Faris Pasha Firdaus ( Janatun Firdaus )

Jumat, 14 Oktober 2011

Ilmu Falak ( Hisab & Rukyah )

ILMU HISAB/FALAK 
Hisab berasal dari bahasa arab yang berarti menghitung sedangkan Falak artinya tempat jalannya bintang (garis edar benda-benda langit). Ilmu hisab/falak disebut juga Astronomi, dari bahasa Yunani ( astro=bintang ; nomos=ilmu ) yakni ilmu perbintangan. Ilmu falak/ilmu hisab atau kita sebut hisab saja adalah salah satu ilmu yang mempelajari perhitungan gerak benda-benda langit berdasarkan garis edarnya.

Benda-benda langit yang dimaksud adalah matahari, bulan, planet dan lain-lainnya. Ilmu hisab yang akan kita bahas disini hanya sebatas ilmu hisab yang berhubungn dengan Ibadah-ibadah syar'I, yakni sekitar perjalanan matahari dan bulan yang notabene berhubungan dengan waktu sholat fardlu, penentuan arah qiblat, sholat gerhana serta awal bulan qomariyah.

ILMU NUJUM

Sedangkan Ilmu Nujum atau disebut juga Astrologi adalah ilmu tradisi yang mempelajari tentang hubungan kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan, planet maupun bintang. Ilmu nujum sudah berkembang sejak sekitar 4000 tahun yang lalu dimulai dari Mesopotania sebuah negeri di Timur Tengah lalu berkembang ke Eropa, Amerika serta Asia Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka astrologi pun turut berkembang.

Pada awalnya astrologi dan astronomi merupakan satu kesatuan ilmu, namun pada abad 17 astrologi mulai dipisahkan dari astronomi dikarenakan metode yang digunakan para astrolog tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, bahkan di Barat astrologi tidak hanya mendapat perlawanan dari para ilmuwan tapi juga Gereja karena dianggap melanggar ajaran agama.

HUKUM MEMPELAJARI ILMU HISAB

Ilmu hisab erat kaitannya dengan ibadah-ibadah syar'iyah seperti sholat, zakat, puasa, haji. Dengan ilmu hisab kita bisa menentukan arah qiblat, mengetahui hak waris jika diantara pewaris dan ahli waris meninggal dalam waktu yang hampir sama.

Bagaimana hukumnya mempelajari ilmu hisab?

1. Wajib jika ilmu hisab tersebut berhubungan dengan waktu-waktu sholat, arah qiblat, jatuh temponya zakat serta awal bulan. Fardlu ain jika tidak ada yang menguasi ilmu hisab dan fardlu kifayah jika diantara kita sudah ada yang bisa ilmu hisab.

2. Sunnah jika berhubungan dengan cuaca buruk, baik di darat maupun di lautan. 3. Haram jika bersifat ramalan semata seperti meramal nasib seseorang, meramal akan datangnya hujan atau angin puyuh dengan tanpa sebab-sebab yang ilmiyah. Apabila memprediksi datangnya hujan berdasarkan adanya tanda-tanda seperti mendung dan lainnya-lainnya maka tidak haram.

TOKOH-TOKOH ILMU FALAK ISLAM

Tokoh ilmu falak Islam yang termasyhur adalah : 
1. Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al- Khawarizmi (770-840 M) atau yang dikenal dengan sebutan Al Khawarizmi. Ilmuwan yang berjasa besar dalam memajukan ilmu pengetahuan ini lahir di Khawarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (kini Uzbekistan) pada tahun 770 M. Kedua orang tuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak), ketika ia masih kecil. Al-Khawarizmi hidup di masa kekhalifahan bani Abbasiyah, yakni Al Makmun, yang memerintah pada 813- 833 M. Dialah yang memplopori pembuatan Rubu' al-Mujayyab yang dikembangkan oleh Ibnu Shatir dari Syiria (abad ke 11)

2. Abdurrahman Ibnu Abu Al- Hussin Al Sufi (Ibnu Sufi)
3. Abu Yousouf Yaqub Ibnu Ishaq al-Kindi (Al Kindi)
4. Abu Abdallah Mohammad Ibnu Jabir Ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani (Al-Battani), Abu Abdallah Mohammad Ibnu As-Syarif Al-Idrisi (Al-Idrisi), Mohammad Taragay ibnu Shah Rukh as-Samarqondi (Ulugh Beg) dsb.

Read more »

Sejarah Perkembangan Astronomy Islam

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penciptaan manusia sebagaimana diterangkan oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Al Baqarah : 30-34 menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berpotensi mengetahui, memahami tentang apapun yang ada di alam semesta. Keberadaan benda-benda di bumi dan di langit memiliki daya tarik bagi manusia. Daya tarik yang bervariasi itulah yang menumbuhkan curiousity manusia untuk mengkaji dan menggali lebih dalam dan jauh lagi tentang alam. Pemahaman manusia akan alam semesta semakin bertambah seiring dengan perkembangan pemikiran manusia serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dulu manusia mengira posisi bumi kita begitu istimewa, sebagai pusat alam semesta, dan sebagai pusat perputaran seluruh benda-benda langit. Bumi diletakkan sebagai pusat penciptaan. Namun kini kita ketahui bahwa bumi hanyalah sebuah planet biasa yang mengitari sebuah bintang biasa yang kita namakan matahari. Matahari hanyalah salah satu anggota dari sebuah sistem bintang-bintang yang kita namakan galaksi Bima Sakti. Posisi matahari hanyalah di pinggiran dari galaksi Bima Sakti. Bahkan kini kita ketahui bahwa galaksi Bima Sakti hanyalah salah satu dari milyaran galaksi-galaksi yang bertebaran di seluruh penjuru langit. Kajian keilmuan tentang langit seisinya semakin digemari untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan ada banyak hal yang belum ditemukan. Bahkan belum diketahui keberadaanya. Tetapi sekali lagi karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan semakin banyak pula hal-hal baru yang ditemukan. 2. Rumusan masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka sangat perlu adanya rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian astronomi? 2. Bagaimana perkembangan ilmu astronomi? 3. Bagaimana perkembangan ilmu astronomi Islam? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Astronomi Manusia telah lama ‘berkenalan’ dengan langit. Bahkan ada sebuah peninggalan berupa lukisan tua di La Pileta, Spanyolb yang berusia sekitar 35000 tahun. . Lukisan itu diinterpretasikan sebagai gambar matahari. Perjalanan panjang yang ditempuh manusia untuk sampai pada era astronomi modern. Kini aspek ilmu pengetahuan tentang langit terkumpul dalam cabang keilmuan astronomi. Astronomi dipahami sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan. Objek langit yang dikaji dalam astronomi mencakup tata surya, seperti komet, bulan, meteor, matahari, planet dan asteroid, bisa juga dalam lingkup galaksi, bintang-bintang dan gugusan bintang. Sedangkan dalam Ensiklopedi- singkat astronomi dan ilmu yang bertautan menyatakan bahwa astronomi adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam semesta, merupakan salah satu cabang pengetahuan ekskta tertua. Satuan astronomi adalah jarak menengah antara matahari dan bumi, 150 juta kilometer. Satuan ini digunakan sebagai satuan panjang bagi ukuran di dalam tata surya. Tahun astronomi ialah jumlah tepat waktu yang diperlukan bumi mengelilingi matahari, dinyatakan dalam hari, jam, menit, dan sekon. Berbeda dengan waktu sipil, atau kelender, yang dinyatakan dengan bilangan bulat. Dari berbagai pengertian, kemudian muncullah klasifikasi ilmu yang mengambil objek langit dan bintang. Yakni ilmu astronomi dan ilmi astrologi. Ilmu astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu astrologi yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit dengan tujuan untuk mengetahui pegaruh benda-benda langit itu terhadap kehidupan manusia, atau yang lebih dikenal dengan ilmu nujum. 2. Perkembangan ilmu Astronomi Sepanjang sejarah manusia, pandangan manusia terhadap alam semesta berubah-ubah sesuai dengan tingkat pengetahuan pada tiap-tiap zaman. Waktu dulu, manusia pada umumnya memahami alam semesta hanya terbatas pada apa yang bisa mereka lihat, bahkan terkadang ditambahkan dengan takhayuk yang sifatnya fantastis. Bumi menurut mereka adalah sebagai pusat tata surya. Berbagai gejala alam, seperti terjadinya gerhana, jatuhnya batu meteor, adanya bintang berekor, dan sebagainya dianggap sebagai hal yang tidak beres. Walaupun demikian, ada sebagian dari mereka yang telah memahami kondisi alam semesta ini dengan rasionalnya. Seperti Aristoteles (384 – 322 SM) yang menyatakan bahwa pusat jagat raya adalah bumi. Sedangkan bumi dalam keadaan tenang, tidak bergerak dan tidak berputar. Semua gerak benda-benda angkasa mengitari bumi. Lintasan masing-masing benda angkasa berbentuk lingkaran. Sedangkan peristiwa gerhana tidak lagi dianggap sebagai adanya raksasa yang memakan bulan, melainkan sebagai peristiwa alam. Selain itu, Claudius Ptolomeus (140 M) juga menyatakan pendapat serupa tentang tata surya. Yakni bumi sebagai pusat tata surya. Pendapat kedua ilmuwan ini kemudian dikenal dengan teori Geosentris. Lintasan benda-benda langit tersebut berupa lingkaran di dalam bola langit. Sementara langit merupakan tempat bintang-bintang sejati, sehingga mereka berada pada dinding bola langit. Walaupun pada abad sebelumnya, yakni sekitar abad III SM terdapat seorang ilmuwan yang bernama Aristarchus. Dia menyatakan bahwa pusat tata surya bukanlah bumi sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles pada zaman setelahnya, tetapi mataharilah yang menjadi pusat tata surya (Heliosentris). Akan tetapi, kondisi sosial yang belum dapat menerima hal itu, akhirnya pendapat ini meredup dan akhirnya tergantikan dengan teori geosentris yang bertahan hampir XVIII abad. Setelah bertahan cukup lama, akhirnya ada pendapat yang dengan terang membantah teori geosentrisnya Ptolomeus. Dialah Nicholas Copernicus (1473 – 1543) lewat bukunya yang berjudul ”Revolutionibus Orbium Celestium” menyatakan bahwa matahari merupakan pusat dari suatu sistem peredaran benda-benda langit, yang dikenal dengan teori Heliosentris. Setelah Copernicus menyatakan pendapatnya, banyak ilmuwan yang mendukung, seperti Galileo Galillei (1564 – 1642 M). dia juga berhasil membuat sebuah teledkop yang dapat dengan jelas melihat relif permukaan bulan, noda-noda matahari, saturnus dengan cincinnya yang indah, dan planet Yupiter dengan 4 buah satelitnya. Disamping Galileo, ada juga Johannes Kepler (1571 - 1630) yang juga sependapat dengan Copernicus dan Galileo. Dia juga terkenal dengan Hukum Kepler I, II, III. 3. Perkembangan Ilmu Astronomi Islam Kajian ilmu astronomi dalam Islam biasa dikenal dengan istilah Ilmu Falak. Namun ada pergolakan dalam membedakan antara ilmu perbintangan dan ilmu astronomi. D.G. Fories dan A.G. Dickstehour mengatakan dalam bukkunya “Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” bahwa munculnya ilmu astronomi baru telah melenyapkan ilmu perbintangan. Namun ilmu perbintangan telah banyak membantu kemajuan ilmu stronomi pada abad-abad pertengahan, membantu terbukanya observasi-observasi astronomis, memperbaiki alat-alat yang dipergunakan oleh para astronomis, dari sinilah berangkat ilmu astronomi mendapat kedudukan dalam sejarah ilmu pengetahuan. Sedangkan Ali Muhammad Ridlo mengatakan dalam bukunya “Asrul Islam Ad Dzhahabi” : Ilmu astronomi bukan ilmu perbintangan. Falak adalah ilmu, akan tetapi perbintangan bukan ilmu. Ilmu astronomi membahas tentangkeluarga tata surya, diantaranya bumi yang kita tempati sekarang ini. Dan juga membahas tentang garis edar planet-planet, jarak antara masing-masing planet, kemiringan perjalanannya, dan jauhnya dari matahari. Kesemuanya ini merupakan pembahasan-pembahasan ilmiah yang didasarkan pada peneropongan, observatorium serta alat-alat astronomis lainnya. Hal ini berbeda dengan perbintangan yang dihubung-hubungkan manusia dengan masalah kebahagiaan atau kemalangan.di dalam perbintangan, orang berusaha mengetahui hal-hal ghaib. Di dalam buku Al Islam Fi Hadlratihi wa Nidlohimi, Anwar Ar rifa’i menyatakan bahwa pada tahun 155 H/737 M orang Arab mulai menerjemahkan sebuah buku karya Hermes yaitu “Miftah an Nujum”. Pada masa daulah Abbasyiyah, yakni abad III Hijriyah, ilmu falak mulai mengalami kemajuan yang berarti. Kegiatan penerjemahan karya-karya ke dalam bahasa Arab mulai di giatkan. Diantara karya-karya itu adalah Kitab Siddhantha Barahmagupta dari seorang pengembara India yang diserahkan pada pemerintah Al Manshur dan diterjemakan oleh Muhammad Al Fazari. Siddhantha Aryabhrata diterjemahkan oleh Ya’qub ibnu Thariq. Sedangkan Almagest karya ptolomeus diterjemahkan oleh Hunain bin Ishaq. Selain itu, masih ada beberapa karya yang diterjemahkan, yaitu The Sphere in Movement karya Antolycus, Ascentions of The Signs karya Aratus, dan Introduction to Asrronomiy karya Hipparchus. Karya-karya ini tidak hanya sekedar ditejemahkan, aka tetapi kemudian ditindaklanjkuti dengan penelitian-penelitian baru yang berkelanjutan sehingga menghasilkan teori-teori baru. Dari sini kemudian muncul tokoh falak di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Abu Ja’faar bin Musa al-Khawarizmi (780 847 M), melalui beberapa penemuan, yaitu penemuan angka nol (0), sehingga terciptalah sistem pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam pengembangan ilmu hisab, penyusunan pertama tabel trigonometri daftar logaritma yang masih berkembang hingga sekarang, serta penemuan kemiringan zodiac sebesar 23,5 derajat atas ekuator. Adapun kitab-kitab karya al – Khawarizmi antara lain, al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran para cendekiawan Eropa, hingga diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Chester pada tahun 1140 M, dan Surah al-Ardl. Pada masa kholifah Al Makmun juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku Shindhind yang disebut “Tables of Makmun” dan oleh orang Eropa mengenalnya dengan sebutan “Astronomos”. Pada perkembangan selanjutnya, muncul banyak tokoh falak yang diantaranya : 1. Abu Ma’syar Al Falaky (788 – 885 M), adalah seorang ahli falak dari Khurasan. Dia menemukan adanya pasang naik dan pasang surut air laut sebagai akibat posisi bulan terhadap bumi. Karyanya antara lain, al-Madkhal al-Kabir, Ahkam wal-Sinni wal-Kawakib, Itsbat al-Ulum, dan Haiat al-Falak. 2. Ibnu Jabir al-Baattany (858 – 929 M), dikenal dengan sebutan AlBatenius. Karyanya yaitu memperbaiki perhitungan yang ada di dalam buku karya Ptolomeus dalam judul baarunya Tabril al-Magesty, disamping karyanya sendiri yang berjudul Tamhid al-Musthafa li Ma’na al-Mamar. 3. Abul Raihan Al Biruni (973 – 1048 M), cendekiawan asal paris. Mendapat gelar Ustad fi al-Ulum (maha guru) karena selain ahli perbintangan, dia juga menguasai berbagai disiplin ilmu seperti Matematika, geografi, dan fisika. Karyanya antara lain, Al-Atsar Baqiyyat min al-Qurun al-Khaliyat, dan kitab fenomenalnya yang berjudul Al-Qonun al-Mas’udi fi al-Haiat wa al-Nujumi. Menurut Prof. Ahmad Baiquni, al-Birunilah yang pertama kali membantah teori Ptolomeus, juga dipandang sebagai teori heliosentris. 4. Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Katsir al-Farghani, ahli falak terkemuka pada masa kholifah Al Makmun. Di Barat ia lebih dikenal denmgan Al Farganus. Karyanya antara lain, Jawami’ al-Ilm al-Nujum wa al-Harakat al-Samawiyyat, Ushul ilm al-Nujum, Al-Madhkhal ila ilm al-Haiat al-Falak, Futsuluts al-Tsalasain. Semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Hispalamsis dari Seville dan Gerard dari Cremona pada tahun 1493. 5. Maslamah Abul Qosim al—Majriti (950 – 1007 M), dia berhasil merubah tahun Persi ke tahun Hijriyah dengan meletakkan bintang-bintang sesuai dengan awal tahun Hijriyah. 6. Ali bin Yunus (w. 1009 M), meghasilkan sebuah karya yang berjudul Zaij al-Kabir al-Hakimi, yang berisi tentang data astronomi matahari, bulan, dan komet, serta perubahan titik equenox. 7. Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965 – 1039 M), karyanya berjudul Kitab al-Manadhir yang kemudian ditrjemahkan ke bahasa Latin dengan nama “Optics” pada tahun 1572 8. Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-hasan Nashiruddin at-Thusi 1201 – 1274 M), karyanya antara lain, Al-Mutawaaith bain al-Handasah wa al-Haiah, At – Tadzkir fi ilm al-Haiat, Zubdah al hatiah. 9. Muhammad Thurgay Ulughbeck (1394 – 1449 M), dia berhasil membangun observatorium, dan karya monumentalnya berupa Jadwal Ulugh Beik (zij Shulthoni). Kemudian muncul Nicholas Copernicus dengan Heliosentrisnya. BAB III KESIMPULAN Melihat dari masa atau waktu lahirnya para ahli falak maupun astronomi, para ilmuwan muslim lebih dulu masanya daripada para astronomis Eropa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat dan teori yang berkembang di Eropa sangat dipengaruhi oleh adanya pendapat yang telah dikemukakan dan penemuan-penemuan yang telah ditemukan oleh para cendekiawan muslim. BAB IV PENUTUP Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari akan adanya kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari segenap pembaca senantiasa kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Amin. DAFTAR PUSTAKA - Azhari, Susiknan. 2007. Ilmu Falak, Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah - Khazin, Muhyiddin 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta : Buana Pustaka - Murtadlo, Moh.. 2008. Ilmu Falak Praktis.Malang : UIN Malang Press - Radiman, Iratius (dkk). 1980. Ensiklopedi-singkat astronomi dan ilmu yang bertautan. Bandung : Penerbit ITB Bandung - Thaha, Ahmadie. 1983. Astronomi dalam Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu

Read more »

Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i

Abstrak: Tulisan ini menjelaskan tentang Kalender Jawa Islam yang merupakan hasil ijtihad Sultan Agung yang luar biasa di zamannya. Namun demikian sebagai produk ijtihad Kalender Islam Jawa perlu dikaji dan ditindaklanjuti agar kalender tersebut sesuai dengan semangat awal yang diinginkan Sultan Agung dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Artinya, jika hendak menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan baru secara dinamis, maka penghargaan terhadap Kalender Jawa Islam seyogyanya bukan dalam bentuk pelestarian teori itu apa adanya, tetapi mengembangkannya secara dinamis dan kreatif. Kata kunci: kalender, Jawa-Islam, tradisi Pendahuluan Kalender adalah sistem pengorganisasian satuan-satuan waktu, untuk tujuan penandaan serta penghitungan waktu dalam jangka panjang. Kalender berkaitan erat dengan peradaban manusia, karena berperan penting dalam penentuan waktu berburu, bertani, bermigrasi, peribadatan, dan perayaan-perayaan. Peran penting ini sangat dirasakan oleh umat manusia dari dulu hingga kini. Dalam Encyclopaedia Britannica disebutkan bahwa sistem kalender yang berkembang di dunia sejak zaman kuno sampai era modern yaitu: (1) Kalender Sistem Primitif (Primitive Calendar Systems), (2) Kalender Barat (Western Calendar),1 (3) Kalender Cina (Chinese Calendar), (4) Kalender Mesir (Egyptian Calendar), (5) Kalender Hindia (Hindia Calendar), (6) Kalender Babilonia (Babylonia Calendar), (7) Kalender Yahudi (Jewish Calendar), (8) Kalender Yunani (Greek Calendar), (9) Kalender Islam (Islamic * Dosen Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ** Dosen Fakultas Syari'ah Universiti Kebangsaan Malaysia 1 Kalender Barat ini meliputi: (1) Kalender Romawi, (2) Kalender Julian, (3) Kalender Gregorius, dan (4) Kalender Perpertual. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 132 Calendar), dan (10) Kalender Amerika Tengah (Middle American Calendar).2 Kesepuluh sistem kalender di atas memiliki sistem dan cara-cara yang berbeda dalam menentukan penanggalan serta mempunyai aturan-aturan tersendiri pula. Ada sistem kalender yang mempertahankan panjang tahun sedekat mungkin dengan kala edar bumi mengelilingi matahari (tahun tropis). Contoh kalender jenis ini adalah Kalender syamsiah, seperti Kalender Saka, Kalender Julian, dan Kalender Gregorian. Ada pula sistem kalender yang acuan perhitungannya didasarkan atas pergerakan bulan. Contoh jenis ini adalah Kalender Hijriah. Dalam tulisan ini yang akan menjadi fokus kajian adalah Kalender Jawa Islam (Kalender Sultan Agung) yang merupakan perpaduan antara Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Konstruksi Metodologis Kalender Saka dan Kalender Hijriah Memperhatikan aneka macam kalender yang berkembang, kiranya perlu direkonstruksi nilai historis-metodologis Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Hal ini sangat penting agar pemikiran Kalender Jawa Islam yang dianggap sebagai karya monumental Sultan Agung3 dapat dikaji secara komprehensif. Oleh karena itu pada bagian ini akan dikemukakan sekitar Kalender Saka dan Kalender Hijriah. Kalender Saka tidak banyak diketahui penjelasannya. Menurut Kamajaya,4 Kalender Saka dimulai pada tanggal 15 2 Anonim. Encyclopaedia Britannica, (London: William Benton Publisher, 1965), Vol. 5, p. 611. 3 Dalam sebuah naskah karangan Ronggowarsito yang berjudul Serat Widya Praddana, disebutkan bahwa pengarang sistem Kalender Jawa Islam adalah Sunan Giri II zaman kesultanan Demak pada tahun 931 H atau 1443 caka, kemudian Sultan Agung raja Mataram mendekritkan sistem itu sebagai penanggalan administrasi negaranya pada tahun 1555. Selengkapnya baca Zaini Ahmad Noeh. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal dan Awal Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)", disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9. 4 Lihat Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I, (Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992), p. 8-9. Lihat juga Sukardi Wisnubroto. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 133 Maret 78 Masehi. Perhitungannya menggungakan solar system, nama dan umur bulan sebagai berikut. No Nama Konversi Jumlah 1 Srawana 12 Juli – 12 Agustus 32 2 Bhadra 13 Agustus – 10 September 29 3 Asuji 11 September – 11 Okt 31 4 Kartika 12 Oktober – 10 Novemeber 30 5 Posya 11 November – 12 Desember 32 6 Margasirsa 13 Desember – 10 Januari 29 7 Magha 11 Januari – 11 Februari 32 8 Phalguna 12 Februari – 11 Maret 29 9 Cetra 12 Maret – 11 April 31 10 Wesakha 12 April – 11 Mei 30 11 Jyesta 12 Mei – 12 Juni 32 12 Asadha 13 Juni – 11 Juli 29 Total 366 Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan Kalender Saka dan Kalender Hijriah secara bersama-sama. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17 Masehi. Selanjutnya, Kalender Hijriah adalah kalender yang terdiri dua belas bulan kamariah; setiap bulan berlangsung sejak penampakan pertama bulan sabit hingga penampakkan berikutnya (29 hari atau 30 hari),5 sementara itu Leksikon Islam menyebutkan bahwa Kalender Hijriah (Tarikh Hijriah) adalah penanggalan Islam yang dimulai dengan peristiwa hijrah Rasulullah.6 Moedji Raharto dalam artikelnya yang berjudul “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam” menjelaskan bahwa sistem Kalender Hijriah atau Penanggalan Islam adalah sebuah sistem kalender yang tidak memerlukan pemikiran koreksi, karena betulbetul mengandalkan fenomena fase bulan;7 dalam bahasa T. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan Wariga, cet. 1, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999), p. 13. 5 Ibid. Lihat juga John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, cet. I (New York: Oxford University Press, 1995), Vol. 2, p. 301. 6 Baca Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I (Jakarta: Pustaka Azet, 1988), Jilid II, p. 711. 7 Baca Moedji Raharto. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02/TH. I/Oktober/1994, p. 25. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 134 Djamaluddin, Kalender Kamariah merupakan kalender yang paling sederhana yang mudah dibaca di alam. Awal bulan ditandai oleh penampakan hilal (visibilitas hilal) sesudah matahari terbenam (maghrib).8 Seorang tokoh dari Yogyakarta, H. Basit Wahid, yang menaruh perhatian terhadap Kalender Hijriah menyatakan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender yang didasarkan pada sistem kamariah semata. Satu tahun ditetapkan berjumlah 12 bulan, sedang perhitungan bulan dilakukan berdasarkan fase-fase bulan atau manazilnya.9 Muhammad Basil at-Tai dalam bukunya yang berjudul "Ilmu Falak wa at-Taqawim" menyatakan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender kamariah yang mulai digunakan pada masa khalifah Umar bin Khattab dengan mendasarkan pada hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah.10 Sementara itu Mohammad Ilyas yang dianggap sebagai penggagas Kalender Islam Internasional menjelaskan, Kalender Hijriah atau Kalender Islam adalah kalender yang berdasar atas perhitungan kemungkinan hilal atau bulan sabit terlihat pertama kali dari sebuah tempat pada suatu negara.11 Dengan kata lain yang menjadi dasar Kalender Hijriah adalah visibilitas hilal di suatu negara. Dari rumusan-rumusan di atas juga dapat diperoleh keterangan bahwa pada mulanya yang menjadi patokan Kalender Hijriah adalah hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah dan 8 Uraian selengkapnya lihat T. Djamaluddin. “Kalender Hijriah, Tuntunan Penyeragaman Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8. 9 Baca Basit Wahid. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”, dimuat dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13. Baca juga Purwanto. “Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”, dimuat dalam Risalah, No. 3/XXXI/Juli/1993, p. 19. Bandingkan juga Ian Richard Netton. A Popular Dictionary of Islam,(London: Curzon Press, 1992), p. 61. 10 Selengkapnya baca Muhammad Basil at-Tai. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim, cet. I (Kairo: Dar an-Nafais, 2003/ 1424), p. 248. Baca juga Ali Hasan Musa. At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), p. 121-126. 11 Baca Mohammad Ilyas. A Modern Guide to Astronomical, p. 58-59. Baca pula Mohammad Ilyas. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, cet. I (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997), p. 40-42. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 135 penampakan hilal bukan hisab atau rukyat. Namun, bila penampakan hilal menjadi standar dan diaplikasikan di wilayah Indonesia akan menemukan kesulitan karena fenomena alam yang tidak mendukung, maka diperlukan paradigma baru Kalender Hijriah. Dalam penyusunan Kalender Hijriah, dikenal dua sistem hisab, yaitu hisab urfi (istilahi) dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.12 Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun Kalender Islam abadi.13 Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun 16 H atau 18 H. Akan tetapi yang lebih masyhur tahun 17 H.14 Sistem hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan kamariah untuk pelaksanaan ibadah (seperti awal dan akhir Ramadan) karena menurut sistem ini umur bulan Syakban 12 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II (Jakarta: Ditbinbapera, 1995), p. 7. Lihat juga Moh. Wardan Diponingrat. Ilmu Hisab (Falak) Pendahuluan, cet. I (Yogyakarta: Toko Pandu, 1992), p. 4. M. Sholihat (peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1994/1414 H), p. 80. 13 Penjelasan selengkapnya tentang alasan mengapa Umar bin Khattab ra menetapkan peristiwa hijrah sebagai landasan hitungan baca Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), p. 81 – 86. Lihat pula Miftah Faridl. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun Islam”, dimuat dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14. Bandingkan pula John L. Esposito. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, II, p. 111 dan 301-303. 14 H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill, 1961), p. 139. Lihat pula E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 – 1936, cet. II (Leiden: E.J. Brill, 1993), Vol. III, p. 302 – 303. Bandingkan pula dengan Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of Islam, cet. I (London: Stacey International, 1989), p. 456. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 136 dan Ramadan adalah tetap, yaitu 29 hari untuk Syakban dan 30 hari untuk Ramadan. Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam hisab urfi adalah (a) awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M berdasarkan hisab atau hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 berdasarkan rukyat; (b) satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun; (c) dalam satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair:15 ßÝ ÇáÎáíá ßÝå ÏíÇ äå * Úä ßá Îá ÍÈå ÝÕÇäå Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Sebagai contoh tahun 1417 H mempunyai bilangan tahun 7 (1417: 30 = 47 daur sisa 7 tahun), jadi tahun 1417 H adalah tahun kabisat;16 (d) penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah; (e) bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi genap 30 hari); dan (f) panjang periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,530588817 hari selama 30 tahun 15 Departemen Agama RI. Almanak Hisab Rukyat, p. 43. 16 Bandingkan dengan G.S.P. Freeman Grenville. The Muslim and Christian Calendars, p. 59. 17 Menurut Sayyid Samad Rizvi dalam Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni disebutkan bahwa periode sinodis bulan rata-rata adalah 29,5305555 hari; terjadi selisih 0,000333 hari setiap bulan. Selisih ini menurut Saiyid Samad Rizvi tidak begitu berarti karena baru selama 2500 tahun akan selisih 1 hari antara Kalender Hijriah yang disusun al-Biruni dan Kalender Hijriah yang mendasarkan teori astronomi modern. Uraian selengkapnya baca Saiyid Samad Rizvi. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of The Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 137 adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204).18 Nama-nama19 dan Panjang Bulan Hijriah dalam Hisab Urfi No Nama Panjang No Nama Panjang 1 Muharam 30 hari 2 Safar 29 hari 3 R. awal 30 hari 4 R. akhir 29 hari 5 Jum. awal 30 hari 6 Jum. akhir 29 hari 7 Rajab 30 hari 8 Syakban 29 hari 9 Ramadan 30 hari 10 Syawal 29 hari 11 Zulkaidah 30 hari 12 Zulhijah 29/30 hari Patut dicatat hisab urfi tidak hanya dipakai di Indonesia melainkan sudah digunakan di seluruh dunia Islam dalam masa yang sangat panjang.20 Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat digunakan untuk keperluan penentuan waktu ibadah (awal Ramadan, awal Syawal, dan awal Zulhijah). Penyebabnya karena perata-rataan peredaran bulan tidaklah tepat sesuai dengan penampakan hilal (newmoon) pada awal bulan. 18 M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 – 2077 M, (Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981). Lihat juga Sofwan Jannah. Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I (Yogyakarta: UII Press, 1994), p. 4 – 5. Bandingkan pula Bambang Hidayat. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I (Bandung: ITB, 1995), p. 42. 19 Menurut al-Biruni sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan Musa bahwa namanama bulan dalam Kalender Kamariah mulai dikenalkan sejak tahun 412 M. Nama-nama bulan Kamariah tersebut berubah-ubah selama empat kali sampai yang kini dipakai oleh umat Islam. Dalam uraiannya, Ali Hasan Musa menyatakan bahwa nama-nama bulan kamariah yang berkembang sekarang mulai digunakan sejak akhir abad V Masehi. Selengkapnya baca Ali Hasan Musa. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), p. 186. 20 Pada umumnya hisab urfi digunakan dalam pembuatan Kalender Hijriah yang berkaitan dengan persoalan administrasi, seperti Kalender Hijriah yang dikeluarkan oleh Ummul Qura' Kerajaan Saudi Arabia. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 138 Selanjutnya, hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya.21 Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. Artinya boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut hisab urfi. Dalam wilayah praktisnya, sistem ini mempergunakan data-data astronomis dan gerakan bulan dan bumi serta menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry).22 Ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan kamariah dengan menggunakan sistem hisab hakiki. Paling tidak, ada dua aliran besar, yaitu aliran yang berpegang pada Ijtimak23 21 Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, p. 8. Sementara itu Purwanto mendefinisikan hisab hakiki adalah sistem penanggalan dengan prinsip bahwa awal bulan sudah masuk jika hilal pada maghrib diperhitungkan ada di atas ufuk (horizon). Lihat Purwanto. Visibilitas Hilal sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam, (Bandung: Skripsi Jurusan Astronomi ITB, 1992), p. 12. Bandingkan pula dengan definisi Muhammad Wardan. Hisab Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: tp, 1957), p. 32. 22 Perlu dicatat bahwa pada sistem hisab hakiki perhitungannya menggunakan dua metode, yaitu taqribi dan tahqiqi. Taqribi mirip dengan cara kalender (urfi) dalam skala yang lebih kecil yaitu dengan menggunakan data rata-rata waktu ijtimak pada suatu tahun qamariah. Selanjutnya koreksi dilakukan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Jadi sistem ini menggunakan hitungan sederhana (penambahan atau pengurangan koreksi). Metode ini tidak memperhitungan posisi pengamat, bulan, dan matahari. Oleh karena itu, ia tidak memerlukan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry). Secara fisik, metode taqribi menggunakan ilmu astronomi Ptolomeus yang masih menganut prinsip geosentrisme. Sementara itu metode tahqiqi berpegang pada prinsip heliosentrime dengan memperhitungkan ketinggian hilal, posisi pengamat dan pembiasan di atmosfer dengan menggunakan kaidah-kaidah astronomi mutakhir. Lihat M. Sholihat (peny.).. Rukyah dengan Teknologi, p. 18. 23 Ijtimak adalah suatu peristiwa saat bulan dan matahari terletak pada posisi garis bujur yang sama, bila dilihat dari arah timur ataupun barat. Sebenarnya bila diteliti, ternyata jarak antara kedua benda planet itu berkisar sekitar 50 derajat. Dalam keadaan ijtimak pada hakekatnya masih ada bagian bulan yang mendapat pantulan dari matahari, yaitu bagian yang menghadap bumi. Namun kadangkala, karena tipisnya, hal ini tidak dapat dilihat dari bumi, karena bulan Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 139 semata (Ijtima' qabla al-Ghurub24, Ijtima' qabla al-Fajr25, Ijtima' dan Tengah Malam) dan aliran yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk (Ijtimak dan Ufuk Hakiki, Ijtimak dan Ufuk Hissi, Ijtimak dan Imkanur Rukyat26) . Kalender Sultan Agung: Sebuah Model Integrasi Keilmuan Pada masa Sultan Agung kalender (penanggalan) merupakan bagian penting dari kehidupan negara. Hampir semua yang sedang ijtimak itu “berdekatan” letaknya dengan matahari. Kondisi ini dipengaruhi oleh peredaran masing-masing planet pada orbitnya. Bumi dan bulan beredar pada porosnya dari arah barat ke arah timur. Perhatikan Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 2, p. 676. 24 Aliran ini menetapkan bahwa pergantian hari atau tanggal terjadi pada saat terbenam matahari. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surah Yasin ayat 40. Para ahli hisab memahami bahwa ungkapan wa la al-Laylu sabiqu an-Nahar menunjukkan bahwa permulaan hari atau tanggal adalah saat terbenam matahari, yakni saat bergantinya siang menjadi malam. Pendapat para ahli hisab ini diperkuat juga dengan praktek rukyat yang dilakukan oleh para sahabat pada masa Rasulullah saw. Mereka melakukan rukyat pada saat menjelang terbenam matahari. Ini menunjukkan bahwa pergantian hari atau tanggal adalah pada saat terbenam matahari. Lihat Tim Majelis Tarjih. “Fatwa Agama”, dalam Suara Muhammadiyah, No. 23. Tahun ke 81 (1-15 Des 1996), p. 22. 25 Salah seorang tokoh Muhammadiyah yang berpegang pada teori ini adalah H. Djindar Tamimy. Penjelasan selengkapnya baca Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), p. 106- 107. 26 Untuk mengetahui perkembangan teori imkanur rukyat dapat dibaca artikelartikel, seperti Muhammad DIZER. A Calculation Method for the Visibility Curve of the New Moon, (Kandili Observatory, 1983), p. 8, M. Ilyas. "Limiting altitude separation in the new Moon's first Visibility Criterian", dimuat dalam Astronomy and Astrophysics, 206, (1988), p. 133-135, E.S. Kennedy dan M. Janjanian." The Crescent Visibility table in Al-Khawarizmi's Zij", dimuat dalam Centaurus, 11, 1965, p. 73-78, David A. King."Ibn Yunus on Lunar Crescent Visibility", dimuat dalam Journal for the History of Astronomy, 19, 1988, p. 155-168, John A.R. Caldwell dan C. David Laney."First Visibility of the Lunar Crescent", dimuat dalam African Skies/ Cieux Africains, No. 5, Januari 2001, p. 15-23, dan Sayyid Samad Husain Rizvi."Al-Biruni's Criterion for the Visibility of the Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/ Number I/ Spring 1991, p. 43-51. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 140 perikehidupan masyarakat Jawa saat itu, khususnya tata laku budaya, berpatok kuat pada sistem kalender. Sebelum kedatangan Islam, telah berkembang penanggalan yang bersandar pada Kalender Saka – yang berasal dari sistem penanggalan Hindu – Buddha.27 Sementara agama Islam membawa kalender baru (hijriah) yang mendasarkan pada sistem kamariah. Melalui ijtihad kreatifnya, Sultan Agung mengintegrasikan dua kalender tersebut dengan semangat memadukan tradisi dan tuntutan syar'i.28 Caranya bilangan tahun Saka yang sedang berlangsung dilanjutkan sebagai titik awal perhitungan Kalender Sultan Agung, sedang umur bulan mengacu pada sistem perhitungan Kalender Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul Mafakhir Abdul Kadir (1596-1651) dari Banten.29 Adapun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kalender Sultan Agung adalah (a) 1 Suro tahun Alip 1555 bertepatan dengan hari Jum'at legi tanggal 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M, (b) satu periode (windu) membutuhkan waktu 8 tahun, (c) dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang/wuntu (355 hari) dan 5 tahun pendek/wastu (354 hari), (d) Kurup Jamngiyah Kurup Kamsiyah No. Nama Tahun Umur (hari) Umur (hari) 1 Alip 354 354 2 Ehe 355 355 3 Jimawal 354 354 4 Je 354 355 5 Dal 355 354 6 Be 354 354 7 Wawu 354 354 27 Selengkapnya baca Agus Wibowo. "Kalender Hijriah; Strategi Kebudayaan Sultan Agung", dimuat dalam harian Joglo Semar, 11 Januari 2008. 28 Salah satu sebab Sultan Agung mengintrodusir Kalender Jawa Islam, agar hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang dirayakan di Kraton Mataram dengan sebutan "grebeg" dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal yang tepat sesuai ketentuan dalam Kalender Hijriah. Lihat Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa……, p. 16. 29 Baca Irfan Anshory. "Mengenal Kalender Hijriah", p. 3. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 141 8 Jimakir 355 355 bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulanbulan genap umurnya 29 hari (kecuali bulan Besar pada tahun Wuntu ditambah satu hari menjadi genap 30 hari), (e) hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) tetap dipertahankan, dan (f) setiap 120 tahun terjadi pergantian kurup. Kalender Sultan Agung hingga kini masih digunakan oleh masyarakat Jawa, khususnya Kraton Yogyakarta. Patut dicatat, jika diperhatikan kontruksi metodologis Kalender Sultan Agung dan semangat yang melatarbelakangi lahirnya Kalender Sultan Agung maka perlu adanya kajian ulang secara komprehensif agar Kalender Sultan Agung sesuai tradisi yang berkembang dan tidak bertentangan dengan tuntutan syar'i. Nama-nama dan Panjang Bulan Kalender Sultan Agung No Nama Panjang No Nama Panjang 1 Suro 30 hari 2 Sapar 29 hari 3 Mulud 30 hari 4 Bakdomulud 29 hari 5 Jum. Awal 30 hari 6 Jum. Akhir 29 hari 7 Rejeb 30 hari 8 Ruwah 29 hari 9 Poso 30 hari 10 Sawal 29 hari 11 Selo 30 hari 12 Besar 29/30 hari Dalam realitasnya, Kalender Sultan Agung sering berbeda dengan Kalender Hijriah.30 Perbedaan ini terjadi karena Kalender Sultan Agung menggunakan hisab urfi. Padahal di dalam perjalanannya hisab urfi tidak dapat digunakan untuk persoalanpersoalan yang berkaitan dengan ibadah. Bukti kongkretnya, puasa Ramadan jika menggunakan hisab urfi maka umurnya 30 hari selamanya. Sementara itu, menurut riwayat Rasulullah saw. berpuasa Ramadan selama 29 hari atau 30 hari. 30 Sebagaimana yang terjadi dalam menentukan Idul Fitri 2006 dan 2007 yang lalu. Menurut Kalender Hijriah Idul Fitri 2006 jatuh pada hari Senin, 23 Oktober 2006, sedangkan pada Kalender Jawa Islam jatuh pada hari Selasa, 24 Oktober 2006. Selengkapnya lihat lampiran. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 142 Melihat kenyataan ini, Ahmad Dahlan tidak puas dengan pernyataan dan pujian al-Qur'an yang jelas menyebutkan "kuntum khaira ummatin" tetapi dalam realitas empirisnya masyarakat Islam Yogyakarta terkungkung oleh "rutinitas" dalam menetapkan awal Ramadan dan Syawal. Pada saat itu, menurut keyakinan dan tradisi kesultanan untuk menentukan hari Raya menggunakan Kalender Jawa Islam. Perhitungan hari yang didasarkan atas Kalender Jawa Islam bersifat "ajeg" karena hanya didasarkan atas hisab urfi, padahal untuk menentukan hari Raya perhitungannya didasarkan atas perjalanan bulan yang sesungguhnya, karena itu menurut pandangan Ahmad Dahlan Kalender Jawa Islam dianggap tidak relevan dan kurang akurat.31 Mengingat perbedaan antara Kalender Jawa Islam dengan sistem hisab hakiki akan membawa akibat tentang keabsahan ibadah; Ahmad Dahlan berusaha memberi penjelasan kepada Sultan Hamengkubuwono VII bahwa Kalender Jawa Islam untuk menentukan jatuhnya hari Raya tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut kaidah keilmuan dan ajaran al- Qur’an, karena menurut perhitungan hisab hakiki hari Raya akan jatuh tepat pada tanggal 1 Syawal dengan ditandai munculnya hilal di ufuk sebelah Barat. Dengan demikian tidak tergantung pada ketentuan hari, bila pada saat akhir Ramadan hilal telah “kelihatan” maka keesokan harinya kaum muslimin diwajibkan berlebaran. Berdasarkan pemahaman keilmuan tersebut; Ahmad Dahlan berusaha menyampaikan gagasannya kepada Sultan Hamengkubuwono VII. Menurut tata cara yang berlaku, maka ia mengajukan pendapatnya kepada Pimpinan Dewan Agama Islam Hukum Kraton yang dipegang Kanjeng Penghulu Khalil Kamaludiningrat, dan setelah Sultan berkenan maka Ahmad Dahlan menghadap Sultan dan diantar oleh Kanjeng Penghulu yang mempunyai kewajiban untuk hal tersebut karena jabatannya (ex officio).32 Seusai mendengar penjelasan Ahmad Dahlan, Sri 31 Baca MT. Arifin. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987), p. 90. 32 Ibid, p. 93. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 143 Sultan, sosok yang dihormati masyarakat, takzim mengucapkan, berlebaranlah kamu menurut hisab atau rukyat, sedangkan grebegan tetap bertradisi menurut Kalender Sultan Agung.33 Catatan Akhir Kalender Jawa Islam atau Kalender Sultan Agung merupakan hasil "ijtihad" yang luar biasa pada zamannya. Namun demikian sebagai produk ijtihad Kalender Islam Jawa perlu dikaji dan ditindaklanjuti agar kalender tersebut sesuai dengan semangat awal yang diinginkan Sultan Agung dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Artinya, jika hendak menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan baru secara dinamis, maka penghargaan terhadap Kalender Jawa Islam seyogyanya bukan dalam bentuk pelestarian teori itu apa adanya, tetapi mengembangkannya secara dinamis dan kreatif. Oleh karena itu, sudah saatnya kraton Yogyakarta sebagai pewaris kerajaan Islam Mataram memikirkan ulang gagasan Ahmad Dahlan di atas. Upaya ini dilakukan sebagai langkah "mikul dhuwur mendhem jero", yaitu melanjutkan ijtihad Sultan Agung sehingga Kalender Jawa Islam tetap memenuhi tradisi dan tuntutan syar'i atau dalam konsep ilmiah disebut sebagai continuity and change. Akhirnya, sebagai penutup di bawah ini penulis kutipkan Q.S. Az-Zumar ayat 17-18, yang artinya,"sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal". Wa Allahu a'lam bi as-Sawab. 33 Selengkapnya baca REPUBLIKA, Kamis 31 Januari 2002, p. 17. Baca juga Andi Ahmad Zaelany.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa Kasus Dusun Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun 1996. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 144 Daftar Pustaka Anonim. Encyclopaedia Britannica, London: William Benton Publisher, 1965, Vol. 5. Arifin, MT. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, cet. I, Jakarta: Pustaka Jaya, 1987, p. 90. Azhari, Susiknan. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, cet. II, Jakarta: Ditbinbapera, 1995. Diponingrat, Moh. Wardan. Ilmu Hisab (Falak) Pendahuluan, cet. I, Yogyakarta: Toko Pandu, 1992. DIZER, Muhammad. A Calculation Method for the Visibility Curve of the New Moon, Kandili Observatory, 1983. Djamaluddin, T. “Kalender Hijriah, Tuntunan Penyeragaman Mengubur Kesederhanaannya”, dimuat dalam harian REPUBLIKA, Jum’at, 10 Juni 1994, p. 8. E.J. Brill’s. First Encyclopaedia of Islam 1913 – 1936, cet. II, Leiden: E.J. Brill, 1993. Esposito, John L. The Oxford Encyclopaedia of The Modern Islamic World, cet. I, New York: Oxford University Press, 1995, Vol. 2. Faridl, Miftah. “Hijrah Rasul sebagai Awal Tahun Islam”, dimuat dalam Hikmah, No. 20 Tahun II, Juni 1994, p. 14. H.A.R. Gibb and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1961. Hidayat, Bambang. Perjalanan Mengenai Astronomi, cet. I, Bandung: ITB, 1995. Ilyas, Mohammad. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, cet. I, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997. Jannah, Sofwan. Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun, cet. I, Yogyakarta: UII Press, 1994. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 145 Kamajaya. 1 Suro Tahun Baru Jawa Perpaduan Jawa-Islam, cet. I, Yogyakarta: UP. Indonesia, 1992. M. Khair. Takwim Istilah (Hijrah-Masehi) 140 - 1500 H/ 1980 – 2077 M, Kuala Lumpur: Pusat Islam, 1981. M. Sholihat (peny.). Rukyah dengan Teknologi, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1994/1414 H. Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqwim, cet. I, Damaskus: Dar al-Fikr, 1998. Musa, Ali Hasan. At-Tauqit wa at-Taqawim, cet. II, Beirut: Dar al- Fikr, 1988. Netton, Ian Richard. A Popular Dictionary of Islam, London: Curzon Press, 1992. Nicholas Drake and Elizabeth Davis. The Concise Encyclopaedia of Islam, cet. I, London: Stacey International, 1989. Noeh, Zaini Ahmad. "Penetapan Awal Ramadhan, Awal Syawal dan Awal Dzulhijjah (Sebuah Tinjauan Sejarah)", disampaikan dalam Rapat Kerja Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, Pelabuhan Ratu, 18-19 Agustus 1992, p. 9. Purwanto. “Penyeragaman Kalender Islam Sebuah Harapan”, dimuat dalam Risalah, No. 3/XXXI/Juli/1993, p. 19. Pustaka Tim Penyusun. Leksikon Islam, cet. I, Jakarta: Pustaka Azet, 1988, Jilid II. Raharto, Moedji. “Dibalik Persoalan Awal Bulan Islam”, dimuat dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02 /TH. I/ Oktober/ 1994, p. 25. Rizvi, Saiyid Samad. "Al-Biruni's Criterion For The Visibility of The Lunar Crescent", dimuat dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIV/Number I/ Spring 1991, p. 48. Shiddiqi, Nourouzzaman. Jeram-jeram Peradaban Muslim, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. at-Tai, Muhammad Basil. 'Ilmu al-Falak wa at-Taqawim, cet. I, Kairo: Dar an-Nafais, 2003/1424. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 146 Wahid, Basit. “Kalender Hijriah Tiada Mitos di Dalamnya”, dimuat dalam BAKTI, No. 13/Tahun II/Juli 1992, p. 13. Wisnubroto, Sukardi. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan Wariga, cet. 1, Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999. Zaelany, Andi Ahmad.”Menentukan Hari Lebaran ala Jawa Kasus Dusun Galak, Ambarawa”, dimuat dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. VI, Tahun 1996. Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim: Kalender Jawa Islam… Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008 147 Lampiran Perbandingan Umur Bulan Ramadan Menurut Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam (1418 - 1427 H/ 1930 – 1939 Alip) Tahun Umur Ramadan No Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam 1 1418 1930 Jimakir 29 30 2 1419 1931 Alip 30 30 3 1420 1932 Ehe 30 30 4 1421 1933 Jimawal 30 30 5 1422 1934 Ze 30 30 6 1423 1935 Dal 29 30 7 1424 1936 Be 29 30 8 1425 1937 Wawu 30 30 9 1426 1938 Jimakir 29 30 10 1427 1939 Alip 29 30 Perbandingan Kalender Hijriah dan Kalender Jawa Islam Tahun 1428 H/1940 Ehe Nama Bulan Awal Bulan Umur No Hijriah Jawa Islam Hijriah Jawa Islam Hijriah Jw. Islam 1 Muharam Suro Sabtu, 20 Jan 07 Sabtu, 20 Jan 07 30 30 2 Safar Sapar Senin, 19 Feb 07 Senin, 19 Feb 07 29 29 3 R. Awal Mulud Selasa, 20 Mar 07 Selasa, 20 Mar 07 30 30 4 R. Akhir Bakdomulud Kamis, 19 Apr 07 Kamis, 19 Apr 07 29 29 5 J. Awal Jumadilawal Jum'at, 18 Mei 07 Jum'at, 18 Mei 07 29 30 6 J. Akhir Jumadilakhir Sabtu, 16 Jun 07 Ahad, 17 Jun 07 30 29 7 Rajab Rejeb Senin, 16 Jul 07 Senin, 16 Jul 07 29 30 8 Syakban Ruwah Selasa, 15 Agt 07 Rabu, 15 Agt 07 30 29 9 Ramadan Poso Kamis, 13 Sept 07 Kamis, 13 Sept 07 29 30 10 Syawal Sawal Jum'at, 12 Okt 07 Sabtu, 13 Okt 07 30 29 11 Zulkaidah Selo Ahad, 11 Nov 07 Ahad, 11 Nov 07 30 30 12 Zulhijah Besar Selasa, 11 Des 07 Selasa, 11 Des 07 30 30 Total 355 355

