Faris Pasha Firdaus ( Janatun Firdaus )

Jumat, 23 Maret 2012

Peranan Da’i Dalam Membentuk Wajah Islam Indonesia


Islam masuk ke Indonesia tidak dengan jalan peperangan ( penaklukan ). Islam justru masuk ke Indonesia dengan jalan damai. Dakwah yang dilakukan para penyebar agama Islam di abad ke 16 – 17 menunjukan hubungan yang dialogis, negosiatif dan adaptif terhadap masyarakat setempat. Inilah yang kemudian menyebabkan Islam mudah di terima oleh masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama memeluk agama Hindu dan kepercayaan lokal.

Akulturasi dakwah yang di lakukan Walisongo dengan memasukan unsur – unsur Islam ke dalam budaya lokal menarik simpati yang besar dari masyarakat, sehingga proses islamisasi secara perlahan menyebar ke segala dimensi kehidupan masyarakat. Dakwah yang mencerminkan apresiasi yang besar terhadap kepercayaan masyarakat lokal tanpa menyingkirkan akidah Islam yang harus menjadi keyakinan umat Islam, membuat proses Islamisasi berjalan lancar dan bahkan dalam periode yang selanjutnya Islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Namun demikian, seiring dengan perubahan zaman, wajah Islam Indonesia berubah dari wajah yang damai menjadi wajah yang keras, seram dan menakutkan. Berbagai aksi kekerasan atas nama agama, radikalisme dan terorisme yang terjadi di bumi pertiwi menjadikan wajah Islam Indonesia berubah; keras, militant dan radikal. Fenomena tersebut merupakan buah dari pemahaman keagamaan masyarakat yang belum tuntas tentang makna agama sebagai spirit perdamaian. Norma agama Islam yang begitu agung disalah fahami dan di salah tafsirkan sehingga banyak sekali ekspresi beragama yang tidak sejalan dengan visi normatif Islam yang damai.

Di Indonesia ini sudah banyak kita saksikan aksi – aksi kekerasan seperti pengusiran terhadap kelompok Ahmadiyah yang di anggap sesat, konflik antar agama dan sekarang yang sedang hangat adalah aksi bom bunuh diri beserta aksi – aksi kekerasan lainnya yang tidak mendukung upaya hidup bersama yang toleran dan damai dalam bingkai pluralisme.

Ekspresi keagamaan yang di tampilkan oleh umat seringkali mencerminkan wawasan keagamaan yang sempit, sehingga melupakan esensi keberagamaan. Islam seringkali di fahami dalam pengertian legalistik – formalistik yang di dasarkan pada ideologi “ penegakan syari’at Islam “. Padahal, Islam formalistik justru melupakan esensi dari ajaran dasar Islam yang menghendaki penciptaan masyarakat majemuk yang egaliter dan sederajat dalam bingkai pluralisme Indonesia.

Pada gilirannya, pemahaman keagamaan seperti itu justru mengkerdilkan Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin yang menghendaki kesetaraan umat beragama dan hidup bersama dalam perbedaan ( suku, agama, dan golongan ) serta praktek beragama yang holistik, tidak sekedar legalistik – formalistik. Kemudian, Islam sering dituduh sebagai agama teroris, tidak peduli terhadap kesadaran sosial, dan agama esklusif. Citra seperti ini telah membawa perubahan besar bagi umat Islam Indonesia yang dulunya di kenal santun, toleran, dan tidak keras / militant menjadi radikal dan berlawanan dengan cita – cita sosial perdamaian.

Di tengah wajah Islam Indonesia yang sedang terkotori akibat ulah segelintir golongan yang salah memahami Islam, dengan apakah kita akan mensucikan kembali Islam dari najis teroris, radikalis dan anarkis ? Jawabannya adalah dengan dakwah. Karena dakwah memiliki pengaruh besar di tengah – tengah masyarakat. serta dakwah lah yang menjadikan kesadaran dan pemahaman keagamaan masyarakat.

Oleh sebab itu, strategi dakwah dan penyadaran kepada para da’i memiliki keterkaitan yang erat dengan seberapa jauh wajah islam di Indonesia. Keras – lunaknya serta moderat – radikalnya masyarakat sangat di tentukan oleh strategi dakwah dan pemahaman keagamaan yang diyakini para da’i.

Dalam ranah sosial, Islam seringkali dipahami hanya sebagai persoalan ibadah saja, yang pemaknaannya masih terbatas pada pola hubungan hamba dengan Tuhan. Sehingga penyebaran dakwah yang terjadi di masyarakat lebih banyak menyoroti persoalan ibadah kepada Allah SWT secara esklusif tanpa memaknainya secara luas.

Padahal Islam memiliki spirit pembebasan yang meniscayakan pola hubungan yang tidak saja vertikal kepada Tuhan, tetapi juga pola hubungan yang horizontal terhadap sesama manusia. Sehingga Islam sebagai agama memiliki tanggung jawab sosial agar masyarakat memiliki perilaku sosial yang bertanggung jawab, transparan dan berkeadilan.

Kenapa Da’I ?

Sebab pemahaman keagamaan masyarakat biasanya sangat dipengaruhi oleh para juru dakwah ( ustadz, da’I & kyai ). Para da’ilah yang ikut mengkonstruk pemahaman keagamaan masyarakat melalui aktifitas dakwah yang dilakukan secara terus menerus di dalam berbagai kesempatan baik dalam skala harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.

Oleh karena peranan para da’i begitu besar dalam memproduksi pemahaman agama masyarakat, maka sangat diperlukan pelatihan yang di ikuti oleh para aktivis dakwah, terutama dalam mendorong wawasan keagamaan mereka agar lebih inklusif dan toleran serta dapat memberikan kontribusi bagi perubahan sosial di masyarakat.

Jika para aktivis dakwah mampu memahami doktrin agama secara kritis, inklusif dan toleran, maka secara otomatis masyarakat akan mentransfer pemahaman yang dimiliki para aktivis dakwah. Dengan demikian, akan tercipta suasana dan ekspresi keberagamaan masyarakat yang sejalan dengan cita – cita Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.

Pada akhirnya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai dan pemahaman keagamaan yang komprehensif, masyarakat sebagai objek dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya. Pada titik yang selanjutnya, wajah Islam di Indonesia akan kembali seperti pada zaman awal Islam masuk ke Indonesia; berwajah damai dan akomodatif terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar