun Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun 1996. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 144 Daftar Pustaka Anonim. Encyclopaedia Britannica, London: William Benton Publisher, 1965, Vol. 5. Arifin, MT. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I, Jakarta: Pustaka Jaya, 1987, p. 90. Azhari, Susiknan. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II, Jakarta: Ditbinbapera, 1995. Diponingrat, Moh. Wardan. Ilmu Hisab (Falak) Pendahuluan, cet. I, Yogyakarta: Toko Pandu, 1992. DIZER, Muhammad. A Calculation Method for the Visibility Curve of the New Moon, Kandili Observatory, 1983. Djamaluddin, T. “Kalender Hijriah, Tuntunan Penyeragaman Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8. E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 – 1936, cet. II, Leiden: E.J. Brill, 1993. Esposito, John L. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, cet. I, New York: Oxford University Press, 1995, Vol. 2. Faridl, Miftah. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun Islam”, dimuat dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14. H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1961. Hidayat, Bambang. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I, Bandung: ITB, 1995. Ilyas, Mohammad. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, cet. I, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997. Jannah, Sofwan. Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I, Yogyakarta: UII Press, 1994. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 145 Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I, Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992. M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 – 2077 M, Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981. M. Sholihat (peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1994/1414 H. Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I, Damaskus: Dar al-Fikr, 1998. Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II, Beirut: Dar al- Fikr, 1988. Netton, Ian Richard. A Popular Dictionary of Islam, London: Curzon Press, 1992. Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of Islam, cet. I, London: Stacey International, 1989. Noeh, Zaini Ahmad. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal dan Awal Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)", disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9. Purwanto. “Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”, dimuat dalam Risalah, No. 3/XXXI/Juli/1993, p. 19. Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I, Jakarta: Pustaka Azet, 1988, Jilid II. Raharto, Moedji. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02 /TH. I/ Oktober/ 1994, p. 25. Rizvi, Saiyid Samad. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of The Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48. Shiddiqi, Nourouzzaman. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. at-Tai, Muhammad Basil. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim, cet. I, Kairo: Dar an-Nafais, 2003/1424. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 146 Wahid, Basit. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”, dimuat dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13. Wisnubroto, Sukardi. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan Wariga, cet. 1, Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999. Zaelany, Andi Ahmad.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa Kasus Dusun Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun 1996. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 147 Lampiran Perbandingan Umur Bulan Ramadan Menurut Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam (1418 - 1427 H/ 1930 – 1939 Alip) Tahun Umur Ramadan No Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam 1 1418 1930 Jimakir 29 30 2 1419 1931 Alip 30 30 3 1420 1932 Ehe 30 30 4 1421 1933 Jimawal 30 30 5 1422 1934 Ze 30 30 6 1423 1935 Dal 29 30 7 1424 1936 Be 29 30 8 1425 1937 Wawu 30 30 9 1426 1938 Jimakir 29 30 10 1427 1939 Alip 29 30 Perbandingan Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam Tahun 1428 H/1940 Ehe Nama Bulan Awal Bulan Umur No Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam Hijriah Jw. Islam 1 Muharam Suro Sabtu, 20 Jan 07 Sabtu, 20 Jan 07 30 30 2 Safar Sapar Senin, 19 Feb 07 Senin, 19 Feb 07 29 29 3 R. Awal Mulud Selasa, 20 Mar 07 Selasa, 20 Mar 07 30 30 4 R. Akhir Bakdomulud Kamis, 19 Apr 07 Kamis, 19 Apr 07 29 29 5 J. Awal Jumadilawal Jum'at, 18 Mei 07 Jum'at, 18 Mei 07 29 30 6 J. Akhir Jumadilakhir Sabtu, 16 Jun 07 Ahad, 17 Jun 07 30 29 7 Rajab Rejeb Senin, 16 Jul 07 Senin, 16 Jul 07 29 30 8 Syakban Ruwah Selasa, 15 Agt 07 Rabu, 15 Agt 07 30 29 9 Ramadan Poso Kamis, 13 Sept 07 Kamis, 13 Sept 07 29 30 10 Syawal Sawal Jum'at, 12 Okt 07 Sabtu, 13 Okt 07 30 29 11 Zulkaidah Selo Ahad, 11 Nov 07 Ahad, 11 Nov 07 30 30 12 Zulhijah Besar Selasa, 11 Des 07 Selasa, 11 Des 07 30 30 Total 355 355

0 komentar:

Posting Komentar