Read more »

Ilmu Falak Era Heliosentris

BAB I Pendahuluan Di malam yang cerah, hiburlah dirimu sendiri dengan pertunjukan gratis terbesar di bumi kita. Lihatlah ke atas langit, Kamu akan melihat pertunjukan yang sangat mempesona. Ribuan bintang berkilauan laksana permata di atas kain bludru hitam. Kamu mungkin akan tergoda untuk menyanyikan lagu masa kecil, “bintang kecil di langit yang biru. Amat banyak menghiasi angkasa”. Jika kita meninjau keberadaan bumi ini, pasti akan terlinas di pikiran kita tentang keajaiban dan hal-hal yang tersembunyi di balik ciptaan Sang Mahakarya. Alam kita menyajikan banyak hal menarik serta menimbulkan banyak pertanyaan. Dimulai dari bagaiman alam ini tercipta, apa yang menyebabkan bintang bercahaya, mengapa planet terus berputar, serta apa yang menjadi pusat peredaran benda-benda langit, dan masih banyak lagi hal-hal yang belum dapat tersingkap oleh penglihatan dan pengetahuan kita. Sehingga keberadaan berbagai problema yang kompleks memebuat para astronom ingin mencoba untuk mencari tahu dan meneliti berbagai hal tersebut. Sebenarnya hal semacam itu bukan masalah baru dikalangan manusia, sebab pencarian dan pemikiran untuk menggali ilmu dan hal-hal yang tersembunyi dibalik penciptaan alam semesta ini, seperti yang diungkapkan di atas, para astronom barat yang diwakili dari Polandia, Yunani, dan Negara barat lainnya berusaha untuk menemukan jawaban atas itu semua, begitupula para astronom timur. Sehingga setelah usaha keras yang bertahun-tahun mereka lakukan, banyak terlahir teori-teori baru yang mengungkap berbagai hal yang dulunya belum diketahui kemudian dengan ditemukannya teori tersebut dapat terungkap berbagai hal yang mengganjal tersebut, walaupun keberadaan teori tersebut dinilai masih relatif kebenarannya. Tapi tidak dipungkiri berkat pemikiran mereka, kita mampu untuk membuka wacana baru bagi keilmuan yang selama itu buntu tak dapat diutarakan jawaban yang pasti dan rasional. BAB II Pembahasan A. Definisi Konsep manusia mengenai apa yang dimaksud dengan alam semesta telah berubah secara radikal sepanjang zaman. Pada mulanya mereka meletakkan manusia sebagai pusat alam semesta (egosentris), kemudian mereka menemukan teori baru bahwa bumi adalah pusat alam semesta (geosentris). Selanjutnya, mereka mengetahui bahwa bumi hanyalah sebuah planet, dan yakin bahwa mataharilah adalah pusat alam semesta. Kemudian, mereka menyadari bahwa matahari hanyalah bintang biasa yang merupakan anggota dari sebuah gugusan bintang yang disebut galaksi dan galaksi inilah yang merekasebut alam semesta. Setelah itu, mereka menemukan lagi bahwa galaksi hanyalah satu daei sedemikian banyak galaksi yang membentuk alam semesta. Kenyataan inilah yang kita yakini hingga saat ini. B. Sejarah Pertumbuhan Teori Heliosentis Sebenarnya fenomena langit telah diteliti sejak zaman kuno oleh orang-orang Cina, Mesopotamia, dan Mesir. Tetapi astronomi sebagai ilmu, baru berkembang pada zaman Yunani, yaitu pada abad VI. Pada zaman ini, ada dua teori mengenai peredaran planet-planet, yaitu teori geosentris dan teori heliosentris, dimulai teori geosentris pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles pada tahun 384-322 SM. dan teori heliosentris dikemukakan oleh Aristarchus pada abad 3 SM. Kedua teori ini saling bersaing pada masa tersebut. Bapak astronomi Yunani dimulai oleh Thales pada abad VI SM. yang berpendapat bahwa bumi berbentuk datar. Dan meramalkan terajdinya gerhana pada 585 SM. Walaupun pada abad yang sama, ada seorang ilmuwan yang mengetaui bahwa bumi berbentuk bulat (phytagoras). Akan teteapi terobosan penting yang pertama dalam astronomi dilakukan oleh Aristoteles dua abad kemudian. Dia mengemukakan bahwa bumi berbentuk bulat dengan didukung sejumlah bukti ilmiah.ia juga berpendapat bahwa pusat jagat raya ini adalah bumi. Aristarchus berpendapat bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta (geosentris). Akan tetapi dia juga menyatakan bahwa bumi berputar dan beredar mengelilingi matahari yanag merupakan pusat gerak langit (heliosentris). Inilah awal munculnya teori heliosentris. Namun teori ini tidak mendapat posisi keilmuwn pada zaman itu disebabakan oleh kurangnya pendukung. Walaupun ada beberapa tokoh yang menentang teori Ptholomeus (geosentris), sebenarnya lebih dari 13 abad konsep geosentris diterima oleh masyarakat dunia. Baru pada tahun 1512 M ( abad XVI M), Nicholas Copernicus membuka sejarah baru dengan menegemukakan bahwa benda- benda langit meneglilingi matahari dengan orbit lingkaran ( heliosentris). Mulai abad inilah teori heliosntris diterima oleh masyarakat dunia. Teori Copernicus ini muncul dengan berbagai macam tantangan. Sampai-sampai Copernicus dianggap murtad oleh pemuka gereja dan dianggap tidak waras oleh banyak kalangan ilmuwan karena telah melanggar dogma gereja dan dogma ilmu pengethuan. Dia juga mengatakan bahwa bumi mengelilingi matahari pada tahun 1543 M. sistem ini dalam bahasa inggris disebut heliocentric dan dalam bahsa arab disebut mukhtash bimarkazasy-syams. C. Tokoh-tokoh Teori Heliosentis Berbicara mengenai tokoh dalam teori heliosentris, maka akan kami mengemukakannya yaitu: 1. Aristarchus Dia berasal dari Samos (sekitar 250 SM) merupakan orang pertama yang tegas menyebutkan bahwa bumi bulat dan merupakan ahli astronomi klasik Yunani yang pertama kali menemukan tentang system heliosentris. Dia berani mengemukakan pandangannya yang berbeda dari tokoh sebelum dia yaitu tentang bumi itu merputar dan mengelilingi matahari yang merupakan pusat gerak langit. 2. Nicolas Copernicus Nicolas Copernicus (1473-1573 M) lahir pada tanggal 19 pebruari 1473 dan orang yang pertama kali menyatakan secara terang-terangan bahwa matahari merupakan pusat tata surya dengan menerbitkan bukunya yang berjudul “De Revolusionibus Orbium Colestium”. Dalam buku tersebut dia mengemukakan ada suatu fakta yang telah dia ketahui yaitu bumi berputar pada sumbunya (rotasi) dan bersama-sama planet-planet lain mengelilingi matahari. 3. Tycho Brahe Tycho Brahe (1546- 1601) berasal dari Denmark, dia banyak merancang alat-alat Astronomi yang besar belum pernah dibangun oleh Astronom sebelumnya. Sebenarnya masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berperan dalam teori Heliosentris, seperti Johannes Kippler dan Galeleo Galilei. D. Perspektif Agama dan Masyarakat Terhadap Teori Heliosentis Kalau menurut persfektif ilmu alamiah mungkin teor ini dapat dikatakan sebagai sutu kemajuan yang pesat, sebaba kalaui menurut prsfektif ilmu pengetahuan selama suatu teori itu dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi criteria disahkanlah suatu teori, maka hal itu dianggap sutu hal yang wajar dan biasa untuk ditolerir. Suatu pernyataan mengenai pengetahuan atau hal-hal yang ilmiah itu secar ateoori dikatakan kebenaran dan kevalidannya itu hanya bersifat realtif tidak benar semata. Tapi dalam persfektif yang lain yakni agama (gereja) pada saat itu, mereka seakan memepunyai kekuasaan penuh untuk menyatakan dan membuat seagalanya. Singkat kata, para pihak gerejalah yang mampu untutk menetapkan terhadap teori yang dikemukakan oleh Nicholas Copernicus mengenai teori barunya nag berbeda denagan pihak gereja (paham teori geosentris). Kebenaran teori Heliosentris itu dianggap telah menyalahi dan menentang kepercayaan gereja, yang mana suadh turun terjangkit pada diri orang-orang gereja..Sehingga ketika mendengar ada sesuatu yang baru maka, respon yang pertama klai dilontarkan adalah sikap penolakan dan penindakan secara tegas kepada orang-orang yang ingin mengikuti dan mempercayai teori baru tersebut. Salah satu hal yang harus kita ketahui bersana yakni tentang kebenaran atau kesalahan suatu teori itu dalam pandangan para ilmuwan. Bahwa semuanya itu merupakan panangan yang bersifat relative. Sehingga orang bart sendiri yang merupakan pendukung teori geosentris maupun heliosentris dianggapnya hanya sekedar teori yang kevalidannya masih perlu penelitian lebih lanjut. BAB III Penutup Demikianlah makalah simple ples sederhana ini kami buat dengan susah payah. Ibarat “tak ada gading yang tak retak”, sebagai manusia biasa , kami pun menyadari bahwa banyaknya kekurangan dan atau kesalahan yang terdapat pada makalah ini. Disamping adanya kelebihan yang datangnya hanya dari tuhan sang mahakarya, Allah swt. Oleh karena itu kritik dan saran kontruktif dari pembaca kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun dan umumnya bagi kita semua. amin Daftar pustaka Herrod, Robbin, Bengkel Ilmu Astronomi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. http://elaare.blogspot.com/2008/08/sejarah astronomi.htm/. Hakim Nasution, Andi, Pengantar ke Filsafat Sains, Jakarta: Pustaka Litera Antarnusa ,1989. Azhari, Susiknan, Ensillopedi Hiasab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. http://etusloveotha.blog.friendster.com/2006/06/teori geosentris-versua-teori-heliosentris/.

Read more »

Menentukan Arah Kiblat Menggunakan Theodolite

A. Menentukan Arah Kiblat Dengan Theodolite I. Menentukan Arah kiblat Q = Azimuth Kiblat LM = Lintang Mekah LT = Lintang Tempat SBMD = Selisih Bujur Mekah Daerah Contoh Mengukur Arah Kiblat di Klaten pada hari Sabtu 06 Maret 2010 pk. 09.30 WIB / pk. 02.30 GMT. 1. Siapkan data-data untuk menghitung Arah Kiblat Diketahui : Lintang Ka’bah = 21o 25’ 21,17” LU Bujur Ka’bah = 39o 49’ 34,56” BT Lintang Klaten = 7o 44’ LS Bujur Klaten = 110o 35’ BT SBMD = Bujur Tempat – Bujur Ka’bah = 110o 35’ – 39o 49’ 34,56” = 70o 45’ 25,44” 2. Masukkan ke rumus : Cotan Q = tan LM x cos LT : sin SBMD – sin LT : tan SBMD = tan 21o 25’ 21,17” x cos - 7o 44’ : sin 70o 45’ 25,44” – sin - 7o 44’ : tan 70o 45’ 25,44” = 65o 21’ 22,3” (dari Utara ke Barat) Cara pejet kalkulator 1/x 21o 25’ 21,17” tan x 7o 44’ (+/-) cos : 70o 45’ 25,44” sin – 7o 44’ (+/-) sin : 70o 45’ 25,44” tan = 1/x Shift tan Shift° 65o 21’ 22,3” UB Cara pejet kalkulator x-1 Shift tan ( tan 21o 25’ 21,17” x cos (-) 7o 44’ : sin 70o 45’ 25,44” – sin (-) 7o 44’ : tan 70o 45’ 25,44”) x-1= Shift ° 65o 21’ 22,3” UB Cara pejet kalkulator KARCE 21.252117 DEG tan x 7.44 DEG +/- cos : 63.152544 DEG sin – 7.44 DEG +/- sin : 63.152544 DEG tan = 2ndF 1/x 2ndF tan 2ndF DEG = 65.212230 UB Untuk Arah kiblat Barat ke Utara = 90 o – 65o 21’ 22,3” = 24o 38’ 37,7” Untuk Azimut kiblat UTSB = 270o + 24o 38’ 37,7” = 294o 38’ 37.7” II. Menentukan Sudut Waktu Matahari t = Sudut Waktu Matahari. WD = Waktu Bidik. e = Equation of Time ( Daqaaiq ta’diliz-zamaan ). BD = Bujur Daerah yaitu ; WIB = 105o, WITA = 120o, WIT = 135o BT = Bujur Tempat 1. Siapkan data-data untuk menghitung Sudut Waktu Matahari dan Utara Sejati Diketahui : Deklinasi Matahari (δ) hari Sabtu (06 Maret 2010) pk. 09.30 WIB/pk. 02.30 GMT adalah : Rumus Interpolasi → δo = δ1 + k (δ2 – δ1) δ1 (pk. 09 WIB/02 GMT) = -05o 45’ 39” δ2 (pk. 10 WIB/03 GMT) = -05o 44’ 41” k (selisih waktu) = 00j 30m δo = -05o 45’ 39” + 00j 30m x (-05o 44’ 41” – (-05o 45’ 39”)) = -05o 45’ 10” Equation of Time (e) hari Sabtu (06 Maret 2010) pk. 09.30 WIB / pk. 02.30 GMT adalah : Rumus Interpolasi → e = e1 + k (e2 – e1) e1 (pk. 09 WIB/02 GMT) = -0j 11m 22d e2 (pk. 10 WIB/03 GMT) = -0j 11m 22d k (selisih waktu) = 00j 30m e = -0j 11m 22d + 00j 30m x (-0j 11m 22d – (-0j 11m 22d)) = -0j 11m 22d 2. Masukan ke rumus : t = WD + e – ( BD – BT)  15 – 12 = x 15 t = 09o 30’ + (-0j 11m 22d) – (105° – 110o 35’) : 15 – 12 = x 15 = -34° 45’ 30” III. Menentukan Arah Matahari A = Arah Matahari. δ = deklinasi Matahari. X = Lintang Tempat. t = Sudut Waktu Matahari. Masukkan ke rumus Cotan A = tan δ . cos X  sin t – sin X  tan t Cara pencet kalkulator 1/x : 05o 45’ 10” (+/-) tan x 7o 44’ (+/-) cos : 34° 45’ 30” (+/-) sin – 7o 44’ (+/-) sin : 34° 45’ 30” (+/-) tan = 1/x Shift tan Shift° -88º 55’ 20.41” (ST) Cara pencet kalkulator x-1 : Shift tan (tan (-) 05o 45’ 10” x cos (-) 7o 44’ : sin (-) 34° 45’ 30” – sin (-) 7o 44’ : tan (-) 34° 45’ 30”) x-1 = Shift ° -88º 55’ 20.41” (ST) Cara pejet kalkulator KARCE 05.4510 DEG +/- tan x 7.44 DEG +/- cos : 34.4530 DEG +/- sin – 7.44 DEG +/- sin : 34.4530 DEG +/- tan = 2ndF 1/x 2ndF tan 2ndF DEG = -88.552041 (ST) Keterangan : Hasil Arah Matahari bernilai mutlak. Apabila hasil perhitungan bertanda positif, maka Arah Matahari dihitung dari titik Utara (UT/UB). Dan bila bertanda negatif, maka Arah Matahari dihitung dari titik Selatan (ST/SB). Titik Barat dan Timur tergantung pada waktu pengukuran. Timur untuk pengukuran pagi hari, dan Barat untuk pengukuran sore hari. IV. Menentukan Utara Sejati a. Pengukuran pagi dan deklinasi utara, Utara sejati = 360° – A (hasil perhitungan) b. Pengukuran sore dan deklinasi utara, Utara sejati = A (hasil perhitungan) c. Pengukuran pagi dan deklinasi selatan, Utara sejati = 180° + A (hasil perhitungan) d. Pengukuran sore dan deklinasi selatan, Utara sejati = 180° – A (hasil perhitungan). Karena perhitungan dilakukan pada pagi hari dan deklinasi selatan, maka Utara Sejati adalah 180° + 88º 55’ 20.41” = 268º 55’ 20”. Kesimpulan : Azimut kiblat = 65o 21’ 22,3”(UB), 24o 38’ 37,7” (BU), 294o 38’ 37,7” (UTSB) Sudut Waktu Matahari = -34° 45’ 30” Arah Matahari = -88º 55’ 20.41” (ST) Utara Sejati = 268º 55’ 20” B. Penggunaan Theodolite 1. Pasang theodolite secara benar artinya dalam posisi tegak lurus dengan statip/lot yang datar. Perhatikan water passnya dari segala arah, pastikan ia sudah berada di tengah dan tidak berubah-ubah. 2. Periksa tempat baterai kemudian hidupkan theodolit dalam posisi bebas tidak terkunci. 3. Bidik matahari pada jam sesuai dengan yang sudah dipersiapkan. Ingat!!! jangan melihat matahari secara langsung dengan mata). 4. Kunci theodolite, kemudian nolkan. 5. Hidupkan kembali, lepas kunci dan putar ke arah Utara Sejati. 6. Kunci theodolit, kemudian nolkan. 7. Hidupkan kembali, kemudian lepas kunci dan putar ke arah azimuth kiblat. Maka thedolit telah mengarah ke arah kiblat. 8. Selanjutnya buatlah dua titik (dengan arah yang sudah ditunjukkan oleh theodolit), kemudian hubungkan dua titik tersebut. Garis tersebut adalah arah kiblat. 9. Jika ingin membuat shaf, buatlah garis tegak lurus (memotong garis tadi sebesar 90o). Semoga Bermanfa’at DATA-DATA PENGGUNAAN THEODOLIT TANGGAL 6 MARET 2010 MARKAZ KLATEN (-7o 44’ LS, 110o 35’ BT) No. Waktu Bidik Sudut Waktu Matahari Arah Matahari Utara Sejati 1. 09 : 00 -42o 15’ 30” -89o 58’ 04,8” 269o 58’ 04,8” 2. 09 : 15 -38o 30’ 30” -89o 30’ 11,17” 269o 30’ 11” 3. 09 : 30 -34o 45’ 30” -88o 55’ 20,41” 268o 55’ 20” 4. 09 : 45 -31o 00’ 30” -88o 16’ 05,62” 268o 16’ 05” 5. 10 : 00 -27o 15’ 30” -87o 30’ 28,75” 267o 30’ 28” 6. 10 : 15 -23o 30’ 26,25” -86o 35’ 17,79” 266o 35’ 17” 7. 10 : 30 -19o 45’ 22,5” -85o 25’ 00,72” 265o 25’ 00” 8. 10 : 45 -16o 00’ 18,75” -83o 49’ 00,86” 263o 49’ 00” 9. 11 : 00 -12o 15’ 15” -81o 24’ 07,67” 261o 24’ 07” 10. 11 : 15 -8o 30’ 15” -77o 08’ 40,44” 257o 08’ 40” 11. 11 : 30 -4o 45’ 15” -67o 12’ 09,8” 247o 12’ 09,8” 12. 11 : 45 -1o 00’ 15” -26o 22’ 18,34” 206o 22’ 18” 13. 12 : 00 2o 44’ 45” 53o 37’ 36,52” 126o 22’ 23” 14. 12 : 15 6o 29’ 48,75” 72o 58’ 33,41” 107o 01’ 26” 15. 12 : 30 10o 14’ 52,5” 79o 21’ 25” 100o 38’ 35” 16. 12 : 45 13o 59’ 56,25” 82o 32’ 42,5” 92o 27’ 17,5” 17. 13 : 00 17o 45’ 00” 84o 30’ 27,18” 95o 29’ 32,82” 18. 13 : 15 21o 30’ 00” 85o 52’ 31,8” 94o 07’ 28,2” 19. 13 : 30 25o 15’ 00” 86o 54’ 46,04” 93o 05’ 13,96” 20. 13 : 45 29o 00’ 00” 87o 44’ 53,52” 92o 15’ 06,48” 21. 14 : 00 32o 45’ 00” 88o 27’ 08,39” 91o 32’ 51,61” 22. 14 : 15 36o 30’ 03,75” 89o 04’ 03,02” 90o 55’ 56,98” 23. 14 : 30 40o 15’ 07,5” 89o 37’ 12,48” 90o 22’ 47,52” 24. 14 : 45 44o 00’ 11,25” -89o 52’ 18,62” 90o 07’ 41,38” 25. 15 : 00 47o 45’ 15” -89o 23’ 44,9” 90o 36’ 15,1” 26. 15 : 15 51o 30’ 18,75” -88o 56’ 33,11” 91o 03’ 26,89” 27. 15 : 30 55o 15’ 22,5” -88o 30’ 17,9” 91o 29’ 42,1” 28. 15 : 45 59o 00’ 26,25” -88o 04’ 39,2” 91o 55’ 20,8” 29. 16 : 00 62o 45’ 30” -89o 39’ 20,47” 92o 20’ 39,53” 30. 16 : 15 66o 30’ 30” -87o 14’ 07,96” 92o 45’ 52,04” 31. 16 : 30 70o 15’ 30” -86o 48’ 48,61” 93o 11’ 11,39” 32. 16 : 45 74o 00’ 30” -86o 23’ 10,69” 93o 36’ 49,31” 33. 17 : 00 77o 45’ 30” -85o 57’ 02,92” 94o 02’ 57,08”

Read more »

Kamis, 13 Oktober 2011

GAMBARAN DAJJAL MENURUT AL-HADITS

Segala macam keistimewaan yang kami lihat pada peradaban Barat sekarang ini, semuanya cocok dengan ciri-ciri Dajjal yang dilihat oleh Nabi Muhammad SAW dalam ru'yah. Memang benar bahwa bangsa-bangsa ini mempunyai sedikit perbedaan satu sama lain, tetapi ada satu hal yang semuanya sama. Dan ciri yang sama inilah yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memberi gambaran tentang Dajjal. Kami hanya akan mengutip Hadits-hadits yang menguraikan ciri-ciri Dajjal. Marilah kita mulai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari : 1. "Dan aku melihat orang yang berambut ikal pendek, yang mata-kanannya buta Aku bertanya: Siapakah ini? Lalu dijawab, bahwa ia adalah Masihid - Dajjal" (Bukhari 77:68,92) 2. "Awas! dia pecak (buta sebelah)… dan diantara dua matanya, tertulis 'Kafir'…" (Bukhari 93:27). Dari gambaran tersebut dapatlah kami catat: 1. Bahwa mengenai bentuknya, Dajjal digambarkan berbadan kekar. 2. Bahwa roman-mukanya putih dan mengkilat. 3. Bahwa rambut kepalanya pendek dan ikal. Tiga gambaran ini cocok sekali derigan bentuk orang-orang Eropa pada umumnya. Mereka itu pada umumnya berbadan kekar; bertubuh baik dan kuat; rambutnya pendek dan ikal, sampai-sampai wanitanya pun memotong pendek rambutnya; kulit mereka putih dan mengkilat. Jadi, gambaran tentang ciri-ciri Dajjal tersebut, cocok sekali dengan perwujudan orang-orang Eropa. Adapun dua ciri lainnya, yakni, bahwa mata kanan Dajjal buta, dan pada dahinya tertulis kaf, fa'dan ra' atau kaflr, ini menggambarkan keadaan rohani Dajjal yang sebenarnya. Sebagaimana telah kami terangkan, Dajjal menggambarkan suatu bangsa. Sebagai bangsa, tak mungkin semuanya buta mata jasmaninya. Selain itu, Dajjal yang digambarkan buta mata kanannya, mata-kiri Dajjal digambarkan bersinar gemerlapan bagaikan bintang. Dengan perkataan lain, mata-kanan Dajjal digambarkan hilang cahayanya, tetapi mata-kirinya bersinar terang. Penjelasan yang diberikan oleh Imam Raghib tentang mata Dajjal yang buta sebelah kanannya, sungguh ilmiyah sekali. Pada waktu menjelaskan arti kata al-Masih, beliau menerangkan bahwa kata masaha berarti menghapus sesuatu, lalu beliau menambahkan keterangan sbb: "Diriwayatkan bahwa mata-kanan Dajjal hilang penglihatannya, sedangkan nabi 'Isa mata-kiri beliaulah yang hilang penglihatannya; dan ini berarti bahwa Dajjal tak mempuyai sifat-sifat akhlak tinggi, seperti misalnya kearifan, kebijaksanaan dan rendah hati; sedangkan nabi 'Isa tak mempunyai kejahilan, keserakahan, kerakusan dan sebagainya yang termasuk jenis akhlak yang rendah". Jadi, gambaran Dajjal buta mata-kanannya janganlah ditafsirkan secara harfiyah, melainkan secara kalam ibarat, yakni harus diartikan bahwa Dajjal tak mempunyai akhlak yang baik. Bahwa dua mata manusia itu, yang satu digunakan untuk melihat hal-hal yang berhubungan dengan kerohanian dan agama, dan yang satu lagi digunakan untuk melihat hal-hal yang berhubungan dengan kebendaan dan keduniaan. Oleh karena hal-hal yang berhubungan dengan agama dan kerohanian itu lebih tinggi kedudukannya daripada hal-hal yang berhubungan dengan kebendaan dan keduniaan, maka buta mata kanan Dajjal berarti bahwa Dajjal sedikit sekali perhatiannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan agama atau kerohanian, dan ini cocok sekali dengan apa yang dialami oleh bangsa-bargsa Eropa sekarang ini. Seluruh parhatian mereka ditujukan kepada hal-hal yang berhubungan dangan kebendaan dan keduniaan dan kemajuan mereka dalam bidang ini tak ada bandingannya. Inilah yang dimaksud dengan apa yang diuraikan dalam Hadits, bahwa mata-kiri Dajjal bersinar gemerlapan bagaikan bintang. Artinya, Dajjal mampu melihat segala macam barang-barang duniawi, yang bangsa-bangsa lain tak mempunyai pengertian tentang itu. Tetapi mata rohani Dajjal tak mempunyai penglihatan yang tajam, karena semua kekuatan Dajjal dihabiskan guna kepentingan urusan duniawi. Sukses Dajjal yang tak ada taranya dalam urusan duniawi mengakibatkan buta sebelah. Penjelasan ini sungguh mengagumkan dan cocok sekali dengan apa yang dikatakan oleh Al-Qur'an tentang bangsa-bangsa Kristen: "Orang-orang yang usahanya menderita rugi dalam kehidupan dunia, dan mereka mengira bahwa mereka amat pandai dalam membuat barang-barang" (18:104) Hadits Nabi melukiskan hal ini dengan kalam ibarat, bahwa mata kiri Dajjal, yaitu, mata-duniawi bersinar gemerlapan bagaikan bintang. Adapun keadaan rohani bangsa-bangsa Dajjal Allah berfirman sbb: "Mereka adalah orang-orang yang mengkafiri ayat Tuhan, dan (mengakhiri) perjumpaan dengan Dia" (18 : 105). Hadits Nabi menjelaskan hal ini dengan caranya sendiri, yaitu, bahwa mata-kanan Dajjal tak mempunyai kekuatan untuk melihat ayat Tuhan. Tanda Dajjal yang lain, yakni tulisan kafara atau kafir pada dahinya ini berkenaan pula dengan keadaan rohaninya. Jika orang berkata, bahwa pada dahi seseorang terdapat tulisan anu, ini sama artinya dengan mengatakan, bahwa anu itu adalah fakta senyata-nyatanya bagi dia. Maka dari itu, uraian Hadits bahwa pada dahi Dajjal terdapat tulisan kafir, ini hanyalah berarti bahwa kekafiran itu merupakan kenyataan yang senyata-nyatanya bagi dia. Kata-kata Hadits itu sendiri sudah menerangkan; bahwa demikian itulah nyatanya. Pertama-tama, Hadits menerangkan bahwa tiap-tiap mukmin dapat membaca tulisan itu; jadi bukan tiap-tiap orang dapat membaca tulisan itu. Lalu ditambahkan kata penjelasan tentang orang mukmin itu, yakni, "baik ia buta huruf atau mengerti tulis menulis." Artinya, tiap-tiap orang mukmin dapat memahami tulisan itu, baik ia mengerti tulis-menulis atau tidak. Sudah terang, bahwa tulisan yang dapat dibaca oleh tiap-tiap orang mukmin, baik ia mengerti tulis-menulis atau buta huruf, tak mungkin berwujud kata-kata atau huruf. Jika tulisan itu berwujud kata-kata atau huruf, niscaya tak dipersoalkan lagi apakah pembacanya mukmin atau kafir, demikian pula tak perlu dinyatakan bahwa orang mukmin dapat membaca tulisan itu sekalipun ia buta-huruf. Kepandaian membaca tulisan, tak ada sangkut pautnya dengan urusan iman. Setiap orang yang tak buta huruf pasti dapat membaca tulisan, sedangkan orang buta huruf, sekalipun ia orang mukmin sejati, ia tetap tak dapat membaca tulisan. Oleh karena itu, tulisan yang dimaksud bukanlah tulisan biasa, melainkan menifestasinya perbuatan seseorang. Pernyataan bahwa tulisan itu hanya dapat dibaca oleh orang mukmin saja, ini berarti, bahwa orang kafir tak pernah sadar akan kekafirannya, sehingga membutuhkan mata orang mukmin untuk membaca buruknya kekafiran mereka.

Read more »

APAKAH DAJJAL ITU ORANG ATAUKAH BANGSA ?

Memang benar bahwa kebanyakan Hadits menggambarkan seakan-akan Dajjal itu orang yang bermata satu, yang di dahinya terdapat tulisan Arab yang terdiri dari huruf kaf, fa' dan ra' (atau kafara, artinya kafir), dan yang membawa keledai, sungai dan api. Tetapi jika Hadits-hadits itu kita cocokkan dengan uraian Al-Qur'an, maka akan nampak dengan jelas, bahwa Dajjal bukanlah nama orang, melainkan suatu bangsa, atau lebih tepat lagi, segolongan bangsa. Dengan tegas Al-Qur'an mempersamakan Dajjal dengan bangsa-bangsa Kristen, dan lagi, Al-Qur'an menyatakan bahwa Dajjal dan Ya'juj wa-Ma'juj bukanlah dua jenis makhluk yang berlainan, karena fitnah yang ditimbulkan oleh mereka itu disebutkan bersama-sama. Kami juga mempunyai bukti dari kitab Bible yang menerangkan, bahwa Ya'juj wa-Ma'juj adalah bangsa-bangsa Eropa. Dengan demikian teranglah bahwa Dajjal juga berarti bangsa. Sebagaimana telah kami terangkan di muka, fitnah Dajjal itu bersumber pada menangnya agama Kristen. Ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang membuktikan bahwa Dajjal itu bukan orang melainkan bangsa, sebagaimana Roma dan Persi yang diuraikan dalam Hadits itu bukanlah tempat melainkan bangsa. Hadits itu berbunyi sbb: "Rasulullah SAW bersabda: Kamu akan bertempur dengan Jazirah Arab, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu, lalu kamu akan bertempur dengan Persi, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu; lalu kamu akan bertampur dengan Roma, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu; lalu kamu akan bertempur dengan Dajjal, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu". Di sini pertempuran dengan Dajjal diuraikan dengan kalimat yang sama seperti pertempuran dengan Arab, Persi dan Roma. Ini menunjukkan bahwa Dajjal adalah bangsa, seperti halnya Arab, Persi dan Roma. Boleh jadi yang diisyaratkan di sini ialah Perang Salib, tetapi mungkin pula mengisyaratkan peristiwa yang terjadi di dunia pada zaman sekarang. Namun satu hal sudah pasti, yakni bahwa menurut Hadits ini, Dajjal berarti bangsa atau segolongan bangsa; seperti halnya Persi atau Roma. Tetapi masih saja harus dijelaskan, mengapa dalam Hadits dijelaskan seakan-akan Dajjal itu orang. Sebagaimana telah kami terangkan, semua ramalan Nabi Suci itu didasarkan pada ru'yah atau kasyaf (visiun), dan dalam ru'yah atau kasyaf, suatu bangsa hanya digambarkan sebagai orang-seorang. Sebenarnya, bangsa itu dikenal dari ciri-cirinya; dan dalam ru'yah, ciri-ciri ini hanya dapat diperlihatkan dalam bentuk orang-seorang. Bahkan dalam bahasa sehari-hari, bangsa itu diajak bicara bagaikan orang. Misalnya, Al-Qur'an mengajak bicara bangsa Israil, seakan-akan bangsa Israil itu orang. Bacalah misalnya, ayat Al-Qur'an berikut ini: "Wahai kaum Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kamu, dan bahwa Aku memuliakan kamu di atas sekalian bangsa" (2:47). Kaum Bani Israil yang diperingatkan di sini ialah mereka yang hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW, tetapi peristiwa yang dimaksud ialah yang terjadi pada zaman nabi Musa, atau beberapa abad sesudah beliau. Kenikmatan yang teruraikan dalam ayat ini telah diberikan, kepada kaum Bani Israil zaman dahulu, tetapi ayat Al-Qur'an ini ditujukan kepada kaum Bani Israil zaman sekarang yang sedang dalam keadaan hina dan suram. Tetapi seluruh kaum Bani Israil ini dikatakan bagaikan satu orang. Demikianlah seluruh bangsa Dajjal diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam ru'yah bagaikan satu orang, padahal Dajjal seperti yang digambarkan oleh Al-Qur'an menunjukkan bahwa Dajjal adalah segolongan bangsa yang ciri-ciri khasnya sudah dikenal.

Read more »

MENGAPA AL-QUR'AN TAK MENYEBUT-NYEBUT DAJJAL

Mungkin orang akan bertanya, jika sekiranya Dajjal dan Ya'juj wa-Ma'juj adalah dua sebutan yang berlainan untuk menamakan satu bangsa, mengapa Al-Qur'an anya menyebutkan nama Ya'juj wa-Ma'juj saja, dan tak sekali-kali menyebutkan nama Dajjal? Sebabnya ialah bahwa kata Dajjal, sebagaimana kami terangkan di atas, artinya "pembohong" atau "penipu", dan tak seorangpun suka disebut pembohong atau penipu, walaupun ia benar-benar seorang pembohong atau penipu yang ulung. Sebaliknya, oleh karena Ya'juj wa-Ma'juj itu nama suatu bangsa, maka tak seorangpun akan merasa keberatan memakai nama itu. Bahkan sebenarnya, bangsa Inggris sendiri telah memasang patung Ya'juj wa-Ma'juj di depan Guildhall di London. Inilah sebabnya mengapa Al-Qur'an hanya menggunakan nama Ya'juj wa-Ma'juj, dan tak menggunakan nama Dajjal yang artinya pembohong. Sebaliknya, kitab-kitab Hadits menggunakan kata Dajjal, karena nama Dajjal atau Anti Christ, dan ramalan-ramalan yang berhubungan dengan ini, disebutkan dalam Kitab Suci yang sudah-sudah. Oleh karena itu, perlu sekali dijelaskan bagaimana terpenuhinya ramalan-ramalan itu. Selain itu, kata Dajjal hanya menunjukkan satu aspek persoalan, yakni, kebohongan dan penipuan yang dilakukan oleh bangsa itu, baik mengenai urusan agama, maupun mengenai urusan duniawi. Akan tetapi terlepas dari sifat-sifatnya yang buruk, ada pula segi kebaikannya. Dipandang dari segi duniawi, kesejahteraan materiil mereka harus dipandang sebagai segi kebaikan mereka. Itulah sebabnya mengapa dalam Hadits digambarkan, bahwa mata Dajjal yang hanya satu, yaitu mata duniawi; gemerlap bagaikan bintang. Al-Our'an juga menerangkan keahlian mereka dalam membuat barang-barang. Jadi julukan Dajjal hanyalah sebagian dari gambaran bangsa itu. Dalam Al-Qur'an, bangsa-bangsa Kristen disebut "para penghuni Gua dan inskripsi" (18:9). Gambaran ini menggambarkan dua aspek sejarah agama Kristen. "Para penghuni Gua" merupakan gambaran yang tepat bagi kaum Kristen dalam permulaan sejarah mereka karena pada waktu itu ciri khas mereka yang paling menonjol ialah hidup dalam biara. Mereka meninggalkan sama sekali urusan duniawi untuk mengabdikan sepenuhnya dalam urusan agama. Dengan perkataan lain, mereka membuang dunia guna kepentingan agama. Akan tetapi pada zaman akhir, mereka digambarkan sebagai "Bangsa Inskripsi (ar-raqimi)". Kata raqmun artinya barang yang ditulis. Kata ini khusus digunakan bagi harga yang ditulis pada barang-barang dagangan, seperti pakaian dan sebagainya. Gambaran ini mengandung arti penyerapan mereka yang amat dalam, dalam urusan duniawi, fakta ini diuraikan dalam Al-Qur'an sbb: "Orang-orang yang usahanya menderita rugi dalam kehidupan dunia ini" (18:104). Jadi, bangsa Kristen yang pada permulaan sejarah mereka membuang dunia untuk kepentingan agama, tetapi pada zaman akhir, mereka membuang agama untuk kepentingan dunia; oleh sebab itu, mereka dikatakan dalam Al-Qur'an sebagai "salah satu pertanda Kami yang mengagumkan" (18:9). Sabda Al-Qur'an tersebut di atas adalah gambaran yang tepat tentang kecondongan mereka kepada kebendaan. Oleh karena dalam urusan duniawi, mereka lebih maju dari bangsa-bangsa lain, maka bangsa lain itu mengikuti mereka secara membuta-tuli, karena terpikat oleh keuntungan-keuntungan duniawi yang dijamin oleh mereka. Jadi, bangsa-bangsa Kristen menyesatkan bangsa-bangsa lain di dunia, bukan saja dengan pengertian yang salah tentang Putra Allah dan Penebusan dosa, melainkan pula dengan cita-cita mengejar-ngejar kebendaan secara membuta-tuli, dengan mengabaikan sama sekali nilai-nilai hidup yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam Hadits, mereka diberi nama Dajjal, atau penipu ulung.

Read more »

DAJJAL ADALAH IDENTIK (SAMA) DENGAN YA'JUJ WA-MA'JUJ

Segera setelah Al-Qur'an menerangkan pertempuran satu sama lain antara Ya'juj wa-Ma'juj, ayat 102 menerangkan persoalan Dajjal. "Apakah orang-orang kafir mengira bahwa mereka dapat mengambil hamba-hamba-Ku sebagai pelindung di luar Aku?" (18:102). Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an mempersamakan Dajjal dengan Ya'juj wa-Ma'juj. Mereka diberi nama yang berlainan karena mempunyai dua fungsi yang berlainan. Adapun mengenai identitas Ya'juj wa-Ma'juj para mufassir tak sama pendapatnya. Ibnu Katsir berkata, bahwa Ya'juj wa-Ma'juj adalah keturunan Adam, dan pendapat ini dikuatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim. Menurut kitab Ruhul-Ma'ani, Ya'juj waMa'juj adalah dua kabilah keturunan Yafits bin Nuh, yang bangsa Turki adalah sebagian dari mereka; mereka disebut Turki, karena mereka turiku (ditinggalkan) di sebelah sananya tembok. Selain itu, menurut uraian Al-Qur'an, terang sekali bahwa mereka adalah sebangsa manusia, yang untuk menghalang-halangi serbuan mereka, terpaksa dibangun sebuah tembok. Adapun yang kedua, Ya'juj wa-Ma'juj diuraikan dalam Al-Qur'an sbb : "Sampai tatkala Ya'juj wa-Ma'juj dilepas, mereka akan mengalir dari tiap-tiap tempat tinggi" (20:96). Ternyata bahwa yang dimaksud dengan kalimat "mengalir dari tiap-tiap tempat yang tinggi" ialah bahwa mereka akan menguasai seluruh dunia. Menilik cara Al-Qur'an menerangkan Ya'juj wa-Ma'juj dalam dua tempat tersebut, terang sekali bahwa akan tiba saatnya Ya'juj wa-Ma'juj mengalahkan sekalian bangsa di dunia. Dan terang pula bahwa pada waktu Al-Qur'an diturunkan, Ya'juj wa-Ma'juj sudah ada, tetapi gerak-gerik mereka masih tetap terkekang sampai saat tertentu, yang sesudah itu, mereka akan terlepas untukmenguasai seluruh dunia.

Read more »

DAJJAL DAN YA'JUJ WA-MA'JUJ MENURUT AL-QUR'AN

Kata Dajjal tak tertera dalam Al-Qur'an, tetapi dalam Hadits sahih diterangkan, bahwa sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi melindungi orang dari fitnahnya Dajjal, jadi menurut Hadits ini, Al-Quran memberi isyarat siapakah Dajjal itu. Mengenai hal ini diterangkan dalam Kitab Hadits yang amat sahih sebagai berikut: "Barang siapa hapal sepuluh ayat pertama Surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari (fitnahnya) Dajjal." "Barang siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari (fitnahnya) Dajjal." Boleh jadi, dalam menyebut sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir, itu yang dituju ialah seluruh surat Al-Kahfi yang melukiskan ancaman Nasrani yang beraspek dua, yang satu bersifat keagamaan, dan yang lain bersifat keduniaan. Bacalah sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi, anda akan melihat seterang-terangnya bahwa yang dibicarakan dalam dua tempat itu adalah ummat Nasrani. Mula-mula diuraikan aspek keagamaan, yang dalam waktu itu Nabi Muhammad dikatakan sebagai orang yang memberi peringatan umum kepada sekalian manusia (ayat 2), lalu dikatakan sebagai orang yang memberi peringatan khusus kepada ummat Nasrani (ayat 4), yaitu ummat yang berkata bahwa Allah memungut Anak laki-laki. Demikianlah bunyinya: "Segala puji kepunyaan Allah Yang menurunkan Kitab kepada hamba-Nya ..., ... agar ia memberi peringatan tentang siksaan yang dahsyat dari Dia… dan ia memperingatkan orang-orang yang berkata bahwa Allah memungut anak laki-laki." (18:1-4). Terang sekali bahwa yang dituju oleh ayat tersebut ialah ummat Nasrani, yang ajaran pokok agamanya ialah Tuhan mempunyai Anak laki-laki. Dalam sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi diuraikan seterang-terangnya, bahwa ummat Nasrani mencapai hasil gemilang di lapangan duniawi. Demikianlah bunyinya : "Apakah orang-orang kafir mengira bahwa mereka dapat mengambil hamba-Ku sebagai pelindung selain Aku?… Katakan Apakah Kami beritahukan kepada kamu orang-orang yang paling rugi perbuatannya? (Yaitu) orang yang tersesat jalannya dalam kehidupan dunia, dan mereka mengira bahwa mereka adalah orang yang mempunyai keahlian dalam membuat barang-barang." (18: 102-104). Ini adalah gambaran tentang bangsa-bangsa Barat yang diramalkan dengan kata-kata yang jelas. Membuat barang adalah keahlian dan kebanggaan ummat Nasrani, dan ciri-khas inilah yang dituju oleh ayat tersebut. Mereka berlomba-lomba membuat barang-barang, dan mereka begitu sibuk datam urusan ini, sehingga penglihatan mereka akan nilai-nilai kehidupan yang tinggi, menjadi kabur sama sekali. Membuat barang-barang, sekali lagi membuat barang-barang, adalah satu-satunya tujuan hidup mereka di dunia. Jadi, sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi menerangkan dengan jelas bahayanya ajaran Kristen tentang Putra Allah, dan tentang kegiatan bangsa-bangsa Kristen di lapangan kebendaan, dan inilah yang dimaksud dengan fitnahnya Dajjal. Ya'juj wa-Ma'juj diuraikan dua kali dalam Al-Quran. Yang pertama diuraikan dalam surat al-Kahfi, sehubungan dengan uraian tentang gambaran Dajjal. Menjelang berakhimya surat al-Kahfi, diuraikan tentang perjalanan Raja Dhul-Qarnain* ke berbagai jurusan untuk memperkuat tapal-batas kerajaannya. Ternyata bahwa menurut sejarah, raja ini ialah raja Persi yang bernama Darius I. Diterangkan dalam surat tersebut, bahwa perjalanan beliau yang pertama, berakhir di laut Hitam. "Sampai tatkala ia mencapai ujung yang paling Barat, ia menjumpai matahari terbenam dalam sumber yang berlumpur hitam." (18:86). Ternyata bahwa yang dimaksud sumber yang berlumpur hitam ialah Laut Hitam. Selanjutnya diuraikan dalam surat tersebut, kisah perjalanan beliau ke Timur "Sampai tatkala ia mencapai tempat terbitnya matahari, ia menjumpai matahari terbit di atas kaum yang tak Kami beri perlindungan dari (matahari) itu" (18:90). Selanjutnya diuraikan tentang perjalanan beliau ke Utara. "Sampai tatkala ia mencapai (suatu tempat) diantara dua bukit" (18:93). Yang dimaksud dua bukit ialah pegunungan Armenia dan Azarbaijan. Dalam perjalanan ke Utara ini, raja Dhul-Qarnain berjumpa dengan suatu kaum yang berlainan bahasanya, artinya, mereka tak mengerti bahasa Persi. Kaum ini mengajukan permohonan kepada raja Dhul-Oarnain sbb: "Wahai Dhul-Qarnain! Sesungguhnya Ya'juj wa-Ma'juj itu membuat kerusakan di bumi. Bolehkah kami membayar upeti kepada engkau, dengan syarat sukalah engkau membangun sebuah rintangan antara kami dan mereka" (18:94). Selanjutnya Al-Qur'an menerangkan, bahwa raja Dhul-Qarnain benar-benar membangun sebuah tembok** dan sehubungan dengan itu, Al-Qur'an menyebut-nyebut besi dan tembaga sebagai bahan untuk membangun pintu gerbang: "Berilah aku tumpukan besi, sampai tatkala (besi) itu memenuhi ruangan di antara dua bukit, ia berkata: 'Bawalah kemari cairan tembaga yang akan kutuangkan di atasnya' (18:96). Dalam ayat 97 diterangkan, bahwa tatkala tembok itu selesai, mereka (Ya'juj wa-Ma'juj) tak dapat menaiki itu, dan tak dapat pula melobangi itu. Dalam ayat 98, raja Dhul-Qarnain menerangkan, bahwa bagaimanapun kuatnya, tembok ini hanya akan berfaedah sampai jangka waktu tertentu, dan akhirnya tembok ini akan runtuh. Lalu kita akan dihadapkan kepada peristiwa yang lain. "Dan pada hari itu, Kami akan membiarkan sebagian mereka (Ya'juj wa-Ma'juj) bertempur melawan sebagian yang lain" (18:99). *[Kata Dhul-Qarnain makna aslinya "mempunyai dua tanduk", tetapi dapat berarti pula "orang yang memerintah dua generasi", atau, "orang yang memerintah dua kerajaan. Makna terakhir ini diberikan oleh musafir besar Ibnu Jarir. Dalam kitab perjanjian lama, Kitab Nabi Daniel, terdapat uraian tentang impian nabi Daniel, dimana ia melihat seekor domba bertanduk dua. Impian itu ditafsirkan dalam al-Kitab dengan kata-kata sebagai berikut: "Adapun domba jantan, yang telah kau lihat dengan tanduk dua pucuk, yaitu raja Media dan Persi, (Daniel 8:20). Diantara raja Media dan Persi, yang paling cocok dengan gambaran Al-Quran, ialah raja Darius I (521-485 sebelum Kristus). Jewish Encyclopaedia menerangkan sbb : "Darius adalah negarawan yang ulung. Peperangan yang beliau lakukan hanyalah dimaksud untuk membulatkan tapal-batas kerajaannya, yaitu di Armenia, Kaukasus, India, sepanjang gurun Turania dan dataran tinggi Asia Tengah". Pendapat ini dikuatkan oleh Encyclopaedia Britannica sbb: "Tulisan yang diukir dalam batu menerangkan bahwa raja Darius adalah pemeluk agama Zaratustra yang setia. Tetapi beliau juga seorang negarawan yang besar. Pertempuran yang beliau lakukan, hanyalah untuk memperoleh tapal-batas alam yang kuat bagi kerajaannya, demikian pula untuk menaklukkan suku bangsa biadab di daerah perbatasan. Jadi, raja Darius menaklukkan bangsa biadabdi pegunungan Pontic dan Atmenia,dan meluaskan kerajaan Persia sampai Kaukasus"]. **[Rintangan atau tembok yang diuraikan disini ialah tembok yang termasyur di Derbent (atau Darband) yang terletak di pantai Laut Kaspi. Dalam kitab Marasidil - Ittila', kitab ilmu-bumi yang termasyur, terdapat uraian tentang hal itu. Demikian pula dalam kitabnya lbnu at-Faqih. Encyclopaedia Biblica menjelaskan tembok itu sbb :.Derbent atau Darband adalah sebuah kota kerajaan Persi di Kaukasus, termasuk propinsi Daghistan, di pantai Barat laut Kaspi… Di ujung sebelah Selatan, terletak Tembok Kaukasus yang menjulang ke laut, yang panjangnnya 50 mil, yang disebut Tembok Alexander…Tembok ini seluruhnya mempunyai ketinggian 29 kaki, dan tebal ± 10 kaki; dan dengan pintu gerbangnya yang dibuat dari besi, dan berpuluh-puluh menara-pengintai, merupakan pertahanan tapal-batas kerajaan Persi yang kuat].

Read more »

Arti Dajjal dan Ya'juj wa Ma'juj

Dajjal disebutkan berulang-ulang dalam Hadits, sedangkan Ya'juj wa-Ma'juj bukan saja disebutkan dalam Hadits, melainkan pula dalam Al-Qur'an. Dan kemunculannya yang kedua kalinya ini dihubungkan dengan turunnya Al-Masih. Kata Dajjal berasal dari kata dajala, artinya, menutupi (sesuatu). Kamus Lisanul-'Arab mengemukakan beberapa pendapat mengapa disebut Dajjal. Menurut suatu pendapat, ia disebut Dajjal karena ia adalah pembohong yang menutupi kebenaran dengan kepalsuan. Pendapat lainnya mengatakan, karena ia menutupi bumi dengan bilangannya yang besar. Pendapat ketiga mengatakan, karena ia menutupi manusia dengan kekafiran. Keempat, karena ia tersebar dan menutupi seluruh muka bumi. Pendapat lain mengatakan, bahwa Dajjal itu bangsa yang menyebarkan barang dagangannya ke seluruh dunia, artinya, menutupi dunia dengan barang dagangannya. Ada juga pendapat yang mengatakan, bahwa ia dijuluki Dajjal karena mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan hatinya, artinya, ia menutupi maksud yang sebenarnya dengan kata-kata palsu. Kata Ya'juj dan Ma juj berasal dari kata ajja atau ajij dalam wazan Yaf'ul; kata ajij artinya nyala api. Tetapi kata ajja berarti pula asra'a, maknanya berjalan cepat. Itulah makna yang tertera dalam kamus Lisanul-'Arab. Ya'juj wa-Ma'juj dapat pula diibaratkan sebagai api menyala dan air bergelombang, karena hebatnya gerakan

Read more »

Penerapan Pancasila di Aceh dulu s/d Sekarang

MASA ORDE LAMA Pada suatu upacara, peringatan 20 tahun dan Long March Supersemar Pemuda Indonesia I (1986) di istana Bogor, ketua MPR, Amir Mahmud ketika itu, menyampaikan sambutannya antara lain: “Khusus dalam rangka memperingati hari lahirnya Supersemar, yang patut diingat, janganlah mengecam siapa yang bersalah atau pun memuji siapa yang berjasa. Juga jangan ada dendam, dengki, iri hati dan jangan dieksploitir untuk maksud-maksud yang tidak baik, atau mem-belokkan hakekat kebenaran Supersemar, serta jangan pula dihadapi dengan jiwa kerdil. Peristiwa Supersemar, pada hakekatnya adalah peristiwa sosial-idiologis, yang mengandung Pancamuka, yaitu sebagai peristiwa historis yang membuka babak baru perjuangan rakyat Indonesia. Supersemar sebagai peristiwa idiologis, karena dengan itu idiologi Pancasila dapat diamankan dari ancaman dan gangguan. Supersemar sebagai peristiwa politis, dengan adanya Supersemar, lahirlah orde politik baru yang dikenal dengan Orde Baru. Sebagai peristiwa yuridis, karena merupakan sumber hukum dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dan kenegaraan; di samping itu sebagai peristiwa kerohanian, karena lahirnya Supersemar sebagai “mu’jizat” dari Allah. Idiologi apa pun di luar Pancasila, jika diterap-kan di Indonesia akan sangat berbahaya bagi keutuhan dan eksistensi negara. Oleh sebab itu, jangan lengah, jangan terpesona daya tarik yang memukau, jangan tergiur oleh ajakan yang meng-himbau,, jangan terpengaruh bisikan janji atau pancingan-pancingan yang menggairahkan selera, yang dapat memalingkan kesadaran akan kepri-badian Pancasila dan pandangan hidup bangsa Indonesia”. Ungkapan yang dilontarkan Amir Mahmud, sebagaimana tersebut di atas, dapat dipandang mewakili pandangan pemerintah Pancasila, yang disadari ataupun tidak telah menempatkan Pancasila sebagai benda keramat. Atas dasar itu pula, maka selama pemerintahan orla maupun orba, terdapat beberapa hal yang “diharamkan” untuk dikritik, yaitu: Tidak boleh mengkritik Pancasila dan UUD 45, tidak boleh mengkritik kebijaksanaan peme-rintah, tidak boleh mengkritik dwi fungsi ABRI, dan tidak boleh mengungkapkan kesalahan pegawai pemerintah. Siapa pun yang melanggar rambu-rambu ini, pelakunya akan berhadapan dengan alat negara dan dituduh melanggar undang-undang anti subversi. Soekarno yang dikenal masyarakat, sebagai penggagas Pancasila, dan kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Dan juga Soeharto yang menjadi arsitek Orde Baru, adalah orang-orang yang mengganggap dirinya sebagai pengawal setia Pancasila. Dari kedua mantan presiden RI ini, kita ingin memperoleh potret yang jelas tentang hakekat Pancasila dalam penerapan-nya di tanah air. Di sini kita akan mencoba menyoroti kedua tokoh tersebut dalam membuat kebijakan mereka yang didasarkan pada Pancasila, terhadap umat Islam di Aceh khususnya, dan kaum muslimin di seluruh Indonesia pada umumnya. Untuk menyoroti hal tersebut, di bawah ini, kami kutipkan tulisan Al-Chaedar dalam bukunya Aceh Bersimbah Darah, khususnya mengenai bagaimana penerapan Pancasila serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, baik di masa orla, orba maupun sekarang ini. Pancasila di Masa Orla24) Pada masa Orde Lama muncul di Aceh apa yang terkenal dengan peristiwa Pulot-Cot Jeumpa bulan Maret 1954, sehingga peristiwa ini pun disebut peristiwa Mar.25) Bulan Maret bagi orang Aceh, tidaklah sesuci megah dan agungnya peringatan peristiwa 11 Maret 1966 dalam kerangka pikir Orde Baru, karena kekejaman tentara Republik di bulan itu telah demikian traumatis bagi rakyat Aceh. Dalam peristiwa Pulot-Cot Jeumpa ini, berkaitan dengan Darul Islam (1953-1964) di Aceh, tentara Nasional Indonesia dengan brutal membantai anak-anak bayi, wanita dan orang-orang tua yang sudah uzur. Angkatan perang Republik ini memang terlihat begitu kuat dan perkasanya di hadapan “musuh-musuh” hamba la’eh (kaum lemah) di Aceh ini. Di headline Surat kabar “Peristiwa” yang terbit di Koetaradja (Kini Banda Aceh) memuat berita tragis tentang pembantaian manusia secara keji dan tak berperikemanusiaan: “99 orang penduduk di daerah Pulot Cot Jeumpa (Aceh Besar) yang tidak berdosa dibantai oleh alat negara.26) Berita yang dikutip oleh beberapa harian di Jakarta, serta menimbulkan beberapa atmosfir kesedihan masyarakat Aceh di Jakarta, serta menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah benar, alat negara membantai rakyatnya sendiri, lebih-lebih rakyat yang tidak berdosa? Apakah mungkin ada kekejaman yang demikian biadab terjadi di Tanah air ini? Tetapi bagaimanapun pemberon-takan yang terjadi di Aceh, pada hakekatnya adalah suatu “peperangan” antara alat negara sebagai kekuatan yang sah melawan gerombolan pem-berontak. Dalam setiap peperangan apa saja bisa terjadi. Tidak mustahil ayah membunuh anaknya, demikian juga sebaliknya. Betapa terkejutnya dan prihatinnya orang-orang Aceh di Jakarta, demikian juga di tempat-tempat lain mendengar berita pemberontakan di Aceh bulan September 1953, kurang lebih enam bulan sebelum berlalu hampir dapat dilihat sebagai suatu unjuk rasa politik dengan memakai cara seccesionist movement, tetapi peristiwa Pulot-Cot Jeumpa telah merupakan pembunuhan dengan sengaja dan meriah terhadap rakyat yang lemah oleh sebagian alat negara yang tidak bertanggung jawab. Sudah barang tentu pemerintah pada waktu itu dibawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (dari Partai Nasional Indonesia/PNI) membantah keras bahwa alat negara telah melakukan pembunuhan massal seperti diberitakan oleh sementara surat kabar baik yang terbit di daerah maupun yang di Jakarta. Apakah yang sebenarnya yang telah terjadi di tempat yang dinamakan Pulot Cot Jeumpa. Dua desa kecil dalam kabupaten Aceh Besar, di daerah kecamatan Lho’ Nga kurang lebih 15 km dari ibu kota propinsi Aceh Koetaraja. Desa itu didiami hampir 100% para nelayan di tepi pantai samudera Indonesia yang indah. Peristiwanya dikisahkan sebagai berikut. Pada suatu hari di bulan Maret 1954 dalam rangka operasi militer mengejar pemberontak, sebuah iring-iringan truk militer melewati desa kecil dan guyub tersebut. Sesampainya di sebuah jembatan yang terletak di kampung Pulot, secara mendadak iring-iringan militer itu dihadang oleh gerombolan pemberontak. Tembak-menembak terjadi antara militer dengan pemberontak. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak, sedang gerombolan pemberontak melarikan diri ke hutan melalui kedua kampung yang namanya menjadi tenar itu. Sudah barang tentu militer tidak bisa tinggal diam menghadapi hadangan itu. Mereka segera meminta tambahan bantuan tenaga dari Koetaraja. Hari ini juga diadakan operasi besar-besaran dalam kampung Pulot dan Cot Jeumpa, dalam rangka mengejar pemberontak yang diduga keras bersembunyi di sekitar kampung tersebut. Di sini mulainya tragedi itu. Rakyat dari kedua kampung itu tidak ada seorang pun yang dapat memberi keterangan, ke mana larinya pemberontak yang menghadang tadi. Semua mereka mejawab tidak tahu. Jawaban-jawaban yang kurang mem-bantu itu, membuat suasana menjadi panik. Batalyon 142 lantas mengamuk dan secara membabi buta memuntahkan peluru senjatanya ke arah rakyat, sasaran tak berdosa itu. Akibatnya 99 orang rakyat sipil meninggal dunia. Tidaklah terlalu salah jika banyak orang berkesimpulan bahwa Tentara Nasional Indonesia hanya bertujuan membunuh rakyat semata, bukan melindunginya. Apalagi dengan berada di bawah kepemimpinan Jendral-jendral non muslim, tujuan itu semakin jelas: Pemberangusan embrio muslim di mana pun diseluruh Indonesia. Serangan terhadap muslim di Indonesia memang menyedihkan, tidak hanya cukup dengan serangan-serangan ideologis, tapi juga serangan-serangan fisik. Leher orang-orang Muslim dianggapnya lebih murah ketimbang leher seekor kambing sehingga dapat dengan leluasanya kaum Muslimin dimana pun digorok hidup-hidup, sembari menitipkan pesan bahwa si mati adalah GPK atau pemberontak. Di Aceh kebutuhan yang hampir terlupakan dalam adu kekuatan antara pasukan pemerintah dan Darul Islam kembali menarik perhatian dunia luar ketika sebuah surat kabar setempat, Peristiwa, menulis kepala berita “Darah membanjiri tanah Rencong” pada awal maret. Surat kabar itu memberitakan hampir seratus orang penduduk desa di kabupaten Aceh Besar dibantai oleh tentara dalam dua insiden pada akhir pebruari; kejadian ini sebagai peristiwa Pulot-Cot Jeumpa. Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 26 pebruari ketika satu peleton pasukan yang kalap dari Batalyon 142 (dari Sumatera Barat) secara semena-mesa menembak mati duapuluh lima petani di Cot Jeumpa, sebuah kampung dekat Koetaraja. Kejadian ini diikuti oleh kekejaman lainnya dua hari kemudian di sebuah yang berdekatan, Pulot, di mana anggota Batalyon yang sama membantai enam puluh empat nelayan, yang berusia sebelas sampai seratus tahun, dan melukai lima orang lainnya. Surat kabar ini juga mem-beritakan bahwa dalam dua peristiwa tersebut tentara memasuki dua kampung itu dan mengum-pulkan semua pria dari rumah-rumah atau tempat kerja mereka dan menembak mereka tanpa selidik terlebih dahulu, sementara jalan raya ditutup bagi lalu lintas. Mereka yang luka-luka atau yang tidak berada di desa ketika pembantaian itu berlangsung menyembunyikan diri dan melapor kejadian itu kepala surat kabar tersebut. Bersamaan dengan itu muncul teror yang mengancam dari tentara. Kenyataan itu telah dipahami secara salah bahwa pembantaian merupakan tindakan balas dendam atau serangan Darul Islam terhadap suatu unit tentara dari Batalyon 142 beberapa hari sebelumnya di dekat kedua kampung tersebut. Dalam serangan itu lima belas tentara yang berasal dari Sumatera Barat telah terbunuh. Dendam terhadap serangan itu menyebabkan sebuah unit lain dari Batalyon tersebut, dibawah pimpinan Letnan Munir Zein, mengumpulkan semua pria yang ada di dalam kedua kampung itu dan membunuh mereka. Mengingat kekejaman pasukan dari Sumatera Barat dan Tapanuli dalam operasi-operasi mereka di Aceh, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk meragukan terjadinya pembantaian. Banyak anggota dari unit-unit Sumatera Barat terlibat dalam segala macam kekejaman, mulai dari pemerkosaan, ancaman, perampasan, judi, penyiksaan, sampai pembunuhan. Seakan-akan menonjolkan superio-ritas etnis mereka, dalam setiap kesempatan anggota-anggota pasukan tersebut membanggakan diri kepada penduduk desa “Ini anak Padang”. Agaknya hal ini mengungkapkan antagonisme antara etnis di antara suku Minangkabau dan Aceh, di mana rakyat Aceh, sebagai akibat pengalaman sejarah, merasa diri lebih unggul atas suku Minangkabau yang pernah takluk pada mereka di abad-abad sebelumnya. Sebenarnya, ini hanyalah strategi militer yang menganut sistem cross-cutting integration a la Napoleon dalam memecah belah suatu bangsa. Sistem ini pulalah yang dianut rezim Orde Lama Soekarno yang namanya begitu “harum” di depan hidung orang-orang yang awam politik. Mula-mula kejadian ini dicoba hendak ditutup-tutupi, tetapi harian Peristiwa Aceh, yang terbit di Koetaraja membeberkan kejadian tersebut, sehingga great expose di Jakarta, Medan, Bandung dan Yogyakarta. Ada beberapa orang Aceh yang tinggal di Luar Negeri ingin membawa masalah itu ke forum PBB di Nem York. Masyarakat Aceh di Jakarta, melalui perhim-punan masyarakat Aceh Taman Iskandar Muda (TIM), mulai berfikir untuk mencari penyelesaian terbaik bagi bangsa ini. Namun, idialisme hanya sampai tahap awal tentang bagimana baiknya mengadakan “pendekatan” dengan pemerintah pusat untuk menanyakan sampai berapa jauh kebenaran berita yang dimuat di surat-surat kabar. Orang-orang politik, terutama yang duduk di DPR seperti Amelz dan ustadz Nur El Ibrahimy bertanya lewat forum DPR. Orang-orang Aceh yang duduk dalam pemerintahan, juga menjajaki melalui instansi masing-masing . Kalau benar, bagaimana pertanggung jawaban oknum yang terlibat dalam peristiwa tersebut.Yang lebih penting, bagaimana hal yang demikian tidak terulang lagi. Orang-orang Aceh yang terdiri dari rakyat biasa, menanggapi peristiwa itu dengan emosi yang meluap-luap. Dalam menghadapi Peristiwa Pulot-Cot Jeumpa ini, orang-orang Aceh di Jakarta kompak. Satu saran mereka yang positif, yaitu semuanya harus diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku. Padahal Negara yang berdasarkan hukum ini sama-sekali “tidak memakai hukum” untuk menyelesaikan persoalan-persoalan politik. Semuanya cukup dengan sebuah rekayasa, sebuah “musyawarah yang dipaksakan”. Pengurus Taman Iskandar Muda mengadakan rapat pleni di Jalan Tosari 29 Jakarta membicarakan langkah-langkah yang sepatutnya diambil oleh pengurus, baik untuk intern menghadapi orang-orang Aceh di Jakarta maupun ekstern menghadapi pemerintah pusat. Juga diperbincangkan sikap kebersamaan apa yang selayaknya ditempuh oleh Badan Kontak Organisasi Aceh yang baru dibentuk beberapa bulan sebelumnya. Tiga puluh delapan hari setelah meletus Peristiwa Daud Beureuh, Perdena Menteri Ali Sostroamidjojo memberi Keterangan Pemerintah mengenai peristiwa tersebut di dalam rapat pleno terbuka DPR-RI pada tanggal 28 Oktober 1953. Pemerintah menganggap bahwa apa yang terjadi di Aceh pada tanggal 21 September itu adalah Pemberontakan Daud Beureuh dengan segelintir kawan-kawan dan pengikut-pengikutnya, bukan pemberontakan rakyat Aceh. Akan tetapi kalau kita mengetahui bahwa hampir seluruh rakyat Aceh terlibat dalam pemberontakan itu, baik secara aktif maupun dengan memberikan bantuan di belakang layar, demikian juga seluruh instansi mulai dari pamong raja (bupati, wedana sampai kepada camat) jawatan-jawatan terutama jawatan agama sampai kepada polisi, banyak orang beranggapan bahwa pemberontakan itu adalah pemberontakan rakyat Aceh yang total. Keterangan Pemerintah bagian kedua, yaitu yang mengenai latar belakang peristiwa, menge-sankan seakan-akan Keterangan Pemerintah ini duplikat dari laporan yang disodorkan oleh golongan yang pada waktu itu disebut “sisa-sisa feodal”, yaitu laporan yang selalu dilontarkan oleh mereka terhadap Teungku Muhammad Daud Beureueh dan kawan-kawan atau umumnya ter-hadap PUSA. (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Rancangan Keterangan Pemerintah yang pertama (kode S.1110/53) yang terdiri dari 33 butir sama sekali. Umpamanya dikatakan bahwa pakaian seragam yang dipakai oleh anak-anak pandu Kasysyafatul Islam kepunyaan PUSA yang berjumlah 4000 orang itu adalah sumbangan dari Borsumij, suatu perusahaan Belanda. Bagaimana dapat masuk diakal, PUSA mau menerima sumbangan dari musuhnya? Bagimana pula Borsumij mau memberi sumbangan kepada musuh negaranya? Dikatakan pula bahwa PUSA menerima sumbangan dari Amerika Serikat sebanyak $ 15.000.000,00 untuk membendung komunisme. Seterusnya dikatakan bahwa pimpinan-pimpinan PUSA mempunyai saham dalam NV Permai dan ATC (Acek Trading Company), suatu perusahaan milik Pemerintah Republik Indonesia. Sedang dalam rancangan keterangan Pemerintah yang terakhir (kode S1171/53 yang terdiri dari 22 butir) sebagian daripada tuduhan-tuduhan yang keterlaluan itu telah dihi-langkan karena jelas benar kebohongannya. Kemudian pada tanggal 2 November 1953 Pemerintah berdiri lagi di depan DPR-RI memberi jawaban atas pandangan umum para anggota yang telah berbicara pada babak pertama mengenai Keterangan Pemerintah yang diberikan pada tanggal 28 Oktober 1953. Satu hal yang sangat tidak jujur bahwa setelah selesai Pemerintah meng-ucapkan jawabannya, pemandangan umum babak kedua langsung ditutup. Para anggota tidak diberi kesempatan lagi untuk mengucapkan peman-dangan umumnya pada babak kedua untuk menguji jawaban Pemerintah.Hal itu merupakan pengurangan hak-hak demokrasi. Seterusnya pada tanggal 13 April 1954 untuk ketiga kalinya Pemerintah memberi keterangan di dalam rapat paripurna terbuka DPR-RI mengenai peristiwa Cot Jeumpa, yang oleh harian Peristiwa yang terbit dari Kutaraja disebut “banjir darah yang membasahi bumi Tanah Rencong”, karena 64 orang penduduk yang tidak berdosa telah menjadi korban tindakan alat negara yang tidak bertanggung jawab. Dari keterangan Pemerintah, baik yang di-ucapkan di dalam DPR, maupun yang diberikan di luar DPR, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penyesuaian Peristiwa Daud Beureuh ini Pemerintah mempergunakan tangan besi, yaitu dengan mengambil tindakan kekerasan senjata untuk membasmi “gerombolan-gerombolan” liar yang memberontak dengan senjata terhadap Pemerintah Negara Republik Indonesia. Anggota-anggota oposisi (Mr. Kasman Singo-dimedjo, Mr. Mohammad Dalijono, Amelz dan M. Nur El Ibrahimy) yang tidak menyetujui kebijak-sanaan politik Pemerintah mengenai Peristiwa Daud Beureueh, oleh Perdana Menteri Ali Sastro-amidjojo dikatakan “seakan-akan memberi kesan hendak membela pemberontak yang sudah nyata-nyata merugikan negara dan bangsa kita.” khusus mengenai penulis dalam keterangannya yang terakhir sebelum kabinetnya jatuh, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mencap M. Nur El Ibrahimy “sebagai pembela pemberontak yang setia”. “Tak ada kesalahan yang M. Nur El Ibrahimy diperbuat, selain menentang kebijaksanaan Pemerintah dan mengupas tanpa tedeng aling-aling tindakan alat-alat negara yang melampaui batas-batas hukum dan melanggar garis-garis perikemanusiaan terutama yang dilakukan oleh anak buah Simbolon yang tergabung dalam Batalyon B dan anak buah Mayor Sjuib yang tergabung dalam Batalyon 142. Mereka ini terlibat dalam pembantaian di Cot Jeumpa dan sekitarnya (Pulot/Leupung dan Kroeng Kala) yang menewaskan 99 orang penduduk yang tidak berdosa, sehingga menimbulkan protes yang keras dari seluruh rakyat Aceh terutama pelajar dan mahasiswa. Pada mulanya pemerintah membantah dengan keras adanya tindakan alat-alat negara yang melampaui batas itu. Akan tetapi kemudian tatkala terjadi pemberontak PRRI (Pemerintah Revo-lusioner Republik Indonesia) dan Simbolon terlibat di dalamnya, Soedibjo – Menteri Penerangan pada waktu itu mengutuk dan mencaci maki Simbolon dengan membongkar perbuatan anak buahnya yang telah melakukan kekejaman dan pembantaian terhadap rakyat Aceh pada waktu mereka bertugas memulihkan keamanan di daerah Aceh dalam rangkaian Peristiwa Daud Beureuh. Dari pihak oposisi sejak awal telah mempe-ringatkan pemerintah bahwa tindakan kekerasan semata-mata apalagi jika disertai dengan caci maki dan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan ter-hadap Tengku Muhammad Daud Beureueh dan kawan-kawan tidak akan segera dapat menye-lesaikan persoalan, malahan sebaliknya mungkin akan meruncing suasana dan mengakibatkan penyelesaian menjadi berlaruh-larut. Akan tetapi, dengan lantang pemerintah menyatakan bahwa keamanan akan dapat dipulihkan pada akhir tahun 1953.Ternyata dugaan pemerintah meleset sama sekali. Hal itu diakui oleh Komisi Parlemen ke Aceh yang diketuai oleh Sutardjo Kartohadikusumo dan oleh beberapa orang wartawan yang pernah meninjau Aceh di antaranya Hasan dari Abadi dan Asa Bafagih dari Pemandangan . Kemudian, setelah Takengong dan Tangse diduduki, pemerintah merasa optimis bahwa keamanan akan dipulihkan pada bulan Maret 1954. Ternyata anggapan pemerintah ini pun meleset. Bahkan, sampai Kabinet Ali jatuh pada tahun 1955, keamanan di Aceh belum dapat dipulihkan. Benar, Tangse dan Takengong diduduki pasukan peme-rintah maka pertempuran besar-besaran yang dimulai 21 September 1953 tidak terjadi lagi. Akan tetapi, sejak saat itu tejadilah apa yang dinamakan “gangguan keamanan” terus menerus di mana-mana, bukan saja di kampung-kampung akan tetapi juga di kota-kota. Terjadi penyerangan kecil-kecilan terhadap pos-pos tentara, dan penghadangan-penghadangan terhadap patroli-patroli dan penye-rangan terhadap konvoi-konvoi yang membawa pasukan atau mengangkut perbekalan. Dipandang dari segi kemiliteran pada saat itu potensi kaum pemberontak memang tidak mem-bahayakan lagi, Akan tetapi, dilihat dari sudut keamanan rakyat, gangguan itu langsung menimpa diri mereka .Kalau dalam taraf pertama hanya alat-alat negara (tentara dan satuan Brimob) atau gerombolan yang menjadi sasaran, maka dalam taraf yang kedua sasaran langsung adalah rakyat, baik dari alat-alat negara, maupun adri pihak gerombolan. Menghadapi tahap yang kedua ini timbul dua pendapat yang berbeda. Yang pertama berpendapat bahwa potensi militer gerombolah sudah patah, mereka sudah lumpuh dan terpecah-pecah serta terdesak ke hutan-hutan dan mengalami kelaparan. Yang kedua, berpendapat bahwa gerombolan mengubah taktik, mereka tidak mau memboroskan tenaga dengan jalan menghindari pertempuran besar-besaran. Mereka melakukan pengadaan-pengadaan yang sedapat mungkin efektif dengan kekuatan yang sekecil-kecilnya serta mengadakan ganggguan keamanan yang merupakan pula perang urat saraf. Pemerintah dan pejabat-pejabat di pusat lebih mempercayai pendapat yang pertama sehingga timbul rasa optimistis yang berlebih-lebihan bahwa keamanan segera pulih kembali. Akan tetapi mereka langsung menghadapi peristiwa di daerah yaitu Staf Keamanan di Koetaraja memandang bahwa keadaan dalam tahap cukup kritis dan lebih membahayakan. Selain rakyat yang langsung menjadi sasaran kedua pihak, roda pemerintahan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pamongpraja yang diangkat oleh Gubernur Sumatra Utara, Mr. S. M. Amin, untuk mengisi lowongan yang ditimbulkan oleh pem-berontak, tidak melakukan tugasnya karena 80% daripadanya terdiri “sisa-sisa feodal”. Mereka tidak berani menempati posnya yang jauh dari kota karena takut kepada gerombolan. Mengenai hal ini Bupati A. Wahab, Ketua/Koordinator Staf Keamanan berkata, “Tetapi yang paling menyukarkan ialah Pamongpraja atau pegawai yang telah ditetapkan untuk suatu tempat tidak ada yang berani tinggal di tempatnya itu kalau tidak dikawal oleh alat negara yang bersenjata.” Koordinator kepolisian, Nya’ Umar, berpendapat bahwa rakyat semakin merasa terancam karena merajalelanya gerombolan yang menjalankan penculikan-penculikan, sedangkan kekuatan ber-senjata tidak cukup untuk memberi perlindungan. Selanjutnya Nya’ Umar berkata, “Bagi saya, bahaya yang tidak kurang beratnya ialah gerombolan mempunyai orang-orang di daerah kita bahkan di tengah-tengah kota.” Geromboaln Perti mengatakan bahwa sudah 35 orang anggotanya yang terbunuh. Golongan BKR (Badan Keinsyafan Rakyat) yaitu oraganisasi “sisa-sisa feodal” menganjurkan pemerintah agar me-nempatkan tentara sebanyak-banyaknya di tiap-tiap kampung sehingga jumlahnya untuk Kabupaten Aceh Besar saja jangan kurang dari 2.500 orang. Pada masa itu di Koetaraja diadakan “daerah perlin-dungan” di Kedah yang menampung 150 orang lebih yang meminta perlindungan karena terancam di daerahnya. Pada waktu itu ada empat orang yang mena-makan dirinya “wakil rakyat” telah menyampaikan permohonan kepada Menteri Pertahanan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1954, supaya tentara yang bertugas di Aceh jangan ditarik dahulu. Bukankah hal ini menunjukkan kritisnya keadaan? Pendeknya, gangguan keamanan yang oleh Pemerintah diharapkan dapat berakhir dalam waktu yang singkat, sampai kabinet Ali Sostroamidjojo jatuh pada tahun 1955 belum teratasi. Pada permulaan bulan September 1954, genap setahun sesudah pecahnya Peristiwa Daud Beureuh, seperti halilintar di tengah hari ma-syarakat Indonesia di Ibukota RI termasuk Kabinet Ali Sostroamidjojo dikejutkan oleh munculnya seorang putera Aceh bernama Hasan Muhammad Tiro berdiam di New York, sebagai mahasiswa fakultas hukum pada Colombia University , dan sebagai seorang staf perwakilan Indonesia di New York, dia tidak pernah dikenal oleh masyarakat Indonesia apalagi oleh masyarakat internasioanal. Ia bertempat tinggal di 454 Riverside Drive, New York dan mempunyai kantor di jalan terbesar yaitu di 489 Fifth Avenue, New York 17. Sejak bulan September 1954 dengan tiba-tiba nama Hasan Muhammad Tiro bukan saja dikenal oleh masya-rakat Indonesia, akan tetapi juga oleh dunia internasional. Ia muncul sebagai “Duta Besar Republik Islam Indonesia” di Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan sebuah surat terbuka kepada Perdana Ali Sostroamidjojo. Surat ini disiarkan oleh suat-surat kabar Amerika dan surat-surat kabar Indonesia yang terbit di Jakarta seperti Abadi, Indonesia Raya dan Keng Po. Dalam surat ini Hasan Muhammad Tiro menu-duh Pemerintah Ali Sostroamidjojo telah menyeret bangsa Indonesia ke dalam lembah keruntuhan ekonomi dan politik, perpecahan dan perang saudara, serta memaksa mereka bunuh-membunuh sesama saudara. Di samping itu pemerintah Ali Sostroamidjojo telah melakukan pula kejahatan-kejahatan genocide terhadap rakyat sipil Aceh. Suatu tindakan biadab dan primitif yang dilakukan oleh sebuah rezim negara Republik modern di bawah naungan Pancasila di mana hal ini sudah tentu teramat sangat bertentangan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Isi surat Hasan Muhammad Tiro itu adalah sebagai berikut: New York, 1 September 1954 Kepada Tuan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo Jakarta Dengan hormat, Sampai hati ini sudah lebih setahun lamanya Tuan memegang kendali pemerintahan atas tanah air dan bangsa kita. Dalam pada itu alangkah sayangnya, kenyataan-kenyataan sudah membuktikan bahwa Tuan, bukan saja telah tidak mempergunakan kekuasaan yang telah diletakkan di tangan Tuan itu untuk membawa kemakmuran, ketertiban, keamanan, keadilan dan persatuan di kalangan bangsa Indonesia, tetapi sebaliknya Tuan telah dan sedang terus menyeret bangsa Indonesia ke lembah keruntuhan ekonomi dan politik, kemelaratan, perpecahan, dan perang saudara. Belum pernah selama dunia berkembang, tidak walaupun di masa penjajahan, rakyat Indonesia dipaksa bunuh membunuh antara sesama saudaranya secara yang begitu meluas sekali sebagaimana sekarang sedang Tuan paksakan di Aceh, di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Ataukah zaman penjajahan baru sudah datang ke Indonesia di mana hanya kaum Komunis yang mengecap kemerdekaan, sedang yang lain-lain harus dibunuh mati? Lebih dari itu lagi, Tuan pun tidak segan-segan memakai politik “pecah dan jajah” terhadap suku-suku bangsa di luar Jawa. Bahkan untuk menghancurkan persatuan di kalangan suku bangsa Aceh, Tuan pun mengaku begitu membencinya. Tetapi ketahuilah, politik kotor Tuan ini bukan saja sudah gagal, bahkan karenanya, kami rakyat Aceh semakin bersatu padu menentang tiap penindasan dari regime Komunis – Fasis Tuan. Lebih rendah di segala-galanya, Tuan sekarang sedang melakukan kejahatan politik yang sejahat-jahatnya yang bisa di perbuat dalam negara yang terdiri dari suku-suku bangsa sebagai halnya Indonesia mengadu-dombakan satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain, mengadudombakan suku bangsa Kristen dengan suku bangsa Islam, suku Jawa dengan suku Ambon dan suku Batak Kristen dengan suku Aceh Islam. Dan Tuan mengatakan bahwa Tuan telah memperbuat semua ini atas nama persatuan nasioanal dan patriotisme! Rasanya tak ada suatu contoh yang lebih tepat dari pepatah yang mengatakan bahwa patriotisme itu adalah tempat perlindungan yang terakhir bagi seorang penjahat! Sampai hari ini sembilan tahun sesudah tercapainya kemerdekaan bangsa, sebagian besar bumi Indonesia masih terus digenangi darah dan air mata putera-puterinya yang malang, di Aceh, di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Sulawesi Tengah dan Kalimantan, yang kesemuanya terjadi karena Tuan ingin melakukan pembunuhan terhadap lawan-lawan politik Tuan. Seluruh rakyat Indonesia menghendaki penghentian pertum-pahan darah yang maha kejam ini sekarang juga, dengan jalan musyawarah antara kita sama kita. Tetapi Tuan dan kaum Komunis lainnya, sedang terus mengeruk keuntung-an yang sebesar-besarnya dari kesengsaraan rakyat ini, dan hanya Tuan sendirilah yang terus berusaha memperpanjang agresinya terhadap rakyat Indonesia ini. Dan sekarang, belum puas dengan darah yang sudah tertumpah, harta benda yang sudah musnah, ratusan ribu jiwa yang sudah melayang, Tuan sedang merencanakan pula buat melancarkan agresi yang lebih hebat, dahsyat dan kejam lagi terhadap rakyat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan dan Aceh. Tetapi Tuan akan menge-tahui dengan segera bahwa jiwa merdeka, harga diri, dan kecintaan suku-suku bangsa ini kepada keadilan, tidak dapat tuan tindas dengan senjata apa pun juga. Rakyat Indonesia sudah merebut kemerdekaannya dari penjajah Belanda. Pastilah sudah mereka tidak akan membiarkan Tuan merebut kemerdekaan itu dari mereka, juga tidak akan membiarkan Tuan menukarnya dengan penjajahan medel baru. Persoalan yang dihadapi Indonesia bukan tidak bisa dipecahkan, tetapi Tuanlah yang mencoba membuatnya menjadi sukar. Sebenarnya jika Tuan hari ini mengambil keputusan buat menyelesaikan pertikaian politik ini dengan jalan semetinya, yakni perundingan, maka besok hari juga keamanan dan ketentraman akan meliputi seluruh tanah air kita. Oleh karena itu, demi kepentingan rakyat Indonesia, saya menganjurkan Tuan mengambil tindakan berikut: 1. Hentikan agresi terhadap rakyat Aceh, rakyat Jawa Barat, Jawa Tengah, rakyat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan. 2. Lepaskan semua tawanan-tawanan politik dari Aceh, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan rakyat Kalimantan. 3. Berunding dengan Teungku Muhammad Daud Beureuh, S.M. Kartosuwiryo, Abdul Kahar Muzakar dan Ibnu Hajar. Jika sampai tanggal 20 September 1954, anjuran-anjuran ke arah penghentian pertumpahn darah ini tidak mendapat perhatian Tuan, maka untuk menolong miliunan jiwa rakyat yang tidak berdosa yang akan menjadi korban keganasan kekejaman agresi yang Taun kobarkan, saya dan putera-puteri Indonesia yang setia, akan mengambil tindakan-tindakan berikut: a) Kami akan membuka dengan resmi perwa-kilan diplomatik bagi “Republik Islam Indo-nesia” di seluruh dunia, termasuk di PBB, benua Amerika, Asia dan seluruh negara-negara Islam; b) Kami akan memajukan kepada General Assembly PBB yang akan datang segala kekejaman, pembunuhan, penganiayaan, dan lain-lain pelanggaran terhadap Human Right yang telah dilakukan oleh regime Komunis – Fasis Tuan terhadap rakyat Aceh. Biarlah forum Internasional mendengarkan perbuatan-perbuatan maha kejam yang pernah dilakukan di dunia sejak zamannya Hulagu dan Jenghis Khan. Kami akan meminta PBB mengirimkan Komisi ke Aceh. Biar rakyat Aceh menjadi saksi; c) Kami akan menuntut regime Tuan di muka PBB atas kejahatan genocide yang sedang Tuan lakukan terhadap suku bangsa Aceh; d) Kami akan membawa ke hadapan mata seluruh dunia Islam, kekejaman-kekejaman yang telah dilakukan oleh regime Tuan terhadap para alim ulama di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Tengah dan sebagainya; e) Kami akan mengusahakan pengakuan dunia Internasional terhadap “Republik Islam Indonesia”, yang sekarang de facto menguasai Aceh, sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah, Sulawesi Tengan dan Selatan dan sebagian Kalimantan. f) Kami akan mengusahakan pemboikotan diplomasi dan ekonomi Internasional terhadap regime Tuan dan penghentian bantuan teknik dan ekonomi PBB, Amerika Serikat dan “Colombo Plan”; g) Kami akan mengusahakan bantuan moral dan material buat “Republik Islam Indone-sia” dalam perjuangannya menghapus regime teroris Tuan dari Indonesia. Dengan demikian terserah kepada Tuanlah, apakah kita akan menyelesaikan pertikaian politik ini secara antara kita atau sebaliknya. Tuan dapat memilih tetapi kami tidak! Apakah tindakan-tindakan yang saya ambil ini untuk kepentingan bangsa Indonesia atau tidak, bukanlah hak Tuan untuk menentukannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan 80 juta rakyat Indo-nesialah yang akan menjadi Hakim, yang ke tengah-tengah mereka saya akan kembali di dunia, dan kehadiran-Nya saya akan kembali di hari kemudian. Saya Hasan Muhammad Tiro Surat ini lebih mirip surat seorang mujahid yang tegas dan senantiasa berada di pihak rakyat, di pihak kebenaran. Apa yang dituduhkan kepada Hasan Tiro telah mendirikan Gerakan Aceh Mer-deka adalah kebohongan terbesar dalam sejarah umat Islam di Aceh. Republik Islam Indonesia adalah buah pikir dari Kahar Muzakkar dari Sulawesi yang diteruskan oleh Hasan Muhammad Tiro. Dia tidak pernah berkeinginan untuk mem-bentuk Aceh merdeka, itu hanya rekayasa yang dibuat Nasakom Soekarno yang dilanjutkan oleh rezim “Golkar” Soeharto. Perhatian Hasan Muhammad Tiro hanya untuk kemanusiaan, khususnya mereka-mereka yang Muslim yang sering menjadi sasaran korban rekayasa politik pihak rezim “Komunis – Fasis” Orde Lama. Tindakan Kabinet Ali Sostroamidjojo dari PNI (Partai Nasional Indonesia) yang pertama untuk menghadapi tantangan Hasan Muhammad Tiro ini, ialah mencabut paspor diplomatik yang di-pegangnya. Tindakan ini telah menyebabkan Hasan Muhammad Tiro sejak 27 September 1954 di tahan oleh Jawatan Imigrasi New York. Akan tetapi setelah membayar uang jaminan sebesar $ 500,00 Hasan Tiro dibebaskan kembali. Kemudian, setelah lewat 20 September 1954 anjuran-anjuran Hasan Tiro yang tercantum dalam surat kepada Perdana Menteri Ali Sostroamidjojo tidak diindahkam oleh Perdana Menteri tersebut maka ia atas nama Wakil “Republik Islam Indo-nesia” menyerahkan ke PBB dengan mengeluarkan sebuah pernyataan selain membantah tuduhan-tuduhan Hasan Muhammad Tiro menyatakan pula bahwa “Republik Islam Indonesia” yang diwa-kilinya itu merupakan suatu impian belaka. Kesimpulan dari pernyataan delegasi Republik Indonesia untuk PBB itu adalah serangkaian fitnah-fitnah keji sebagaimana dicatat M. Noer El Ibrahimy sebagai berikut: 1. Bahwa apa yang dinamakan “Republik Islam Indonesia” itu sejak 1949 telah “menjalankan aksi-aksi subversif dan teror” terhadap Peme-rintah Indonesia yang sah. 2. Bahwa Partai Islam Masyumi telah menjatuhkan hukuman atas golongan Darul Islam seperti dikemukakan beberapa waktu yang lalu. 3. Bahwa wujud sebenarnya gerakan Darul Islam itu adalah sukar ditentukan, karena sudah diinfiltrasi oleh asing dan petualangan 4. Bahwa wujud sebenarnya gerakan Darul Islam telah mendapat kekuatan baru di dalam pem-berontakan di Aceh, tempat Hasan Muhammad Tiro pernah tinggal. 5. Tuduhan-tuduhan terhadap Republik Indonesia itu tidak beralasan dan fantastis serta didasarkan atas berita-berita pers yang tidak dibuktikan, yang merupakan desas-desus belaka. 6. Bahwa tampaknya Hasan Muhammad Tiro mendapat sokongan dari golongan bukan Indonesia 7. Bahwa tampaknya Hasan Muhammad Tiro, karena “Republik Islam Indonesia” tidak mem-punyai status di dalam organisasi PBB. 8. Bahwa pemerintah Indonesia mampu mengen-dalikan “pemberontakan-pemberontakan” di dalam wilayahnya dan berniat teguh untuk mempertahankan dan menjamin hak,termasuk juga hak-hak manusia, akan tetapi tidak menge-cualikan hak-hak nasional rakyatnya di dalam rangka Piagam PBB. 9. Bahwa tiap campur tangan untuk membantu gerombolan Darul Islam akan ditolak dan pada hakekatnya akan merupakan perbuatan yang tidak bersahabat terhadap Republik Indonesia. Hasan Muhammad Tiro berjuang keras di New York untuk memasukkan persoalan DI/TII ke dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tujuan supaya kepada rakyat Aceh terutama diberi hak menentukan nasib sendiri (Self-determination). Akan tetapi usaha mulianya ini menemukan kegagalan. Umat Islam adalah umat yang sendiri dalam kesunyian dirinya (tahanut nafsi). Umat yang seakan-akan tidak dipandang sebagai “manusia” oleh orang-orang lain, apalagi yang non-muslim. Seakan-akan, untuk menjadi manusia, seseorang harus lebih dahulu menanggalkan keislamannya. Di lain pihak, tindakan tidak dewasa Pemerintah Republik Indonesia menarik paspor Hasan Muhammad Tiro supaya ia diusir dari Amerika Serikat pun tidak berasil. Ternyata orang-orang Amerika, yang otak hatinya lebih bersih ketim- bang pimpinan nasionalis sekuler seperti Ali Sostroamidjojo lebih menganggap umat Islam sebagai manusia. Oleh karenanya dengan bantuan beberapa orang Senator, Hasan Muhammad Tiro diterima sebagai penduduk tetap di Amerika Serikat. Orang kafir sendiri masih memandang dan menghargai seorang pejuang Muslim ketimbang pemimpin elit nasional kita. Artinya, elit kepemim-pinan nasional Orde Lama Soekarno lebih buruk citranya dibandingkan kafir sekalipun. MASA ORDE BARU Banyak pihak menilai, pembantaian yang terjadi di Aceh selama berlangsungnya operasi militer sejak 1989 hingga 1998 dengan jumlah korban hingga sekitar 30.000 nyawa ini sebagai malapetaka peradaban yang rasanya hanya mungkin terjadi dalam masyarakat primitif. Karena pembantaian massal yang demikian harus dihentikan dan pelakunya harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Presiden Habibie, atas pemerintah Indonesia harus meminta maaf secara terbuka atas tindakan represif militer di Aceh yang telah menyebabkan kesengsaraan rakyat. Hal tersebut harus pula dibarengi dengan pencabutan status DOM, agar citra pemerintah pulih di mata masya-rakat Aceh, bahwa telah terjadi perlakuan yang sangat biadab di Aceh, terhadap orang Aceh, yang hampir tidak dapat diyakini dengan akal sehat. Perlakuan seperti itu hanya mungkin dilakukan atau terjadi di tengah masyarkat yang berperadaban primitif. Tapi kenyataannya, hal ini justru terjadi di Indonesia tecinta yang berfalsafah Pancasila, dilakukan oleh sesama bangsa hanya untuk sekedar menunjukkan betapa “saktinya” Pancasila di hadapan kaum lemah. Sebagian besar dilakukan oleh aparat bangsa Indonesia terhadap anak bangsanya sendiri di Aceh. Pembantaian yang hampir bersifat massal, pelecehan, perkosaan terhadap orang-orang desa yang dituduh GPK selama sepuluh tahun terakhir itu, cenderung pembantaian terhadap harkat, martabat, dan peradaban Aceh. Padahal, Aceh adalah suatu masyarakat, suatu budaya dengan sejarah per-adaban yang panjang, hampir seribu tahun. Kita semua sangat prihatin dan kecewa dengan Kasus Aceh yang kemudian terungkap itu dan kini ramai dibeberkan oleh media domestik maupun luar negeri. Seharusnya, kita semua, anak bangsa, harus peduli dengan malapetaka peradaban ini. Tidak cukup hanya LSM dan mahasiswa, melainkan semua tokoh adat, ulama, politisi, pejabat dan cendekiawan dituntut tanggung-jawab moralnya menyikapi tragedi ini. Kepedulian terhadap malapetaka peradaban ini haruslah dipandang lebih penting dibandingkan kampanye Pemilu. Kepedulian yang berlebih-lebihan dalam kegiatan Pemilu hanyalah untuk keputusan politik sesaat (antara pemilu ke pemilu). Saat ini, masyarakat sedang menunggu peran para tokoh-tokoh tersebut di atas. Mana para ulama yang aktif dalam kampanye pemilu dulu? Mana para tokoh cendekiawan yang selama ini aktif men-diskusikan upaya pemenangan kontestan dalam pemilu? Kembalikan harkat dan martabat, dan rasa percaya diri masyarakat Aceh. Supaya orang Aceh tidak terperosok dalam emosi balas dendam. Karena, malapetaka ini, bukanlah disebabkan oleh kemauan individual di kalangan ABRI, melainkan oleh suatu sistem. Memang terminologi ABRI tidak ada istilah DOM, sebagaimana dikatakan Pangdam I Bukit Barisan dan sudah pasti tidak ada SK-nya. Namun, yang terjadi di Aceh adalah akibat dari pelaksanaan operasi militer. Kita harus ke luar dari sistem yang bermasalah itu ke paradigma baru, suatu sistem yang beradab dan berperikemanusiaan dalam suasana tertib, aman dan menjunjung tinggi hukum. Jadi, hukum pulalah yang harus menjadi pedoman dalam menindak mereka yang terbukti bersalah. Meskipun kita tahu bahwa hukum yang akan dipakai inipun bukanlah hukum yang adil. Betapa tragisnya, hukum yang sudah 99% memihak mereka pun, hukum yang basa-basi rakyat Muslim Aceh, tidak dipakai untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM ini. Bahkan basa-basi pun sudah tidak ada lagi. Apa yang terjadi di Aceh dalam satu dekade ini merupakan tragedi kemanusiaan yang mengan-dung pelanggaran HAM yang terberat. Mencabut hak hidup orang yang belum terbukti bersalah adalah pelanggaran yang paling asasi, apalagi jika hal itu di lakukan secara primitif di abad moderen yang serba canggih sekarang ini. Secara Machiavelis pun kita akan menganjurkan kepada Soeharto dan tentara-tentaranya agar memakai senjata mutkhir dan moderen kalau membunuh rakyat, jangan dengan cara yang sadis dan kejam seperti di Aceh. Kill them softly, bunuhlah mereka secara lembut dengan cara berdebat secara terbuka dan demo-kratis tentang persoalan-persoalan yang diperse-lisihkan. Kalau dengan cara biadab, dinasaurus pada zaman dahulu pun bisa melakukannya. Pembunuhan yang dilakukan alat-alat negara terhadap orang-orang Aceh sangat mudah di-buktikan, tanpa perlu turun tim pencari fakta seorang pun. Anjing saja bisa mengendus di mana mayat-mayat para syuhada itu terkubur secara serampangan. Maka, sesudah TPF DPR yang dipimpin Hari Sabarno, hendaknya ada lagi TPF yang dibentuk Komnas HAM dan TPF ABRI yang bertolak ke Aceh dalam waktu dekat. Sehingga, pelanggaran hak dan hukum, yang sebagian besar diduga dilakukan aparat keamanan bisa segera diusut dan dipertanggungjawabkan. Dibanding kasus penculikan dan penghilangan para aktivis pro-demokrasi di Jakarta, apapun yang terjadi di Aceh jauh lebih dasyat. Betapa banyak korban akibat operasi yang bersandikan jaring merah itu. Di antaranya, banyak anak-anak yang kini menjadi yatim, wanita yang menjadi janda, dan tidak sedikit yang mengalami trauma sepanjang hidupnya akibat diperkosa secara bergilir oleh oknum-oknum militer. Karena itu, DOM adalah sebuah upaya yang sistematis untuk memusnahkan orang Aceh di bumi nusantara ini. Bahwa DOM yang ada di Serambi Makah ini tidak lain dari penghancuran kultur dan etnis Aceh. Persis seperti yang dialami komunitas Muslim Bosnia dan Albania di Seme-nanjung Balkan. Oknum-oknum yang melakukan pembantaian tersebut layak dicap sebagai penjahat perang. Karena pembantaian, pemerkosaan, pembakaran, dan penculikan adalah sesuatu yang seharusnya “diharamkan” karena tidak sesuai dengan norma-norma manusia yang berperadaban dan agama. Ternyata di tengah bangsa ini menuju suatu peradaban, tingkat kebiadaban manusia semakin dipertanyakan. Melakukan investigasi di sejumlah daerah yang diposisikan sebagai daerah basis GPK. Hasil yang mereka peroleh bukan saja berupa realitas ketidakadilan dan pelanggaran HAM tingkat tinggi, tapi juga ada kuburan-kuburan massal yang membuktikan bahwa ketika sudah matipun orang Aceh bagai tak berhak memperoleh peng-hormatan sebagai insan. Pembinasaan etnis Aceh yang demikian harus dihentikan, dan kalau ada yang telibat GPK harus diadili secara terbuka di pengadilan. Bukan dengan cara-cara brutal yang melampaui batas kewajaran dan akal sehat. Sebagai negara hukum, mestinya mengakui supremasi hukum di segala bidang. Pemberlakuan DOM di Aceh, dengan dalih memulihkan keamanan dari sisa-sisa GPK melalui tindakan represif militer di Aceh, telah memberi dampak negatif yang sangat luar biasa, dan suasana mencekam yang tiada taranya yang harus di-tanggung rakyat. Semasa penjajahan Belanda sekalipun, tidak pernah masyarakat Aceh mendapat perlakuan sebrutal ini. Ironisnya, hal itu dilakuakan oleh militer yang mengagung-agungkan gagasan dwi fungsi ABRI. Ini memang benar kesaksian tentang pelaksanaan operasi militer di Aceh. Berbagai pelanggaran hak asasi manusia terjadi di Aceh selama operasi militer. Ratusan warga Aceh hilang di ciduk atau di bantai karena dituduh sebagai anggota GPK. Mayat mereka dikuburkan (antara lain) dibukit tengkorak atau dibuang ke Sungai Tamiang. Tuntutan mencabut status DOM pun marak. Penyiksaan yang dialami masyarakat sipil di Aceh selama berlangsung operasi militer. Antara lain ada yang disetrum, ditelanjangi, diperkosa sampai melahirkan anak haram, dikubur hidup-hidup, digorok, ditembak di depan orang ramai dan dikubur secara massal. Pelanggaran HAM dan sejumlah orang hilang semasa orde baru yang terbesar di Indonesia, adalah di Aceh. Itu didasarkan pada petunjuk awal, atau data per-mulaan, yang sudah hampir” mencapai 3000 kasus. Dari temuan sementara forum LSM, data orang hilang dan kekerasan di Aceh memang berada di atas angka seribu kasus. Kecuali itu, mereka juga sudah memiliki peta dan foto sejumlah kuburan massal di Aceh, yang diduga berisi tumpukan kerangka dan tengkorak korban. Perlunya klari-fikasi data mengenai korban kasus Aceh. Datalah yang mestinya berbicara, sehingga tidak ada fitnah yang justru memperburuk posisi kita sebagai bangsa yang beradab. Dari sejumlah data yang sudah dipaparkan, baik di media maupun lang-sung oleh para korban atau keluarga korban , apa yang terjadi di Aceh adalah pelanggaran HAM. Mengenai janda dan yatim yang ditinggalkan orang hilang, yang diduga tersangkut GPK, harus pula disantuni dan diberdayakan. Karena jumlah-nya banyak, sepertinya tak memenuhi bila disantuni lewat APBD, melainkan harus dialokasikan dengan APBN. Aceh sudah relatif aman orang-orang desa sudah bisa berusaha, bersawah dan berkebun, serta beribadah dengan tenang. Diera reformasi ini jangan takut lagi kepada GPK, dan jangan takut pula kepada ABRI. Pihak pengadu mengaku keluarga mereka hilang sekitar waktu 1989-1994 dan ada juga yang hilangnya sekitar tahun 1997 telah mencapai ratusan kasus. Menurut para pelapor, korban-korban ada yang diketahui sudah dibunuh. Sebagaimana diceritakan janda Rohan Yusufi (50) penduduk reungkam kecamatan matang kuli, pada 19 februari 1992 suaminya Abdul Rani (58) dijemput penculik. Korban ditembak di depan istri dan anaknya, kemudian rumah dibakar serta sepedah motor diambil penculik dan tidak dikembalikan. Kisah serupa juga diceritakan janda Fauziyah (35) penduduk tempok masjid Junda kecamatan muara dua, suaminya Tengku Zainal Abidin (41) dijemput orang tidak dikenal ketika membeli rokok. Kemu-dian penculik datang kerumah mengambil semua prabot rumah tangganya dan bahan pecah belah. Dan sampai sekarang tidak dikembalikan. Para keluarga korban yang mengadu menangis di-depannya sambil menunjukkan foto keluarga mereka yang hilang. Para keluarga korban meminta agar korban dicari di mana keberadaannya saat ini. Sementara korban orang hilang yang diadukan ke DPRD oleh keluarganya, hingga kini belum berasil didata. Namun beberapa anggota Legislatif Aceh Utara itu mengaku sudah menerima laporan warga dengan puluhan kasus pelanggaran HAM tersebut. Anggota legislatif yang mewakili rakyat Aceh di Jakarta hanya Gasali Abas Adan sajalah yang sedikit prihatin atas apa yang terjadi di Aceh. Sedangkan lima wakil rakyat lainnya yang namanya tercantum sebagai wakil dari tanah rencong ini tidak bersuara sedikitpun hanya menikmati tingginya gaji anggota DPR saja dengan segala nafsu kemewahannya. Padahal terpilihnya mereka dari daerah Aceh dengan mengorbankan banyak ulama’ untuk mengangkat dua jari bagi kemenangan Golkar laknatullah itu. Kini para pemilih Golkar itu hanya dianggap telah menjadi mayat korban pembantaian alat-alat negara yang dikuasai Golkar sendiri. Sungguh suatu ironisme sejarah yang paling pahit bagi umat Islam. Apalah arti semua itu kalau kita hanya sibuk mendata tanpa ada jalan keluar yang tuntas. Untuk menuntaskan itu semua, hanya dengan membereskan sistem dalam keseluruhan kelembagaan dan budaya warisan Orde Baru sajalah yang akan memungkinkan Aceh dan semua komunitas muslim di Indonesia akan mendapatkan perlakuan yang manusiawi. Hanya dengan pilihan berani yang harus keluar dari mulut orang Aceh sendiri untuk memilih sistem Negara Islam sajalah yang akan dapat mengobati semua sakit hati ini. Kalau dulu perjuangan Teungku Daud Beureueh telah disia-siakan oleh orang-orang Aceh dan orang-orang Muslim Indonesia yang tidak mengerti akan sebuah makna Jihad dan beribadah, maka kini janganlah kita menyia-nyiakan nyawa ribuan rakyat Muslim sipil Aceh yang telah melayang. Segeralah menentukan sikap untuk menolak semua campur tangan para elit Korup, Kolusif dan Nepotis peninggalan Orde Baru Soeharto dan menentukan sendiri nasib Aceh untuk menjadi wilayah Islam yang bersih, suci lahir batin dan sentosa dunia akhirat tanpa perlu memisahkan diri dari Republik yang sudah lama diperjuangkan oleh umat Islam dan mujahid dari berbagai wilayah lainnya ini. Masa Orde Reformasi Dosa warisan sejarah yang mesti dipikul pemerintahan BJ. Habibi, cukup berat. Dalam masa transisi pemerintahan kabinet reformasi pem-bangunan ini, ia harus menuntaskan tuntutan rakyat, sebagaimana telah diagendakan pada era reformasi sekarang ini. Yaitu, mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, mengamandemen UUD 1945, menghapuskan Dwifungsi ABRI dan menciptakan Clean Government (pemerintahan yang bersih dan berwibawa). Hubungannya dengan masalah Aceh, Presiden BJ. Habibi telah menjanjikan 10 hal untuk segera dicarikan jalan penyelesaiannya. Namun hingga sekarang belum satu pun yang dipenuhi. Di bawah ini kami kutipkan hasil wawancara wartawan mingguan ABADI dengan Abu Jihad, salah seorang tokoh perjuangan Aceh dan kader senior Tengku Muhammad Daud Beureueh. Wawancara dimaksud dimuat dalam Mingguan Abadi Edisi 37 / tahun 1 (22-28 Juli 1999 / 8-14 Rabi’ul Tsani 1420 H). Di bawah judul “Darah Akan Terus Menetes”: Berbicara masalah Aceh identik berbicara dengan masalah Islam. Islam datang ke Aceh sekitar 850 M. Yang memperkenalkan pertama kali saat itu adalah Sayyid Maulana Abdul Azis dengan mem-bawa satu armada khalifah. Pengaruh Abdul Azis sangat besar. Saat Abdul Azis kawin dengan raja Perlak, seluruh warga Perlak diIslamkan. Kemu-dian bersambung beliau kawin ke Pasai, Pasai juga di Islamkan. Akhirnya seterusnya tujuh kerajaan : kerajaan Perlak, Samudra Pasai, Lamuri dan lain-lain di-Islamkan. Tahun 916 M, ada kerajaan Aceh Darul Salam. Dulu disana itu yang namanya hukum undang-undang dasar (qanun mauquta alam al’asyi), yaitu rumusan alim ulama yang digali dari Qur’an dan Sunnah, telah dipraktekan. Tahun 960 M kemudian, berlaku hukum Islam di Aceh. Diproklamirkan pertama kali waktu itu oleh Sultan Muhayyat Syah. Hukum Islam itu terus bertahan, selama berabad-abad lamanya. Kemudian, Sultan Iskandar Muda yang terkenal, meneruskan penerapan hukum Islam itu. Simbol dari penerapan hukum Islam itu terdiri dari hukum undang-undang dasar dan benderanya bergambar pedang dengan bulan bintang berwarna hijau. Selain itu, seorang raja Aceh, harus menguasai bahasa Melayu, bahasa Arab dan salah satu bahasa Eropa. Raja Aceh yang diangkat saat itu juga harus ada garansi. Yaitu berupa emas seberat 50 kg. Emas ini akan diambil oleh Dewan Pertimbangan Kerajaan. Pada masa Sultan Iskandar Muda, sudah dirintis beberapa universitas seperti Darul Siyasah, Darul Adab, Darul Falsafah dan lain-lain. Ini semua bernafaskan Islam. Banyak ulama, termasuk Ar-Raniry yang berasal dari India waktu itu datang ke Aceh, untuk mengajar. Demikian juga Hamzah Fanshuri dan Syech Yackub yang terkenal. Pada 23 Maret 1823, Belanda datang ke Aceh. Tiga hari kemudian (26 Maret), Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh membalas serangan Belanda ini, dan Belanda kalah. Satu-satunya bangsa Asia yang pertama mengalahkan Belanda adalah bangsa Aceh. Yang memimpin penyerangan ke Belanda pada waktu itu adalah Sultan Mahmud. Panglima perangnya adalah Tuanku Hasyim. Dia merangkap Panglima Angkatan Laut dan Panglima Angkatan Darat. Perang Aceh dengan Belanda itu terjadi terus menerus dari 1823 sampai 1942. Belanda pernah masuk ke Aceh tapi secara de facto dan de jure, Belanda tidak pernah menguasai Aceh. Sehingga hukum-hukum Islam tetap berjalan di daerah rencong itu. Paling-paling, saat itu orang Aceh diharuskan bayar pajak pada Belanda. Kemudian Jepang masuk. Jepang masuk bukan menyerang Aceh, tapi justru dijemput oleh tiga tokoh Aceh untuk membantu mengusir Belanda. Ternyata kemudian, kebiadaban Jepang ini melebihi kebiadaban Belanda. Enam sampai delapan bulan, ulama-ulama di Aceh nggak tahan, melihat Jepang. Tengku Abdul Jalil saat itu memutuskan wajib hukumnya perang melawan Jepang. Saat itulah kemudian terjadi perang dengan Jepang. Awal kemerdekaan, di Aceh terjadi ‘perpecahan’ pendapat. Waktu itu ada sebagian yang ingin merdeka dan sebagian besar ingin gabung dengan Indonesia. Yang ingin bergabung, yaitu Panglima Polim, Tengku Mahmud, teknokrat, ulama ter-masuk Abu Beureueh dan lain-lain, ingin bergabung dengan Indonesia. Bahkan saat itu, 56 orang tokoh bersumpah kepada Republik dipimpin Tengku Aru, Presiden pertama di Aceh teungku Aru. Berdirilah kemudian RI di Aceh. Setelah meninggal, kemudian diangkatlah Daud Beureueh sebagai gubernur militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Tahun 1947, presiden Soekarno berkunjung ke Aceh. Soekarno berkunjung ke Aceh dan menemui Abu Beureueh. Terjadi dialog antara Soekarno dengan Abu Beureueh …….. Saya berikan kepada Kakanda, Aceh ini adalah pelopor perang akbar, perang jihad antara kita dengan Belanda. Satu-satunya yang sanggup mempertahankan republik ini adalah Aceh. Kita melihat Tengku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien dll,” kata Soekarno. Saat itu Abu mengatakan : “Tapi kami mau mati syahid, kalau nggak, ya landasan negaranya Islam. Kalau nggak, nggak apa-apa, kami bersedia berperang.” Soekarno : “Saya akan pergunakan kekuasaan saya, sekurang-kurangnya untuk Aceh akan berlaku hukum Islam. Mendengar jawaban Soekarno itu, Abu Beureueh langsung menyodorkan secarik kertas (untuk perjanjian) kepada Soekarno. Seokarno dengan akal bulusnya, mengatakan : “Untuk apa kakanda, saya ini jadi presiden, kalau kakanda sendiri tidak mempercayai kepada saya. Wallahi setelah selesai perang dengan Belanda, saya akan berlakukan Aceh hukum Islam.” Dia sudah menyebut asma Allah, ya sudah kata Abu Beureueh. Kemudian Soekarno juga meminta bantuan kepada Abu Beureueh untuk dua pesawat terbang dan untuk biaya diplomasi ke luar negeri. Abu Beureueh kemudian mengumpulkan dana, ter-kumpul saat itu sekitar 240 ribu US). Tampaknya yang satu dikorupsi. Saat itu Abu Beureueh juga memberikan tanda pangkat emas (seperti yang dikenakan pada pakaian Abu) dan seperangkat alat-alat tulis kepada Soekarno. Setelah itu Aceh juga berjasa ketika terjadi agresi Belanda II-waktu itu secara tidak langsung komando angkatan udara, laut dan darat pindah ke Aceh. Ketika Bukittinggi jatuh (PDRI),malah lima puluh orang Aceh di tangkap lewat Nasir, tokoh PKI yang ditempatkan Soekarno di Aceh. Permintaan Aceh untuk penerapan Islam, jangankan diberikan, orang-orang Aceh malah ditangkap. Dengan pengkhianatan Soekarno tidak mem-berlakukan syariat Islam karena Soekarno dekat dengan PKI waktu itu Abu Beureueh beberapa kali mengirim surat kepada Soekarno dan menegur Soekarno. “Hai Bung Karno, jangan terlalu dekat dengan PKI, kita mendirikan Republik ini dengan darah orang Islam,” tulis Abu Beureuh. Tapi nggak pernah digubris oleh Soekarno. Maka kemudian meledaklah Darul Islam Aceh, 21 September 1952. Perang Darul Islam itu terjadi 8 tahun 9 bulan dan 27 hari. Kemudian saat itu seorang kolonel, yang diperintah oleh AH Nasution, dikirik kepada penguasa perang di Aceh, untuk berunding. Mohammad Ibrahimi, dari pihak Nasution berun-ding dengan Abu Beureueh. Kata Abu: “Saya mau berunding, kalau diterapkan syariat Islam di Aceh.” Itu terjadi sekitar 1962. Kenapa itu kita (Abu) tuntut?: “Karena sudah ratusan tahun syariat Islam berlaku di Aceh. Sementara hanya beberapa tahun ber-gabung dengan RI, sirna hukum Islam di Aceh.” Keluar darah orang Aceh ini, mungkin sebanyak air di Aceh ini. Saya akan pertaruhkan pangkat ini, kata Abu, demi tegaknya syariat Islam di Aceh. Akhirnya, keluarlah keputusan Penguasa Perang (Abu Jihad memperlihatkan fotokopy dokumen resmi kepada Abadi) yaitu Perda tahun 1962 tertanggal 7 April 1962 tentang kebijaksanaan pelaksanaan unsur-unsur syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya di Aceh. Yang bertanda tangan Kolonel M Yasin, Panglima Daerah Tingkat I selaku Penguasa Perang. Itu berarti pemerintah secara resmi telah menyatakan berlakunya hukum Islam di Aceh. Kemudian akhirnya rakyat Aceh meletakkan senjata untuk berdamai, dengan jaminan berlakunya hukum Islam di Aceh. Tapi itu ternyata kemudian dibohongi lagi oleh Soekarno. Jadi bukan sekali Soekarno menipu rakyat Aceh. Setelah Soekarno, Soeharto sama juga. Jadi solusi tuntunan diberlakukannya hukum Islam, untuk solusi masalah sekarang ini, bukan bohong-bohongan. Ini sekarang, tinggal kesadaran pemerintah saja. Dan penerapan hukum Islam di Aceh itu adalah hal yang wajar, sabagaimana kenyataan sejarah yang terjadi di Aceh. Sebelum diterapkannya syariat Islam di Aceh , bisa jadi darah rakyat Aceh akan terus menetes di bumi Aceh. Prilaku Soekarno dan Soeharto yang menjadi pelopor pengawal Pancasila memberikan kesan kepada sebagian orang bahwa mentalitas Pancasila adalah mentalitas munafik dan bermuka ganda. Hal ini barangkali merupakan bagian dari penerapan kebijakan floating (pengambangan) yang menjadi asas gerakan Freemasonry yang aktif menyerukan sikap pengambangan (floating) masyarakat dari segala bentuk keyakinan agama. Hal ini nampak dengan jelas ditaati oleh Soekarno maupun Soeharto dalam menjalankan kebijakannya selama menjadi penguasa orde lama dan orde baru. Tentu saja hal ini baru merupakan pendapat dan penilaian sebagian orang dan bukan merupakan satu hal yang dapat di pastikan bahwa kedua tokoh pengawal Pancasila tersebut memang memiliki komitmen yang kuat terhadap idiologi asing yang menjadi obyek kajian kita dalam buku ini. Sebab dalam buku ini sudah di paparkan bahwa ada kemungkinan Pancasila adalah suatu faham dan idiologi yang di ilhami oleh idiologi Zionisme dan Freemasonry, seperti dikemukan oleh saudara Abdullah Patani pada bab-bab terdahulu dalam buku ini. ?

Read more »